Chapter 10 - Lost

8.1K 356 3
                                    

HAPPY READING!!

***

Rafael sudah mondar-mandir tidak jelas di ruang tamu menunggu kepulangan Brieana dan tentunya Alexa.

Suara mobil Brieana terdengar dengan segera Rafael langsung keluar dari rumahnya dan menghampiri Brieana yang sedang mengeluarkan paper bag dari bagasi.

"Dimana Alexa?" tanya Rafael saat dia melihat bahwa tidak ada tanda-tanda Alexa keluar dari mobil.

"Dia pulang, dia masih punya rumah, Rafa," ucap Brieana. "Bantu Mom bawa barang itu," Brieana menunjuk beberapa paper bag yang masih ada di bagasi mobil.

Dengan enggan Rafael mengambil semua paper bag itu dan membawanya masuk kedalam rumah.

"Aku akan pergi, Mom," ucap Rafael setelah meletakkan sneua paper bag yang disuruh Brieana tadi keatas meja di dekatnya.

"Mau kemana?"

"Bertemu Alexa," Rafael langsung melesat pergi sebelum Brieana melarangnya—well, Brieana tidak akan melarang anak yang sedang jatuh cinta seperti Rafael.

Rafael menancap gasnya, yang dia butuhkan Alexa berada di mansionnya dan bukan berada di rumah kecilnya—meskipun Rafael tahu bahwa Alexa sangat tidak nyaman berada di mansion Rafael.

Saat sudah sampai didepan rumah Alexa, Rafael langsung memencet bel rumah itu dengan tidak sabaran.

Padahal Alexa jelas-jelas masih di Kota New York dan Alexa masih berada di dekat Rafael dan kenapa Rafael harus mencari Alexa dengan segitunya?

Mia membuka pintu rumahnya dan diluhatnya adalah Rafael Alexander yang sedang tergesa-gesa dan terlihat sangat lelah dari wajahnya.

"Ada apa, Mr. Alexander?"

"Mia ... apa Alexa ada?"

"Alexa? Dia belum pulang saat acara penculikan yang dilakukan oleh Ethan Harisson."

"What? Apa aku boleh masuk?"

Mengangguk pelan, Mia langsung memundurkan badannya membiarkan Rafael masuk kedalan rumah mereka.

Sebenarnya ... Alexa ada di rumah ini, hanya saja Alexa tidak mau bertemu dengan Rafael, yang dia inginkan adalah tidur nyenyak di kamarnya dan bukan kamar milik Rafael.

"Alexa tidak ada dikamarnya," ucap Rafael kemudian mengambil ponsel dari sakunya dan mencoba untuk menelepon Alexa. "Ponselnya juga tidak aktif."

"Sudah aku bilang, Alexa belum pulang," dan Alexa ada di kamarku. "Aku akan memberitahumu kalau Alexa sudah kembali."

Menghembuskan napasnya, Rafael mengangguk paham. "Oke, jangan lupa beritahu aku kalau dia kembali."

Mia hanya mengangguk, mengantarkan Rafael ke depan. Setelah itu dia langsung menuju kamarnya dan memukul Alexa.

"Apa-apaan kau ini!" ucap Mia mencoba untuk marah kepada Alexa. "Kau kabur darinya?"

Alexa mengelus-elus bahunya yang dipukul oleh Mia. "Dia bilang kepada Ibunya bahwa kami akan menikah," kata Alexa frustasi. "Kau tahu maksudku ... aku tidak mau bermain-main dengan pernikahan. Bahkan orangtuaku belum mengetahuinya."

"Mereka sudah tahu," Mia tersenyum. "Dan mereka akan kemari saat acara pertunanganmu."

"Wait ... kenapa kau tahu sedangkan aku tidak?" tanya Alexa penasaran. "Padahal aku harus menjelaskan kepada orangtuaku kalau aku tidak mau menikah cepat."

"Dan terlambat ... mereka sangat senang saat mereka mengetahui kalau yang menjadi calon suamimu adalah Rafael Alexander."

"Semua itu ulah?"

"Antonio Alexander."

"What?" pekik Alexa menjadi semakin panik.

"Dia sangat senang kalau Rafael akan segera menikah," ujar Mia senang.

"Dan kau tahu dari mana?"

"Aku punya banyak telinga yang tidak kau ketahui, Alexa."

***

Rafael merasa aneh saja disini, di satu sisi dia tidak ingin Alexa jauh dari pandangannya dan di sisi lain Rafael tahu kalau Alexa merasa tidak nyaman.

Bahkan Antonio—Ayah Rafael ingin melaksanakan pertunangannya saat ulang tahun pernikahan mereka. Dan ini semua kesalahan Rafael, karena Rafael tahu Alexa jadi merasa tidak nyaman dengan semua ini.

"Merasa aneh, huh?" tanya William yang melihat Rafael sedang menatap gelas isi koktail dengan tatapan kosong.

"Sangat," geram Rafael. "Sekarang aku harus bertanggung jawab dengan ucapanku."

"Salah kau sendiri," Luke menyambung. "Berbicara tanpa memikirkan keadaan apa yang akan terjadi nanti."

"Tapi ... Luke, William. Aku benar-benar kesal setengah mati saat Alexa bilang kalau aku bukanlah kekasihnya."

"Dan itu memang kenyataannya," Luke meneguk koktailnya. "Kau yang salah disini, kau mengaku Alexa pacarmu. Tetapi kau—kau sama sekali tidak yakin dengan hatimu."

Rafael diam—dan akhir-akhir ini dia banyak diam karena memikirkan hatinya. Karena hatinyalah yang sama sekali tidak bisa Rafael rasakan, hatinya tidak pernah merasakan arti cinta yang sesungguhnya.

"Ethan menelepon," ucap William sambil mengangkat ponselnya kearah mereka bertiga.

"Wow ... disaat aku sedang disini, kalian sedang berpesta?"

"Apa menyenangkan bagimu duduk diantara perempuan yang sukanya berteriak saat mereka tampil?" tanya Luke penasaran, karena saat ini konser itu sedang berlangsung dan suara teriakan para wanita remaja itu sungguh sangat memusingkan kepala.

"Menyenangkan, terkadang aku juga ikut berteriak."

"Apa mereka tidak mencibirmu disana, Ethan?" tanya Luke. "Aku rasa hanya kau laki-laki disana."

"Tidak, mereka mengenalku. Dan aku merasa seperti seorang artis disini," kata Ethan sambil terkekeh. "Well, tidak hanya aku laki-laki disini."

Ethan memperlihatkan laki-laki yang ada di depannya serta yang ada di sekitarnya untuk menunjukkannya kepada mereka bertiga.

"Bagaimana?"

"Terserah padamu, Ethan," ucap Rafael.

"Baiklah, aku harus mendengarkan apa yang mereka ucapkan. Siapa tahu mereka akan memberikan hadiah," kata Ethan. "Jangan lupa habis ini mereka ke New York."

Ethan langsung mematikan sambungan teleponnya, sedangkan Rafael sudah ingin beranjak pergi dari sana.

"Mau kemana?" tanya Luke.

"Pulang, aku sudah mengantuk," kemudian Rafael segera pergi dari kelab William.


[TBC]

My Perfect CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang