"Kanzia bangun sayang. Udah siang!" teriak Aretta.
Kanzia hanya berdeham sambil berusaha membuka matanya. Dia meraih ponselnya yang berada di atas nakas.
Memencet tombol lock dan membulatkan matanya saat melihat bahwa sekarang sudah menunjukkan jam tujuh kurang dua puluh menit.
"GUE TERLAMBAT!" teriak Kanzia, lalu dengan terburu merapikan dirinya setelah mandi bebek.
Kanzia memakai seragam dan langsung berlari kebawah seraya memasang sepatunya.
"Bunda ihh, kenapa nggak bangunin aku," ucap Kanzia seraya mengambil sebuah roti.
"Apaan kamu. Bunda udah manggilin kamu berulang kali. Sampe-sampe pusing Bunda denger suara sendiri." sahut Aretta lalu menaruh botol kedalam lemari es.
"Duh yaudah deh. Aku berangkat dulu." Kanzia meyalami Aretta.
"Eh Zia! Pak Abar lagi anter bibi ke pasar, kamu pakai taksi aja ya,"
Kanzia menelan ludahnya, bagus sekali, sudah kesiangan, Pak Abar tidak ada.
Kanzia mengangguk lalu melangkah cepat untuk menemukan taksi.
"Hati-hati sayang!" ucap Aretta.
Kanzia menutup pintu gerbang, lalu menengok ke kanan dan ke kiri. Yap didapatinya sebuah taksi sedang berdiam di depan gerbang rumah Bu Gama, tetangganya.
Dengan terburu-buru Kanzia melangkah ke sana.
"Pak cepetan Pak. Ayuk kesekolah saya!" ucap Kanzia yang sudah duduk didalam taksi.
"Eh sebentar toh. Ini bapaknya lagi nurunin barang-barangnya Ibu." ucap Bu Gama yang baru muncul dari belakang bagasi.
"Yaampun kirain udah selesai. Aku bantuin deh ya!" ucap Kanzia, keluar dari taksi lalu membantu menurunkan beberapa sayuran dari dalam bagasi.
"Udah kan udah, ayuk Pak taksi. Udah hampir jam tujuh nih," ucap Kanzia panik lalu kembali masuk ke dalam.
"Iya iya. Permisi ya Bu terimakasih." ucap si supir taksi pada Bu Gama.
"Iya iya saya juga makasih—kamu juga ya, makasih Kanzia" ucap Bu Gama.
"Iya Bu sama-sama, saya berangkat dulu. Pak ayuk cepat kesiangan nih!" sahut Kanzia lalu setelah itu Pak supir menjalankan taksinya.
Keadaan pagi ini sangat macet membuat taksi Kanzia berhenti untuk beberapa kali dalam beberapa menit.
"Duh Pak. Kok nggak jalan-jalan sih?"
"Iya kan macet nak. Bagaimana bisa jalan."
Kanzia memutar kedua bola matanya. Walaupun jawaban supir taksi ini benar, tapi tetap saja itu membuat Kanzia sebal. Dia melihat ke arah ponselnya, jam sudah menunjukkan angka tujuh lewat lima belas.
Kegelisahan mulai menghampiri Kanzia.
"Andai aja ada pahlawan yang dateng bawa motor buat nolongin gue keluar dari kemacetan ini." ucap Kanzia sambil menutup kedua matanya.
"Lho, Kanzia?" ucap seseorang dari jendela.
Kanzia menoleh, mengerjapkan matanya beberapa kali.
Ini cuma kebetulan kan?
"Zi? Lo telat. Bareng gue aja. Kalo naik taksi lama. Ayuk." ucap Rendra, menyadarkan Kanzia dari lamunannya.
"Eh? I-iya deh sebentar gue bayar dulu." sahut Kanzia, dia mengeluarkan uang lima puluh ribu dan memberikannya kepada supir.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAENZIA
Roman pour Adolescents"Andai kita bisa atur hati untuk sayang sama siapa, mungkin gue nggak akan nyakitin lo kaya gini. Iya kan?" "Kalaupun kita bisa atur hati untuk sayang sama siapa, gue akan tetap atur hati gue untuk sayang sama lo. Ya walaupun lo nggak sayang sama g...