MISSION 9 - The Ambiguous Answer

490 79 0
                                    

"Pak Seongwoo? Apa yang terjadi?"

Terdengar suara lembut yang menggelitik telinga Seongwoo. Kedua matanya perlahan menoleh ke arah samping kiri, sosok wanita cantik dengan pakaian merah mencolok senada dengan polesan pada warna bibirnya tampak cemas. Wanita itu memegangi salah satu tangan Seongwoo dengan kedua tangannya yang lembut dan hangat. Seongwoo yang tengah berbaring lemas, merasa kehangatan ini hanyalah sebuah mimpi. Lalu tangan hangat itu menggenggam lebih kuat, yang membuat Seongwoo tidak ragu lagi jika semua ini bukan mimpi.

"Irene? Kenapa bisa ada di sini?" Tanya Seongwoo dengan nada pelan.

"Aku tadi kebetulan sedang berada di jalan itu. Aku melihat semuanya." Jawab Irene dengan kedua alisnya yang tertekuk karena rasa ngilu saat melihat luka di dahi dan sudut bibir Seongwoo.

"Tadi aku melihat mobil itu benar-benar menghantam badanmu sampai terpental. Tapi tampaknya badanmu sangat kuat." Lanjut Irene.

"Benarkah? Ah, mungkin karena aku memakai lapisan pelindung." Seongwoo kemudian memegangi perutnya, tampaknya memang baik-baik saja.

"Lalu apa kamu melihat kemana laki-laki tua berambut putih itu pergi?" Tanya Seongwoo sambil perlahan beranjak dari tempat tidurnya.

"Laki-laki tua berambut putih? Aku tidak memperhatikan orang-orang yang ada di sana." Irene membantu Seongwoo untuk duduk di atas kasurnya.

"Ayahku, tadi aku melihatnya." Seongwoo menunduk dengan tatapan mata yang kosong.

"Eh? Ayahmu ada di sini?" Irene tampak terkejut sampai matanya membulat.

"Iya, itulah yang ingin aku tanyakan padanya tadi. Tapi entahlah, badanku sakit, lalu tiba-tiba aku berada di sini." Seongwoo memegangi dahinya yang mengalami luka cukup parah karena terpental ke jalan.

"Sebaiknya kamu istirahat dulu." Irene mengusap rambut Seongwoo yang menutupi luka di dahinya.

Jisoo tampak sedang berlari tergesa-gesa. Dia kembali ke kantornya karena Seulgi tiba-tiba memanggilnya dengan nada panik melalui telepon. Saat sampai di kantor, Jisoo menemukan Seulgi tampak sedang menggendong kucingnya. Mungkin karena sering disebut sebagai orang yang bodoh, Jisoo pun dengan bodohnya berpikir kalau Seulgi akan meminta tolong padanya untuk menjaga kucingnya. Ternyata benar, ini bukanlah pikiran bodoh lagi saat Seulgi memindahkan kucingnya ke tangan Jisoo secara hati-hati.

"Jangan katakan Bu Seulgi menitipkan kucing ini padaku, jangan!" Jisoo memelototi mata Seulgi dengan berani.

"Hanya satu malam saja. Lagipula kamu biasa merawat kucing, bukan?" Seulgi tampak lemas, tak merasa marah saat Jisoo memelototinya.

"Ah, rasanya kepalaku pusing. Aku sudah panik datang ke sini karena panggilan darurat." Jisoo menatap kucing yang berada di pangkuannya dengan wajah kesal.

"Mau bagaimana lagi? Daniel sedang berada di luar kota dan menitipkannya padaku. Tapi aku juga harus pergi ke luar kota untuk bertugas." Seulgi menghela nafasnya pelan.

"Baiklah, aku akan menjaganya. Tapi hanya sampai besok. Aku juga sibuk." Jisoo mulai mengelus-elus kucingnya.

"Sibuk apa? Aku akan memberikanmu cuti untuk satu hari besok. Jaga kucingku, mengerti?" Seulgi mengelus-elus kucingnya sebelum beranjak pergi.

"Siap Ibu Ketua!" Jisoo pun menjadi semangat saat mendengar kata cuti.

Menjaga seekor kucing itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi Jisoo tengah menyelesaikan misi rahasianya saat ini. Di rumahnya tidak ada siapa-siapa lagi selain dirinya. Mungkin Jinyoung bisa membantunya, tapi tampaknya Jinyoung terlalu sibuk dengan jadwal mengajarnya di kelas tambahan. Tidak juga, tidak sesibuk itu sepertinya hanya sampai siang atau sore hari saja. Jisoo harus melanjutkan penelusurannya di rumah Yerim. Tadi Jisoo belum sempat mengamati setiap pengawal yang berjaga di sana. Lalu Jisoo juga harus menemukan misteri dari hilangnya kalung Yerim.

The ManipulatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang