[Book One: Completed]
(sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca)
Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan?
u...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Es krim lo mulai meleleh."
Alka bicara dengan nada yang biasa saja, tak setajam biasanya, namun cukup untuk bisa membuat Risa tersentak. Gadis itu menghela napas dengan cepat, agak gelagapan. Matanya menatap pada secawan besar es krim stroberi di depannya sebelum berpindah pada Alka yang kini menatapnya dengan alis terangkat.
"Makan aja es krim lo." Risa membalas, terdengar sedikit terlalu kasar.
"Udah abis." Alka berujar datar. "Saking lamanya lo ngelamun sampai lo nggak sadar kalau es krim gue udah abis dan es krim lo mulai bertransformasi jadi kubangan kental kayak air rawa."
"Nggak ada air rawa yang warnanya merah muda!"
"Untungnya begitu. Coba kalau lo pesennya rasa green tea? Warnanya hijau."
"Kalau warnanya biru, namanya bukan green tea." Risa menukas kesal. "Tumben banget lo kayak gini. Mau nyoba ngelucu? Gagal abis."
"Bukannya gue yang seperti ini yang lo mau?"
"Gue nggak pernah bilang begitu." Risa meraih sendok lalu mengaduk es krim dalam cawannya dengan setengah hati. Siang ini, di luar dugaan, Alka tidak melanjutkan sesi latihan dengan aktivitas fisik yang sebelumnya dia katakan. Cowok itu justru mengajaknya ke kedai es krim yang biasa dia datangi bersama Luka selepas latihan. Alka tidak mengatakan apa-apa, tapi dari kata-katanya, tersirat jelas jika dia berniat mentraktir Risa.
"Lo selalu protes tentang Luka dan gimana rajinnya dia mentraktir dalam setiap menit selama kita latihan."
"Lo membuat gue terdengar sematre itu."
"Bukannya lo memang sematre itu?"
"Alka—"
"Lo seharusnya mulai memanggil gue dengan sopan." Alka memotong. "Pertama, gue lebih tua dari lo. Kedua, teknisnya, gue adalah senior lo. Ketiga, gue punya kemampuan magis setara para Magnuera. Keempat, gue adalah proctor lo."
"Halah." Risa memutar bola matanya. "Lo pengen kayak Denzel yang dipanggil sama Dante dan Davi dengan embel-embel 'Kakanda Guru'?"
Alka berdeham. "'Abang' atau 'Kakak' sudah cukup buat gue."
