34 - Deserter

81.2K 11.1K 3.9K
                                    

Lara tidak terlihat dimana pun sejak semalam. Tidak di kamarnya, tidak di koridor dan tidak pula di menara jam yang jadi tempat favorit Risa duduk sambil menatap langit penuh bintang. Sesuatu yang aneh, karena umumnya proctor justru akan menyambangi siswa mereka dan memberi dukungan moral untuk ujian yang akan berlangsung hari ini. Bukan berarti Basil merasa perlu mendapat dukungan moral dari Lara. Malah, akan jadi sangat aneh buat mereka berdua jika Lara sampai melakukannya. Namun tentu saja, hubungan diantara mereka juga tidak sedingin itu. Basil masih merasa perlu bertemu dengan Lara, paling tidak sesaat sebelum dia melewati ujian tahap pertama.

Karenanya, sejak subuh Basil sudah sibuk menjelajahi seisi sekolah hanya untuk menemukan Lara. Sebetulnya dia bisa saja mendatangi kamar Luka dan bertanya pada cowok itu, tetapi sampai mati pun Basil tidak akan melakukannya. Hubungannya dan Luka tidak pernah bagus sejak awal mereka bertemu. Kecurigaan Basil tentang perasaan yang mungkin Luka miliki buat Risa turut memperburuk segalanya.

Basil sudah hampir menyerah saat kakinya melangkah menuju bangunan perpustakaan sekolah. Rasanya memang mustahil bisa menemukan Lara di sana, tetapi di luar dugaan, gadis itu memang berada di sana. Saat Basil menemukannya, Lara tengah tertidur berbantalkan lengan di depan setumpuk buku-buku bersampul kulit yang kertasnya sudah menguning. Baunya apek khas kertas yang lama dibiarkan teronggok dalam rak penuh debu. Di sisi buku-buku itu ada setengah potong cokelat yang sudah tidak utuh. Basil mengamati Lara sejenak, bisa menebak jika Lara sudah berada dalam posisi itu selama beberapa jam.

Apakah dia sengaja tinggal semalaman di dalam perpustakaan? Tapi untuk apa? Basil tau pasti kalau Lara bukan jenis orang yang suka membaca.

"Oy!"

Lara masih tidak bereaksi, masih asyik tenggelam dalam dunia mimpi.

"Oy!" Basil berseru lebih keras, kali ini sambil menusuk bahu Lara dengan jari telunjuknya. Usahanya berhasil karena tidak berapa lama kemudian, sebuah kerut tercipta diantara alis gadis itu, disusul matanya yang pelan-pelan terbuka.

"Ngapain lo di sini?" Lara bertanya sambil menegakkan punggung sesaat setelah mengamati wajah Basil dan mengenalinya. Suaranya parau dan matanya kuyu khas orang yang baru bangun tidur.

"Mau minta petuah buat ujian gue hari ini." Basil lalu berdecak. "Tapi lo ini benar-benar proctor paling buruk sepanjang masa, ya? Di saat yang lain pada nyariin siswa mereka dan ngasih kata-kata penyemangat, lo malah ketiduran sendiri di sini tanpa ngasih tau gue."

"Lo nggak butuh kata penyemangat." Lara menyahut dengan malas. "Lo mungkin masih belum mampu mengalahkan gue, tapi latihan keras lo nggak sia-sia. Untuk ujian hari ini, lo bakal melewatinya dengan mudah. Gue tau itu dan lo pun jelas tau itu. Sekarang, kenapa lo nyariin gue sampai ke sini?"

Kata-kata Lara langsung membuat Basil tersenyum. Mereka pun tidak berkenalan dengan baik di awal, namun sejak peristiwa kancing baju Lara beberapa hari yang lalu, ada semacam pengertian yang saling terbangun diantara keduanya. Dari cara Lara menyemangatinya—meski tidak secara terang-terangan—dan bagaimana gadis itu bersedia mendengarkan semua keluh-kesah Basil tanpa sanggahan membuat Basil menyadari jika Lara juga menginginkan yang terbaik untuknya.

Bagi seseorang yang sering direndahkan diantara para keluarga lain yang lebih dominan karena kemampuan magis mereka yang di atas rata-rata, Basil sangat menghargai apa yang Lara lakukan untuknya.

"Gue merasa gue perlu menemui lo sebelum ujian. Nggak tau kenapa, kalau gue nggak melakukannya gue merasa sangat salah."

"Yah—yah." Lara melambaikan tangannya seperti tengah menyuruh Basil pergi. "Sana pergi. Nanti lo telat datang ke aula."

NOCEUR: LIGHTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang