0012

72.1K 5.6K 351
                                    

Rael turun dari vespanya, memakai masker dari slayer dan menutupi plester di pelipisnya dengan slayer lagi yang diikatkan di keningnya. Lalu melangkah masuk ke dalam rumah.

"Udah pulang?" ucap Maryam, jantung Rael langsung berdegup kencang.

"I-iya Mi udah, Rael ke kamar dulu." sahut Rael sambil berjalan cepat.

"Rael tunggu sayang. Umi mau ngomong." Rael mau tak mau menghentikan langkahnya.

"Ngomong apa Mi?"

"Liat Umi dulu, masa Umi ngomong ngeliatinnya badan belakang kamu,"

Rael membuang nafasnya. Lalu berbalik menghadap Maryam.

"Ini udah dirumah, buka slayernya dong." ucap Maryam, Rael sontak membulatkan matanya, kalau dia membuka slayer ini sudah bisa dipastikan luka memarnya akan terlihat jelas oleh Maryam.

"El, kok diem sih. Kamu kenapa?" ucap Maryam menyadarkan Rael.

"Enggak, gapapa. Yaudah Umi mau ngomong apa?"

"Umi mau bilang, nanti kita makan malam bareng ya disini. Kata Papa udah lama kita nggak makan malam bareng." ucap Maryam. Rael terdiam. Dia ingat terakhir kali makan malam bersama sebagai keluarga, adalah malam sebelum terjadinya kejadian naas itu.

"Males Mi. Nanti malem Rael ma—"

"Sekali ini aja. Kamu pasti juga kangen kan makan malem sama-sama? Kamu pasti kangen kan suasana sebelum semuanya berubah?" Maryam memang selalu benar dalam hal apapun.

"Oke, Rael mau." sahut Rael. Maryam tersenyum penuh rasa bahagia "Rael ke kamar dulu, mau mandi juga" Maryam membalasnya dengan anggukan.

Langsung saja Rael menutup pintu kamarnya, membuka slayer yg menutupi setengah wajahnya dan juga slayer yang tadi dia kenakan dikeningnya.

Rael meraba pelipisnya, lalu tersenyum. Tapi perlahan senyum itu memudar saat ingat tentang makan malam nanti.

Apa yang harus dia lakukan untuk menutupi luka ini? Tidak mungkinkan jika dia memakai slayer lagi saat makam malam?

"Masa bodo, tinggal bilang aja gue berantem sama preman pasar pas lagi nolongin nenek-nenek" ucap Rael asal seraya melepas sepatunya.

Sedangkan disisi lain, Rendra sedang berusaha menghindari Maryam yang sedang mengintrogasi dirinya.

"Tadi Rael pakai slayer. Kamu juga pakai ginian. Ini kalian berdua janjian apa gimana?" ucap Maryam sambil berkacak pinggang.

"Diluar banyak debu. Makanya Rendra pake ini. Udah ah mau tidur ngantuk." sahut Rendra.

"Yaudah, nanti malam kamu jangan lupa. Turun kebawah kita makan malam bareng." ucap Maryam yang dibalas anggukan oleh Rendra.

Rendra berjalan melewati kamar Rael menuju kamarnya.

Duduk di atas kasur, membuka sepatu dan membuka masker yang menutupi luka lebam di bagian pipinya.

Dia jadi teringat bagaimana Rael memukulnya.

"Nanti malem gimana gue nutupin ini coba?" tanyanya pada diri sendiri.

"Ck auah paling cuma dimarahin sama Papa." ucap Rendra sambil membuka layar ponselnya.

Ingatannya jatuh pada Kanzia, lalu tersenyum.

Bagaimana bisa Kanzia datang dan menengahi pertengkaran Rael dan dirinya.

"Mungkin Kanzia dateng karena nggak mau liat gue dipukulin sama dia." ucap Rendra sambil tetap tersenyum.

"Gue harus bisa dapetin Kanzia!" ucap hatinya yakin.

RAENZIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang