Seminggu telah berlalu begitu saja sejak ceramah Arini mengiang ditelingaku. Berterima kasih dengan sarannya itu aku berusaha untuk tidak memikirkan alasan yang logis akan perubahan sikapku terhadap dunia. Arin yang dulu seakan menghilang sedikit demi sedikit. Masih tetap supel, masih tetap ceria, bahkan masih tetap meladeni lawakan-lawakan garing Fino, hanya saja yang berbeda adalah aku merasa lebih terbuka terhadap sekelilingku. Aku merasa aku menjadi lebih mengerti alasan kenapa aku merasa restless kalau dekat dengan kak Julian. Kalau kata trio gadungan itu aku menjadi lebih dewasa. Entahlah mereka yang menilaiku telah menjadi apa aku sekarang.
Sabtu ini adalah agenda aku memfinishing baju yang minggu lalu telah ku pilih. Untuk sabtu ini kak Julian tidak bisa menemaniku sejak pagi, jadilah aku berangkat menuju butik bersama Mba Nana yang kebetulan menginap di rumah sejak jum'at pagi. Aku berangkat dengan Mba Nana dan Mas Kiki yang kebetulan sedang off minggu ini. Selama perjalanan aku memperhatikan cara keduanya berinteraksi. Mereka berdua bukanlah tipe pasangan yang selalu mengumbar kemesraan kemana-mana, tapi hanya dengan melihat mereka bertukar kata dan pandangan, semua orang akan tahu kalau mereka saling mencintai. Setiap gerakan yang luput oleh Mas Kiki akan dilakukan oleh Mba Nana. Mereka benar-benar saling melengkapi satu sama lainnya. Apakah ini adalah efek samping dari saling mengenal bertahun-tahun lamanya? Lalu bagaimana kabarku yang baru mengenal kak Julian beberapa minggu ini? Aku kembali pada pikiran negatif itu.
Tak lama kemudian kami tiba di butik Mba Ika. Setelah bertemu dan bercakap-cakap sebentar dengan Mba Ika kami kembali digiring menuju ruang fitting. Mba Nana pertama yang melakukan finishing bajunya. Kenapa bajuku lebih cepat selesai dibanding baju Mba Nana? Karena aku memilih model baju jadi yang hanya dirubah beberapa saja, sedangkan mba Nana menginginkan baju khusus yang hanya untuk dia. Kalau aku sih lebih memilih yang simpel saja, nyewa baju contohnya. Sedangkan Mba Nana dia membeli bajunya. Lagi pula model baju kami berbeda, Mba Nana yang tidak mengenakan kerudung mendapatkan model yang lebih banyak terbukanya, sedangkan aku yang menggunakan kerudung lebih memilih model yang tertutup.
Selesai Mba Nana finishing dia menunjukkan pakaiannya dihadapan aku dan Mas Kiki. Mas Kiki sampai tidak sanggup berkata karena Mba Nana terlalu mengagumkan. Yaa mba Nana memang sudah cantik dari lahir jadi mau pakai baju seperti apapun akan terlihat menarik dan cantik. Setelah Mba Nana selesai dengan ketiga bajunya barulah kak Julian tiba di butik.
"Maaf lama Rin.. tadi ada rapat mendadak di kantor.. jadi harus hadir.." ucapnya meminta maaf ketika menemukanku duduk didepan sebuah fitting room dimana mba Nana sedang berganti baju
"Lama lu bro.. hampir aja Rin kesepian gara-gara lu gak dateng.." ledek Mas Kiki
"Iyaa maaf.. urusan kantor gak bisa ditinggal bro.. btw kamu udah finishing bajunya??" tanyanya padaku setelah menjawab ledekan Mas Kiki
"Belom.. ini baru Mba Nana yang selesai.. abis ini Mas Kiki baru aku.." jawabku setengah bosan. Ya aku bosan menunggu giliran.
"Kamu bosan??" tanyanya tiba-tiba sudah duduk disebelahku
"Lumayan.. lagian hp lagi mati paketnya.. belum sempat beli jadi gak bisa main deh.." jawabku sambil membolak-balik hp yang tidak berbunyi sama sekali
"Pantesan aku chat kamu di Line gak dibales-bales.. mati paket toh.." gumamnya mengerti
"Iya.. belum sempet beli paket.. tadi mau beli pas dijalan ehh ternyata pulsa juga abis.. jadi belum sempet ngisi deh.." curhatku sedih
"Aku isiin deh.. mana nomer kamu?" tawarnya
"Beneran?? Kalau gitu isiin pulsa smartfren aku ya yang 100k aja cukup kok.. nanti aku ganti"
"Kok smartfren? Kamu pake mifi??"
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Dla nastolatków'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...