38 - Pink Memories

90K 11.3K 4.9K
                                    

Ini bukan kali pertama Lara mengalami cedera hingga dia harus berada di tempat tidur sepanjang hari, namun ini jelas kali pertama Luka tidak berada di sisinya seperti yang sudah-sudah. Tindakan kakak kembarnya itu membuat Lara agak bertanya-tanya, meski dia sudah mendengar jika Risa juga mengalami cedera—meski tentu tidak separah dirinya yang menerima serangan langsung dari Basil, atau seperti Serena Punakata yang akan butuh waktu beberapa hari lagi untuk tersadar dari koma. Lara tau Luka punya tanggung jawab pasti sekarang, karena posisinya sebagai proctor. Namun setahu Lara, Luka bukan tipe orang yang akan mementingkan tugas daripada seseorang yang berarti buatnya. Jika Luka tidak merasa perlu menemaninya hingga pulih juga tak menunjukkan tanda-tanda keberatan akan kehadiran Novel yang tidak beranjak dari sisi Lara sejak awal, maka hanya ada satu kemungkinan;

Ada seseorang di luar sana yang Luka anggap sama berartinya dengan Lara—atau bahkan mungkin, lebih penting dari Lara.

Setelah kematian Nedia, hanya ada satu orang yang buatnya, Luka berani menghadang peluru perak sekalipun, dan orang itu adalah dirinya. Luka punya banyak musuh, lebih dari jumlah mereka yang bisa dia anggap sebagai teman. Dan satu lagi, hubungan mereka dengan kedua orang tua mereka kurang baik.

Lara hampir bisa menebak siapa orangnya, tetapi dia tidak mau percaya. Pertama, dia merasa hubungan kakaknya dan Risa tidak sedekat itu. Kedua, jika memang benar ada sesuatu yang terjadi antara Luka dan Risa, Lara yakin Basil tidak akan tinggal diam.

Oh, mungkin saja cowok itu tidak akan bilang apa-apa, tapi pasti ada sakit yang timbul di hatinya.

Dan sebagai proctor, Lara tidak ingin melihat Basil sakit hati.

Novel yang tampak tidak lelah menghabiskan hampir sepanjang waktu untuk berjaga di sisi ranjang Lara baru menggigit apel merah di tangannya saat Lara tiba-tiba bergerak turun dari tempat tidur, membuat keningnya berlipat seketika.

"Mau ke mana?"

"Ke tempat Luka."

"Mau dianter?"

Lara langsung menolak. "Nggak usah."

Novel berhenti mengunyah gigitan apel dalam mulutnya. "Beneran?"

"Tolong ya, jangan sok perhatian sama gue. Gue nggak mau kita dikira punya hubungan khusus."

"Gosip tentang gue dan lo udah beredar dari dulu." Novel melanjutkan mengunyah, kemudian menelan sebelum melemparkan seulas seringai pada gadis di depannya. "Sudah berapa puluh tahun yang lalu? Atau mungkin sudah ratusan?"

"Sayangnya, gue nggak selevel digosipkan sama lo."

"Terus sama siapa?" Novel menukas santai, membiarkan Lara berjalan sambil memegangi rusuk kanannya menuju pintu. "Baru selevel kalau digosipin sama Basil?"

Langkah kaki Lara kontan terhenti, lantas gadis itu berbalik dengan mata yang disipitkan.

"Tau apa lo tentang Basil?"

"Cukup banyak."

"Apa arti kata cukup dalam ucapan lo?"

"Setelah apa yang terjadi dalam Gomun dan berakhir dengan apa yang menimpa lo, Serena, Basil dan bahkan Trisha, gue bisa menyimpulkan bahwa entah bagaimana caranya, lo sudah tau tentang siapa Basil sebenarnya." Novel berkata dengan hati-hati. "Gue adalah bagian dari masa lalunya sebagai Benji Agnimara, sekaligus kepingan dari hidupnya sebagai Basil Arnawarma."

Lara urung bergerak melewati pintu. Gadis itu justru berbalik, kembali duduk di tepi ranjang dan memandang Novel lekat-lekat dengan iris matanya yang cokelat. Novel balik menatapnya, matanya sedatar biasanya.

NOCEUR: LIGHTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang