Ketika Basil mengedarkan pandang ke sekelilingnya, keningnya langsung berkerut tatkala dia menyadari jika kini dia tengah berada di halaman belakang sekolah. Langit yang terbentang di atas kepalanya didominasi oleh warna kelabu. Udara lembab khas musim hujan bertiup, menerpa kulit wajahnya. Terasa dingin, namun bukan jenis dingin yang tidak nyaman. Rumput dan pucuk-pucuk pepohonan yang menghijau terlihat basah karena sisa hujan yang turun semalam.
Semula, Basil pikir dia sendirian. Tapi ternyata tidak karena sedetik kemudian, terdengar suara seorang gadis memanggil namanya dengan riang. Basil tidak perlu berbalik untuk mengenali siapa pemilik suara itu, namun dia tetap berputar dan senyumnya kontan terkembang saat matanya bertemu dengan mata milik Risa.
Risa tidak terlihat seperti biasanya. Well, gadis itu memang masih mengenakan aksesoris merah muda—warna favoritnya itu—tetapi penampilannya agak sedikit berbeda. Basil menyipitkan mata, tersadar kalau perbedaan itu bersumber dari rambut Risa yang tampak sedikit lebih panjang. Sejumput rambut tipis jatuh di keningnya dengan lebih rapi. Lalu, senyum di wajahnya adalah jenis senyum yang tidak pernah Basil lihat sebelumnya.
Basil selalu berpikir jika kata Risa dan kata menggemaskan bukan dua kata yang akan dia letakkan dalam satu kalimat, tapi kelihatannya dia salah.
Risa terlihat menggemaskan.
"Basil?"
Basil hampir tergagap. "I—iya?"
"Sini."
"Lo... sehat, kan?"
Risa justru mengerling genit. "Sangat sehat."
Basil tercekat, namun kakinya bergerak begitu saja membawanya mendekat. Lantas secara tidak terduga, Risa tiba-tiba meraih tangannya. Gadis itu meremas jemarinya pelan, sebelum mencondongkan tubuh dan membuat jarak diantara mereka kian berkurang.
"Basil?"
Basil menarik napas. "Iya?"
"Kiss me."
Apa yang terjadi berikutnya sudah mampu ditebak; tentu saja, Basil tidak bisa menolak. Cowok itu menunduk, menatap Risa yang jelas lebih pendek darinya sebelum merundukkan kepalanya untuk meraih bibir gadis di depannya dengan bibirnya. Aneh, bibir Risa terasa dingin. Basil masih terheran-heran ketika sesaat kemudian dia terlonjak kaget akibat jeritan histeris seorang pria. Ada nyeri merambati kepalanya seperti dia baru saja terbentur sesuatu yang keras dan kala Basil membuka mata, Risa sudah lenyap, tergantikan oleh Raga yang menatapnya nanar.
"Raga?!"
Raga tidak menjawab. Cowok itu justru memasang wajah seperti ingin muntah sambil menarik berhelai-helai tissue dari kotak tissue di atas nakas yang berada di sisi tempat tidurnya dengan kalap. Basil memandang heran sambil berganti posisi dari setengah berbaring ke posisi duduk, memiringkan wajahnya seraya menatap polos saat Raga sibuk menggosok keras-keras bibirnya dengan lembaran-lembaran tissue tersebut.
"Lo masih sehat, kan?"
"Harusnya gue yang nanya begitu!" Raga berseru sewot sambil memegangi bibirnya yang kini memerah. "Lo udah gila. Fix banget. Lo udah gila!"
"Lo kali yang udah sinting."
"Lo mimpi apa sih sebenarnya?!" Raga membentak, lalu menatap Basil dengan frustrasi seolah-olah Basil baru saja mencuri keperawanannya. "Shit. Shit. Shit. Bibir gue bisa-bisa langsung busuk setelah ini."
"Bib... ir?" Basil terhenyak. "Tunggu, jangan bilang kalau—"
"Lo mimpi apa?! Lo pasti mimpiin sesuatu yang mesum, kan?! Iya, kan?! Nggak salah lagi, itu pasti! Sampai-sampai lo jadi kayak homo agresif yang tiba-tiba narik gue dan... dan... dan..." Raga betul-betul tidak mampu meneruskan kata-katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantezie[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...