0017

67.5K 5.3K 141
                                    

Rael mencium setangkai bunga matahari yang ada digenggamnya. Lalu tersenyum. Sore ini lebih terasa hangat daripada sore kemarin.

Matanya menatap kedepan lalu mulai berjalan melewati beberapa gundukan tanah yang dilapisi rerumputan hijau yang tertata rapi.

Lalu Rael menghentikan langkahnya, dia tersenyum sambil memberi salam. Ya, disinilah Rael berdiri di tempat dimana adik perempuannya dimakamkan. Reylia.

"Nggak kerasa ya, udah dua tahun lo pergi ninggalin gue-maksut gue ninggalin kita semua." Rael meletakkan bunga matahari tadi diatas pusara Reylia.

"Andai gue bisa cegah kejadian itu. Mungkin lo masih ada disini sama gue. Sama Umi. Dan mungkin gue masih bisa liat senyum manis lo yang manisnya ngalahin gula Jawa itu." Rael tersenyum, pahit.

"Maafin gue karena nggak bisa jaga lo. Maafin gue karena gue udah ngebiarin lo jatuh cinta sama orang yang salah. Gue emang bukan abang yang baik buat lo, bahkan gue nggak pantes lo sebut sebagai abang." Rael mengusap nisan yang bertuliskan nama Reylia, bersamaan dengan lelehan air mata yang jatuh di pipinya.

"Gue harap lo maafin gue, terutama Rendra. Gue tau, lo udah tenang dan bahagia disana sama Ayah." Rael tersenyum, tulus.

"Salam buat Ayah. Gue sayang sama lo. Dan. Maaf."

Rael terdiam beberapa detik. Menatap nama Reylia. Sesak. Sedih. Sakit. Itu yang dirasa.

"Abang pulang dulu, udah sore." ucap Rael melihat ke awan yang sudah berubah warna menjadi jingga, dia mengusap nisan Reylia lagi, lalu bangkit dan berjalan lesu menuju motornya.

Flashback on.

Rael memarkirkan vespanya ditempat biasa, setelah turun dari motor matanya tak berhenti menatap garasi yang kosong. Biasanya Ayah'nya selalu memarkirkan mobilnya disana. Tapi sayang kini mobil itu telah hancur karena kecelakaan naas yang Ayah'nya alami.

Rael tersenyum pahit. Rasanya baru kemarin dia merayakan tahun baru bersama Candra. Tapi kini Candra sudah berada di alam yang berbeda dengannya.

"Abang! Bawa pesenan aku nggak laper nih," suara itu, berhasil membuat Rael tersadar dari lamunannya.

"Bawa lah, Abang mana mungkin lupa sama pesenan nyonya Reylia." Rael menyodorkan bungkusan coklat muda kedepan Reylia. Adik kesayangannya.

"Hehe, abang baik banget! I love you!" Reylia mencium pipi Rael lalu beranjak masuk ke dalam rumah yang dibuntuti oleh Rael.

"Lo masih pacaran sama anaknya Om Refan?" tanya Rael pada Reylia yang sedang mengeluarkan makanan dari dalam bungkusan yang tadi dia berikan.

"Masih lah Bang. Aku sama dia nggak akan putus walaupun ada beribu masalah." sahut Reylia sambil tersenyum lebar. Entah senyuman itu tercipta karena memikirkan hubungannya dengan Rendra atau karena melihat burger dan juga kentang goreng yang ada di hadapannya.

Rael ikut tersenyum. Dia ikut bahagia, karena baginya kebahagiaan Reylia adalah kebahagiaan untuknya.

"Yap. Semoga lo sama dia nggak akan pisah, sampe ada sesuatu yang emang mengharuskan lo sama dia buat pisah." Rael mengusap puncak kepala Reylia.

"Makasih abang!-eh bang, Rendra bilang mau ke sini!" ucap Reylia sambil menepuk pundak Rael.

"Mau ngapelin lo?"

Raylia tidak menjawab, dia masih tetap fokus pada ponselnya yang menampakkan room chat dirinya dengan Rendra.

"Nope. Dia kesini sama Papa'nya. Ada apa ya?" Reylia menatap Rael sambil menaikan kedua alisnya.

RAENZIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang