Sadar jika dia bisa menghabiskan sepanjang besok sore bersama Risa, Basil benar-benar tidak bisa tidur. Pikirannya terus tertuju pada gadis itu. Segala tentangnya mendadak jadi begitu indah. Bahkan kayaknya sekiranya Risa kentut di depan Basil sekarang, Basil akan menghirupnya tanpa protes dan bilang baunya seperti selai stroberi.
Cinta memang gila.
Eh, tunggu. Cinta? Satu kata itu mendadak membuat Basil terdiam sejenak dan berhenti membaca deretan kata dari kertas bukunya yang menguning. Tapi tak lama, karena sesaat setelahnya dia justru tersenyum.
Mungkin memang benar ini yang dinamakan cinta. Fase denial Basil memang sudah lewat. Dia sudah lebih mampu menerima perasaannya pada Risa. Lagipula, jika Basil pikir-pikir, sepertinya lebih mending jatuh cinta pada cewek seperti Risa daripada jatuh cinta pada cewek seperti Roxanne. Kalau jadi pacar Risa, mungkin Basil hanya kerepotan membelikannya es krim cokelat setiap sore. Lain kasus kalau pacarnya itu Roxanne.
Bisa-bisa Basil jadi lalap goreng setiap kali Roxanne naik pitam.
Kembali memusatkan perhatian pada tulisan di bukunya, Basil menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Saat ini sudah dinihari. Cahaya kebiruan menyepuh tirai tipis yang putih dengan warna khas. Lantai bawah senyap karena kedua orang tua Basil sudah tidur sejak beberapa jam yang lalu. Diam-diam, sesuatu terlintas dalam benak Basil.
Kira-kira Risa capek nggak ya besok? Semaleman ini dia nggak berhenti lari-lari dalam pikiran gue soalnya. Hehehe.
Basil cengengesan lagi hingga lontaran bola api hijau entah dari mana menghantam jendela kamarnya, membuat kacanya pecah berkeping-keping dan gordennya terbakar habis. Spontan, cowok itu melompat dari tempat tidurnya, memasang sikap siap bertarung seperti yang dicontohkan oleh buku yang pernah dia baca. Dugaan Basil benar. Seseorang berpakaian serba hitam muncul dari balik gelapnya malam. Cahaya rembulan membuat kulitnya terlihat pucat. Lensa matanya berwarna hijau gelap, membuat Basil sadar jika makhluk itu bukan sembarang makhluk.
Dia adalah lovec.
"Time to sleep, Boy."
"I was going to." Basil menyipitkan mata dengan sinis, menatap geram pada cincin bermata giok ungu di jemari orang itu. Basil belum pernah bertemu lovec secara langsung, tapi mereka semua punya ciri-ciri serupa: kulit pucat, mata hijau gelap dan cincin berbatu giok ungu terpasang di salah satu jari.
"Maksudku adalah, kamu harus tidur untuk selamanya." Sosok itu berkata dingin sambil menggerakkan jarinya, membuat dua bilah pedang yang berada di belakang punggungnya tertarik keluar tanpa disentuh—langsung jatuh pada genggaman kedua tangannya. Basil memasang kuda-kuda sambil menahan geram yang bergemuruh dalam dada. Dia tidak pernah terlibat pertarungan langsung. Orang tuanya belum naik kemari dan itu artinya, dia tak bisa mengandalkan siapa pun selain dirinya sendiri untuk selamat dari serangan ini.
Lawannya memulai serangan dan melontarkan lembing-lembing es ke arah Basil, yang dihindarinya dengan baik. Setelah peristiwa berdarah yang merenggut nyawa Nedia dan hari-hari liburan yang diisinya dengan membaca buku tentang cara mengontrol kekuatan, mengendalikan Arx dan jogging rutin selama dua jam di setiap pagi, nalurinya dalam mendeteksi bahaya sudah cukup terasah. Tidak sebaik siswa tahun ketiga di sekolah, tentu saja, tapi masih di atas rata-rata kebanyakan siswa yang belum membuka Arx mereka.
Lembing-lembing itu berakhir di tembok. Beberapa menghantam lampu tidur, menciptakan percikan api disusul lampu yang padam karena pecah. Basil bergerak gesit. Dia tak berusaha menyerang karena belum yakin dengan teknik serangan. Namun dia menghindar dengan sangat baik. Walau begitu, lawannya jelas luar biasa tangkas. Pada satu kesempatan, terjangan bola apinya nyaris mengenai lengan Basil.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantasi[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...