"Rin.. maaf yaa.. kakak harus kembali bekerja hari ini.. padahl harusnya besok.. tapi ada panggilan mendadak kepala proyek.. maaf karena harus meninggalkan kamu di rumah sendirian.." ucapnya ketika kami baru siap sholat subuh berjamaah.
"Apaan sih kakk... lebay banget dehh... tinggal pulang lebih cepat aja buat nebusnya... Rin tunggu dirumah..." balasku sambil mengacak rambutnya pelan. Aku tahu aku sedikit kecewa karena tidak bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan Kak Julian, tapi bukannya dengan statusku yang sekarang aku bisa menghabiskan waktu lebih banyak nantinya.
"Kamu gak apa-apa kan kakak tinggal di rumah.. nanti siang asisten rumah tangga mama bakalan datang buat bantu kamu ngerapihin rumah.. tapi walaupun begitu kakak ingin makanan dirumah ini kamu yang nyiapin.. gimana?"
"Buat apaan sih kak pake asisten rumah tangga segala.. kan Rin bisa urus semaunyaa.."
"Kan kamu minggu depan udah mulai kerja lagi.. emangnya kamu sanggup beresin rumah plus kerja??" tantangnya yang membuatku berpikir dua kali.
"Iya juga sihh.. lagian Rin juga suka malas ngerapihin rumah.. hehehe makasih ya kak udah berusaha untuk mengurangi beban istri.." balasku sedikit menggodanya
"Jangan mulai menggoda kakak Rin.. kamu gak tahu betapa manisnya kamu ketika berbicara seperti itu..."
"Upss.. maaf kakk.. udahh sana kakak mandii.. biar Rin siapin sarapan.. nanti kejebak macet lohhh.." ucapku sebelum akhirnya kabur ke dapur di lantai bawah.
Selama menunggu Kak Julian bersiap, aku mulai mencari bahan-bahan yang bisa kuolah untuk sarapan hari ini. Berhubung aku lagi merasa rajin, aku memutuskan untuk memasak nasi goreng spesialku yang bahkan mendapatkan rating bagus dari Arini. Selama meracik masakanku, aku sedikit merasa deg-degan. Ini kali kedua aku memasak untuk orang lain selain Arini, bahkan di rumah bunda pun aku jarang memasak. Ditambah kali ini aku memasak untuk sarapan pertama kami berdua dirumah ini. Tekanan hidup yang cukup besar.
"Rin.. seharian ini apa rencana kamu?" tanya Kak Julian tiba-tiba ketika aku baru saja mematikan kompor
"Sejak kapan kakak ada disitu?" bukannya menjawab pertanyaannya, aku malah mengajukan pertanyaan lainnya.
"Sejak sepuluh menit yang lalu.. mengamatimu memasak lumayan mengasyikkan.." jawabnya setengah meledekku
"Ughhh.. kalau memang kakak sudah sejak tadi disini bilang kek.. kan Rin jadi gak memalukan diri sendiri.." keluhku mengingat apa saja yang kulakukan sembari memasak.
"Tidak perlu malu, kakak cuman denger kamu nyanyi lagu dengan bahasa aneh atau berbicara sendiri.. itu cukup mengasyikkan, sekali lagi kakak menemukan sifat lainmu.." ucapnya setelah mengambil piring berisi nasi goreng dari tanganku dan aku hanya bisa mengutuki kecerobohanku tersebut.
"Tidak apa Rin.. justru kakak ingin lebih tahu tentangmu.. jadii jangan sungkan untuk menunjukkannya pada kakak yaa.." godanya lagi dan kami mulai memakan sarapan itu.
"Hmm.. enak juga nasi goreng kamuu.. mungkin ini efek kamu ngomong sama nasi gorengnya kali yaa.." pujinya sekaligus meledekku
"Gak usah ngeledek kalau mau muji.. pilih salah satu.. mau muji atau ngeledek.." sungutku sedikit kesal. Kesal karena dia tahu kebiasaan burukku ketika memasak, yang bahkan sering di komentari oleh Arini.
"Kakak muji kok.. nasi gorengnya emang enak.. apalagi yang masakin istri tercinta kan.." goda Kak Julian
"Buruan abisin.. nanti kakak keburu telat.." ucapku menahan malu.
"Kakak berangkat dulu yaa Rin.. jaga rumah, kalau mau keluar kasih kabar jangan asal kabur ajaa.. okee.." ucapnya saat kami sudah berada didalam garasi, menunggu mesin mobil panas
"Okeyy kakk.. Hati-hati yaaa.." balasku dan Kak Julian melajukan mobilnya membelah keramaian ibukota.
"Okeeyy.. sekarang enaknya ngapain yaaaa..." gumamku sambil berjalan memasuki rumah itu.
Setibanya aku didalam, aku berjalan menuju dapur dan membersihkan sisa sarapan kami, lalu melangkah menuju kamar atas untuk mengambil hp yang sebelumnya kuletakkan diatas meja kecil. Sambil mengecek berita terbaru, aku melangkah menuruni tangga menuju ruang baca atau perpustakaan pribadiku. Aku menghabiskan waktuku membaca buku atau memainkan gameku disana.
Ting Tong Ting Tong
Bunyi bel rumah membangunkanku dari dunia imajinasi yang sedang kubaca. Aku melihat jam di dinding dan kaget melihat jam berapa sekarang. Cukup lama juga aku menghabiskan waktu di dalam duniaku itu. Perlahan aku berjalan menuju pintu rumah untuk melihat siapa yang membunyikan bel rumah.
"Assalamualaikum.." sahut seseorang di balik pintu itu
"Waalaikumsalam.." sahutku balik dan membuka pintu tersebut. Dibalik pintu tersebut aku melihat seorang wanita paruh baya.
"Siapa ya bu?" tanyaku sopan setelah mempersilahkannya duduk di kursi depan
"Saya Inam bu.. saya diminta Nak Julian untuk membantu di rumah ini.." jawab ibu itu sedikit kesusahan, mungkin ibu itu lelah berjalan kesini.
"Ohh.. ibu yang biasa bantuin mamanya Kak Julian yaa.. perkenalkan bu.. saya Arin istrinya Kak Julian.." ucapku memperkenalkan diri
"Owalah.. ini toh istrinya Nak Julian.. saya pikir siapa kok cantik sekali.." sahutnya yang membuatku tersenyum
"Mari masuk dulu bu.. istirahat saja dulu.. saya baru dengar pagi ini dari Kak Julian kalau ibu mau datang.. tapi saya tidak tahu lebih jelasnya.."
"Panggil saja saya Bi In.. keluarga Nak Julian sering memanggil saya dengan panggilan itu, lagi pula saya sudah bekerja dengan keluarga Nak Julian sejak dia masih balita.. jadi saya sudah mengganggapnya anak saya sendiri.. dan Nak Arin pun sudah saya anggap anak sendiri, jadi tidak perlu sungkan ya nak.." ucap Bi In pelan.
"Baiklah kalau begitu bi.. bibi silahkan melakukan yang perlu dilakukan, kalau perlu bantuan panggil aja Rin ya bi.." balasku dan meninggalkan Bi Inam yang mulai melaksanakan tugasnya.
つずく
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Fiksi Remaja'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...