Suhu udara semakin mendingin membuatku semakin menggulungkan badanku didalam selimut untuk mencari kehangatan. Kubuka mataku untuk mencari selimut, namun yang kutemui bukanlah selimut melainkan sebuah dada bidang milik seseorang yang akhir-akhir ini mengisi hidupku. Melihat pemandangan indah begini di pagi hari mampu membuat jantungku bekerja sangat keras, seakan-akan aku habis jogging pagi. Demi kesehatan jantung, aku mencoba untuk lepas dari dekapannya namun mustahil. Dekapan itu tidak berkutik sedikit pun malah terkesan semakin kokoh.
Akhirnya aku menyerah dan semakin merapatkan diri kesana. Kehangatan yang kucari langsung kudapatkan didalam sana dan itu membuatku menghembuskan napas lega. Tak lama kemudian aku mendengar suara alarm yang selama ini membangunkanku untuk sholat subuh.
"Kakk... bangun.. subuh dulu yuk.." ajakku sambil menepuk-nepuk pelan pipinya.
"Lima menit lagi Rin.." ucapnya setengah mengigau dan semakin merapatkan pelukannya.
"Sholat dulu aja gimana.. abis itu bisa tidur lagi.. yuk.." ajakku kembali dan dia membuka matanya perlahan.
Sesaat kami saling menatap mata masing-masing. Ahh aku kembali jatuh cinta pada sorot matanya. Sorot itulah yang dulu sempat membuatku nyaman bersamanya, walaupun dia adalah sahabat Mas Kiki. Selain sorot matanya yang teduh namun memancarkan sesuatu yang membuatku tersedot kedalamnya, ternyata Kak Julian memiliki bulu mata yang cukup lentik, cukup untuk membuatku yang seorang perempuan menjadi iri. Cukup lama kami saling menatap wajah satu sama lain, namun hal ini tidak membuatku malu seperti sebelumnya, justru membuatku ingin terus memperhatikan wajahnya dan menemukan detail-detail lain.
"Sholat dulu yuk.." ajaknya setelah mencuri ciuman
"Gak harus nyium juga kalii kakk.." geramku dan akhirnya duduk di atas tempat tidur menunggu giliran mengambil wudhu.
Kami melaksanakan sholat subuh berjamaah didalam caravan tersebut. Selesai sholat aku melipat mukena parasutku dan memasukkannya kembali ke dalam ransel kecil yang selalu kubawa lalu beranjak kembali menuju tempat tidur mencari kehangatan.
"Rin.. kita ngobrol aja yuk.. daripada tidur lagi.. mumpung lagi bulan madu.." ucap Kak Julian ketika aku sudah berada dibawah selimut
"Bulan madu apaan.. " dumelku di balik selimut
"Lah.. jalan-jalan berdua itu termasuk bulan madu loh.. atau kamu mau bulan madu yang seperti apa??" godaannya berlanjut
"Bulan madu itu harusnya jalan-jalan keluar kota untuk waktu yang lama.. bukan cuman sehari dua hari.. kan biar puas kalau jalan-jalan.." ucapku setengah mendumel.
"Sini.. kita ngobrol tentang bulan madu yang kamu inginkan.." ucapnya menunjukkan gestur tubuh untuk aku mendekatinya.
Setelah saling tatap beberapa detik akhirnya aku menyerah dan menyeret tubuhku mendekatinya. Sebenarnya kami berada diatas kasur yang sama dan yang perlu kulakukan hanya duduk didepan Kak Julian yang sedang menyender di dinding. Setelah mengambil tempat di depannya aku duduk menyender pada dadanya yang bidang dan dia akan memelukku dari belakang.
"Jadi.. kamu mau bulan madu yang seperti apa?" tanyanya sambil menyandarkan kepalanya diatas kepalaku.
"Gak mesti muluk-muluk sih kak.. cuman yaa sekadar pergi main berdua ketempat yang bagus, mengambil waktu libur dari kegiatan kantor dan lainnya sehingga sedikit melupakan tentang kerasnya dunia, menikmati waktu bersantai.. cuman itu sihh.." jawabku ngawang
"Intinya sama dengan liburan kan?" tanya Kak Julian seperti ingin memastikan
"Yaa.. kurang lebihnya begitu.."
