0034

55.2K 4.9K 333
                                    

Pintu ruang kepala sekolah ditutup setelah mereka masuk.

Rendra dibantu Kanzia untuk duduk dikursi yang berada di depan meja Bapak Kepala Sekolah Pak Furna.

Rael hanya berdiri. Sengaja, biar Kanzia saja yang duduk.

Pak Furna memijat pelipisnya setelah mendarat dikursinya. Dia benar-benar pening saat ini.

"Kalian ini kenapa? Apa masalah kalian sampai-sampai harus kalian selesaikan dengan cara preman pasar seperti itu?" ucap Pak Furna.

Rendra diam. Rael diam. Kanzia diam.

"Kenapa diam semua ini? Jelaskan ke Bapak. Apa masalah kalian,"

Rendra menelan ludahnya.

Mata Rael menatap Kanzia, dan bisa Rael lihat kalau Kanzia benar-benar khawatir pada Rendra, dia menarik nafasnya "Saya yang salah Pak. Bapak nggak perlu tanya apa masalahnya. Intinya, saya yang salah."
Kanzia sontak menoleh, dia menatap Rael dengan sisa air mata yang masih memberontak ingin mengalir.

"Bagaimana dengan Rendra?"

Rael menatap Rendra dia membuang nafasnya "Saya yang nyerang Rendra duluan Pak."

Pak Furna menatap Rael "Oke. Bagus kamu mau mengakui kalau kamu salah. Tapi maaf itu tidak akan membuat kamu luput dari hukuman yang sudah ditetapkan disekolah ini karena kamu sudah membuat kericuhan dilingkungan sekolah." sahut Pak Furna dengan tegas.

Rael diam. Dia akan terima apapun hukuman yang akan di beri oleh Pak Furna asal Kanzia memaafkannya.

"Karena kamu adalah siswa yang terdaftar nomor satu paling bermasalah disekolah ini." Pak Furna bergerak mengambil sebuah kertas yang sudah terdapat sebuah ketikan surat. Lalu Pak Furna menandatanganinya "saya akan memberi kamu hukuman skors selama satu minggu. Dan sekarang,silahkan keluar dari ruangan saya. Lalu pulang kerumahmu." Pak Furna menyodorkan kertas tadi.

Rael sontak terkejut. Apa yang harus dia jelaskan pada orang tuanya nanti?

Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Ini juga salah Rael yang selalu tidak bisa menjaga emosi. Biarlah ribuan ucapan menyakitkan dilemparkan oleh Papanya pada Rael. Toh Rael juga sudah biasa.

Rael menjulurkan tangannya, mengambil kertas tadi.

"Makasih Pak. Zi gue balik ya. Dan—gue minta maaf." ucap Rael, lalu benar-benar keluar dari sana.

Kanzia hanya diam, lalu satu bulir air mata jatuh di pipinya bersamaan dengan tertutupnya pintu ruang kepala sekolah ini. Kanzia menghapus air mata itu, dia kecewa tapi jauh dilubuk hatinya, ada rasa sakit dan menyesal karena telah menampar Rael.

Rael berjalan gontai. Dia beberapa kali berhenti karena merasa pusing. Mungkin ini akibat pukulan bertubi-tubi di pelipisnya tadi.

Rael menggelengkan kepalanya, dia telah sampai di uks dan langsung saja berbaring di tempat tidur nomor 2.

Bu Paula yang melihat Rael, langsung berjalan mendekat. Apalagi tadi Bu Paula lihat ada darah yang mengalir dari pelipis Rael.

"Aduh, itu pelipis kamu berdarah Rael. Kamu kenapa? kok bisa sampai seperti ini?!" tanya Bu Paula yang panik.

Rael membuka satu matanya "Biasa tadi. Kepentok meja Bu."

"Ah kamu ada-ada aja! Masih sempat kamu ngelucu! Tunggu sebentar Ibu ambil p3k dulu."

Rael tertawa kecil lalu mengangguk.

Tak butuh waktu lama Bu Paula sudah kembali dengan alat p3k ditangannya.

RAENZIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang