Gadis itu berambut panjang, selalu tersenyum ceria. Dia berlari sangat kencang saat perlombaan olahraga, lalu terjatuh karena kaki kanannya menabrak kaki kirinya sendiri. Lalu seorang anak laki-laki berlari menghampirinya. Padahal anak laki-laki itu sedang belajar di dalam kelas yang letaknya tidak jauh dari lapangan tempat gadis itu berlari. Dia kemudian menggendong gadis yang tidak berhenti menangis itu di punggungnya.
Bayangan tentang hari itu selalu muncul di mimpi Jisoo. Setiap kali dia terbangun, hatinya terasa sakit. Padahal itu bukan bayangan yang buruk. Lalu dia melihat kedua tangannya. Rasa hangat dari kedua telapak tangannya waktu itu masih dia ingat. Kedua tangan yang memegangi bahu Jinyoung saat menggendongnya. Walau kejadian itu sudah lama sekali. Mungkin Jinyoung sudah lupa. Jisoo pun mungkin akan lupa jika dia tidak selalu bermimpi tentang itu di setiap tidurnya.
"Apa masih sakit? Sampai kapan kamu akan tinggal di sini?" Jisoo melihat ke arah Jinyoung yang sedang berbaring di sofa.
"Ada sekitar tiga belas jahitan. Mungkin masih lama." Jinyoung mengelus-elus perban besar di tangan kanannya.
"Lebih baik aku tidur di sini, kan? Daripada kamu tidur di apartemenku seperti kemarin." Lanjut Jinyoung sambil menatap Jisoo yang sibuk menyiapkan makanan.
"Malam itu tidak perlu dibahas lagi. Cepat makan!" Jisoo menyumpal mulut Jinyoung dengan sepotong sandwich.
"Apa kamu mau melakukannya lagi?" Jinyoung tersenyum jahil, membuat kedua pipi Jisoo berubah merah seperti apel.
"Jangan dibahas!" Jisoo kembali menyumpali mulut Jinyoung dengan sepotong roti lainnya. Jinyoung mengunyah semua roti itu dengan cepat sampai tersedak. Jisoo lalu memberikan segelas air di meja ke mulut Jinyoung.
"Bahumu itu.. itu... tidak nyaman untuk kepalaku." Jisoo kemudian memasukkan banyak roti ke mulutnya dengan cepat sampai tersedak juga. Jinyoung lalu memberikan gelasnya dengan tangan kirinya ke mulut Jisoo.
"Aku juga pegal sekali karena kamu tiba-tiba tertidur di bahuku seperti itu." Jinyoung pun tersenyum jahil. Jinyoung dan Jisoo saling bergantian menyumpal makanan lalu tertawa.
Seperti biasa, Jinyoung pergi ke kampus untuk mengajar. Sementara Jisoo pergi ke kantor untuk menulis artikel. Mereka tidak berangkat bersama karena kondisi tangan Jinyoung yang masih belum pulih. Sebenarnya Jinyoung sudah mulai mahir menggunakan tangan kirinya sekarang. Tapi dia senang melihat Jisoo yang mau merawatnya dan juga menyuapinya makan. Jadi dia berpura-pura tidak dapat melakukan apapun dengan kondisi tangan kanannya itu.
"Setelah cuti kemarin, kamu jadi sering terlambat ke kantor. Ada apa?" Seulgi melihat ka arah Jisoo yang baru saja tiba di mejanya.
"Tentu saja aku terlambat karena harus mengurusi anak itu." Jisoo tampak tergesa-gesa menyalakan laptop-nya.
"Anak siapa?" Seulgi bertanya penasaran. Lalu Jisoo terdiam sejenak, melihat ke arah Seulgi.
"Itu... anak kucing. Aku harus mengurusi anak kucing." Jisoo tersenyum canggung melihat wajah Seulgi. Seulgi pun menyipitkan matanya pada Jisoo.
"Memang merepotkan. Adikku juga memiliki kucing. Untung saja dia sudah pindah." Seulgi menanggapi obrolan Jisoo tentang anak kucing itu dengan serius.
"Adik? Anda punya adik?" Jisoo tampak terkejut.
"Ya, aku jarang bercerita tentang keluargaku. Tapi kamu tahu kepala polisi di kantor polisi pusat itu?" Seulgi mengetuk-ngetuk bibirnya. Lalu Jisoo berpikir sejenak.
"Kang Daniel?" Jisoo kemudian tampak terkejut menyebut nama itu. Seulgi mengangguk santai dengan alis yang terangkat.
"Benar. Kami seperti keluarga kucing." Seulgi tersenyum, kemudian pergi dari ruangan Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Manipulator
FanfictionEmpat agen rahasia dengan alasan berbeda harus bekerja sama dalam menjalankan setiap misi. Tapi mereka harus merahasiakan identitas masing-masing. Bagaimana cara mereka bekerja sama untuk menyelsaikan setiap misi? GOT7 Jinyoung, EXO Chanyeol, Wanna...