"Lalu apa bedanya dengan bulan madu?"
"Bedanya adalah kalau liburan bisa dilakukan dengan siapa aja.. bahkan gak jarang Rin liburan sendirian, jadi beda memori gitu loh.. bisa manja-manjaan tanpa harus berpikir tentang bagaimana balasan sikap dari pihak lain, bisa bersikap egois tanpa takut di marahi atau pun takut menyakiti.."
"Intinya liburan tanpa beban dan kamu bisa bersikap semaumu? Memangnya kalau dengan keluarga atau teman kamu gak bisa begitu?"
"Tidak bisa seratus persen.. pasti akan ada saat dimana ada pihak lainnya merasa terbebani dan hal itu akan sangat menyebalkan.."
"Tapi bukannya kalau dengan suami atau pun istri juga tidak bisa seratus persen egois Rin? Bagaimana kalau kamu menyakiti perasaan pasangan kamu hanya dengan bersikap egois?" pertanyaan itu menyentakku. Apa selama ini aku menyusahkan Kak Julian? Apa secara tidak sengaja aku mengeluarkan keinginanku yang tidak berguna itu? apa aku menyakiti perasaan Kak Julian?.
"Kalau begitu memang lebih baik sendirian saja.. dengan begitu tidak perlu takut untuk menyakiti pihak lainnya.." jawabu lemah masih dengan pikiran jelek lainnya
"Kakak gak bilang kalau kamu nyusahin kakak loh Rin.. justru kakak lagi nunggu kapan kamu bisa bersikap secara terbuka dengan kakak? Kapan kamu bisa bertindak tanpa berpikir? Apapun yang kamu lakukan kakak gak akan merasa disusahkan kok Rin.. jadi tenang aja yaa.." ucapnya sambil mengelus rambutku perlahan
"Kenapa diam aja Rin? Kamu tidur?" tanya Kak Julian ketika tidak ada yang bersuara setelah dia mengucapkan kalimat itu.
"Yasudah kalau kamu mau tidur lagi.." ucapnya lagi dan dia membaringkan badannya yang secara otomatis membuatku terbaring di atasnya.
Aku tidak tidur, justru aku jadi tidak bisa tidur setelah mendengar ucapannya tersebut. Apa aku yakin bisa bersikap semauku setelah menikah dengannya? Kenapa aku jadi ragu. Suara napas yang berubah teratur menandakan kalau Kak Julian sudah kembali tertidur. Aku mengambil kesempatan tersebut untuk turun dari tempat tidur dan mengambil hp, kerudung langsung serta jaket yang tersandar di atas tempat tidur tingkat diluar kamar. Kugunakan jaket tersebut dan berjalan keluar caravan sepelan mungkin agar tidak membangunkan Kak Julian.
Udara dingin yang langsung menerpa wajahku mampu menjernihkan pikiranku yang sejak tadi sedikit kalut. Ku pakai sepatuku dan berjalan sembarang arah di sekitar caravanku. Suhu udara dingin dan jalanan yang masih reman-remang tidak menyurutkan keinginanku untuk melangkah menjauhi caravanku. Aku berjalan sembarang arah mengikuti kemanapun kaki ini melangkah, hilir mudik entah kemana, yang penting aku bisa menghilangkan pikiran buruk ini dari otakku. Aku hirup udara yang masih bersih itu sebanyak yang aku bisa.
"Hahhh... udaranya seger banget.." ucapku setelah menghembuskan napas perlahan
Aku memperhatikan sekeliling sambil berjalan tanpa arah, banyak hal yang kutemukan yang tidak bisa kutemukan di Jakarta. Udara yang segar, suara binatang yang memang dekat dengan daerah ini, pohon-pohon tinggi menjulang, rerumputan yang banyak, bunga yang masih basah akibat embun pagi, dan suara-suara lainnya. Setelah berjalan cukup lama, aku menemukan sebuah bangku taman dan memutuskan untuk duduk sejenak dan kembali memperhatikan alam. Sejenak aku termenung kembali. Banyak pikiran negative yang mampir di otak yang membuatku kembali bersikap negative.
つずく
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Novela Juvenil'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...