"Rinn.. Julian udah didepan tuhh.. buru gihh.." seru bunda ketika aku masih merapihkan jilbabku
"Bentar bun.." jawabku dan tak lama kemudian aku pun keluar dari kamar dan melangkah menuju ruang tengah
"Maaf kak lama.. tadi lama nyari jarum pentul yang diilangin mba Nana..." ucapku ketika sudah berada di ruang tengah yang kini penuh dengan semua orang di rumah ini
"Lah.. kamu kan punya banyak jarumpentul.. kenapa malah nyalahin mbaa.." bela mba Nana yang tidak rela disalahkan
"Yare-yare" gumamku pelan kemudian berjalan menuju rak sepatu dan mengambil sneaker favoritku
"Arinn.. kamu pake sepatu cewek kek sekali-sekali.. ini pake sepatu cowok teruss.." kembali mba Nana mengomentari selera fashionku
"Mbaa.. sepatu cewek itu gak efektif.. susah diajak lari, kalau kelamaan makenya bisa pegel terus juga sepatu yang mba sarankan semuanya terlalu cewek.." debatku
"Kenapa harus dipake lari.. emangnya kamu mau adu lari sama siapa?? Kan pake flatshoes bisa gak harus yang ada heelsnyaa.. terus juga wajar dong cewek pake sepatu cewek.." mba Nana balas mendebat
"Mendokusai" kembali aku bergumam pelan setelah menghembuskan napas ringan
"Gini aja deh mba.. pas pernikahan mba Rin janji bakalan pake dresscode yang mba inginkan.. jadi sebelum itu tolong jangan usik gaya berpakaian Rin ya.." ucapku dan akhirnya melangkah keluar rumah meninggalkan Mba Nana yang kembali mendumel
"Rin.. gapapa tuh si Nana dibiarin gitu aja?" tanya Kak Julian ketika kami sudah berada didalam mobil
"Santai aja.. udah biasa itu kok.." jawabku santai sambil memalingkan wajahku keluar
"Tapi kaka penasaran juga nih.. kamu ada gak sih sepatu yang terlihat seperti cewek??" tanya kak Julian ketika aku kembali terdiam
"Ada kok.. cuman jarang aku pake aja.. aku pakenya kalau Mba Nana udah terlalu berisik sama ada acara-acara khusus yang mewajibkan dresscode.." jawabku masih sibuk melihat jalanan yang tidak terlalu padat dipagi hari ini
"Ada yang menarik ya diluar sana??" tanyanya kembali ketika aku mengacuhkannya. Lagi.
"Gak ada sih.. cuman lagi males aja ngeliat wajah kakak..." jawabku santai
"Auchh.. sakit loh.. emang ada apa dengan wajah kaka??" tanyanya lagi dengan nada suara tersakiti
"Maaf.. bukan maksud nyakitin kakak.. cuman aku lagi mikir aja.. dan pikiran itu akan kabur kalau aku liat wajah kakak..." jawabku lagi namun kini aku berusaha menatap wajahnya, dan hal itu kembali terulang. Sudah sejak kemarin debaran jantung ini tidak berirama normal ketika melihat wajahnya apalagi senyumnya. Tadi malam aku bahkan sempet curiga kalau aku terkena aritmia, namun sepertinya hal tersebut adalah hal yang lain.
"Kok gituu... teruss kalau gitu kapan kamu bisa terbiasa sama kakak... kamu selalu memasang pertahanan maksimummu kalau sama kakak.. gimana kalau nanti kita udah serumah Rinn??" pertanyaannya itu mengusikku. Apa yang harus kulakukan kalau kami serumah nanti?? Dapatkah aku bersikap normal??
"Entahlahh.. kita liat saja nanti.." gumamku seakan menjawab pertanyaannya dan pertanyaanku sendiri.
Setelah melewati perjalanan yang sepi akhirnya kami tiba juga di studio. Kami berjalan memasuki studio setelah memarkir mobil terlebih dahulu. Didalam kami langsung disambut oleh Kak Rei, salah satu pemilik studio foto ini. Bisa dibilang kak Rei adalah teman satu SMA Mas Kiki dulu, sama seperti Mba Ika dan Mba Ina. Dengan bimbingan Kak Rei kami berjalan menuju salah satu studio dimana sudah ada Mba Ika dan Kak Rian menunggu kami.
"Heii.. kok baru datang Rin?? Kan janjinya jam 10.." tegur Mba Ika ketika kami sudah bertatap muka
"Maaf mba.. kena macet tadi..." jawabku memberi alasan klise
"Lu ngapain aja dulu.. mentang-mentang yaa.." ledek Kak Rei sambil menyenggol Kak Julian
"Macet tadi.. lupa ngambil tol gue..." jawab Kak Julian ringan
"Yaudah.. terus kalian mau konsep yang kayak gimana?? Si Ika udah bawa beberapa kostum dari butiknya.. mana tahu kalian mau tambahan kostum kan.." ucap Kak Rian sambil menyodorkan tabloid.
Kami berdua langsung melihat-lihat isi tabloid tersebut. Ternyata tabloid tersebut berisi konsep-konsep prewedding yang pernah dan lagi tenar. Ketika melihat-lihat ada beberapa pose yang membuatku tidak sanggup untuk melihatnya lebih lama. Terlalu memalukan.
"Kalian pilih 5 konsep foto.. setelah kalian pilih baru kita mulai sesi pemotretannya.." ucap Kak Rei sedikit jauh, ternyata dia sudah berada dibalik kameranya dan memastikan lighting.
"Banyak amat kak ampe 5??" tanyaku bingung
"Lahh.. itu normal kali.. Kiki aja ampe 7 konsep dia..." jawab Kak Rei acuh.
"Busehhh banyaknya lagiii.. Rin 3 konsep aja boleh gak??" tanyaku menawar
"5 itu udah pas Rin.. udah kamu pilih gih sana.." ucapnya tuntas, dengan terpaksa aku kembali memperhatikan isi tabloid tersebut.
Setelah berpikir dan berdebat selama kurang lebih 1 jam dengan Kak Julian, akhirnya terpilihlah 5 konsep dimana 3 konsep tidak kusukai. Setelah berunding kami memutuskan untuk menggunakan timeline yang dimulai dari kehidupan SMAku, yang dilanjutkan ke kehidupan perkuliahan, lalu naik tingkat ke kehidupan perkantoran, lalu ke moment lamaran ala-ala, dan diakhiri dengan konsep pernikahan ala-ala .Setelah disetujui oleh semua kru kami berdua digiring menuju ruang ganti pakaian dan dengan dibantu oleh Mba Ika aku mengganti bajuku untuk konsep pertama.
つずく
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Teen Fiction'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...