Nahhhh.. akhirnya up epilog dehhh...
latarnya 8 tahun kemudian yaaaa...
---------
8 tahun kemudian.
"Mamaaa... ayokk buruaannn.." seru Haidar, Zahra Syamia Haidar.
"Sabar dong Dar.. mama kan lagi megang makanan.. kalau mau cepet tuh dibantuinn.." balas Abbas, Muhammad Ibnu Abbas.
"Apaan sih Bas.. kayak kamu bantuin mama ajaa..." sungut Haidar
"Udah-udah.. kenapa kalian malah berantem sihh.. sini duduk.. kita makan dulu baru abis itu berangkat.." ucapku menengahi pertengkaran antar dua saudara kembar ini.
Yaa mereka adalah anak kembarku yang kulahirkan 8 tahun silam dengan mempertaruhkan nyawaku. Muhammad Ibnu Abbas dan Zahra Syamia Haidar, kembar laki-laki-perempuan atau biasa di sebut kembar pengantin. Kini kami sedang bersiap untuk pergi berlibur ke salah daerah favoritku, Bandung.
"Maa... kapan kita berangkat??" tanya Haidar di sela-sela makan
"Habiskan dulu makanan mu, baru kita berangkat.. semakin lama kalian makan, semakin lama kita berangkat.. dan kalian tahu kan akibatnyaa.. macet di jalan.." jawabku yang langsung membuat mereka lahap memakan sarapannya.
"Mama gak makan??" tanya Kak Julian ketika melihat kedua anaknya makan dengan lahap
"Mama udah makan kok Pa.. papa makanlah.." jawabku. Yaa kami mengganti panggilan untuk kami setelah mereka lahir, salah satu alasannya adalah untuk membiasakan mereka memanggil kami dengan sebutan Mama-Papa.
Sehabisnya mereka makan, mereka langsung mengantarkan piring-piring kotor tersebut dan mencuci piring masing-masing. Salah satu didikan yang kuajarkan pada mereka agar mereka disiplin terhadap diri sendiri. Selesai membersihkan sisa makan masing-masing, mereka langsung berlari menuju kamar di lantai dua dan mengambil perlengkapan masing-masing.
Ketika melihat mereka yang sudah bisa berlari tanpa terjatuh, makan dan merapihkan bekas makan sendiri, membuatku terjebak suasana sendu. Tidak terasa sudah 8 tahun aku merawat dan membesarkan mereka. Jika melihat kebelakang, semua kerja keras dan tangisan itu terasa setimpal dengan kebahagiaan dan kesehatan mereka. Mereka tumbuh menjadi pribadi yang baik dan menyenangkan, mudah bergaul dan ceria. Walaupun tetap ada perbedaan mendasar, tapi hal tersebut tidak menyangkal kedekatan mereka.
"Haidar... Abbas... udah siap??" seruku dari arah garasi dimana Kak Julian sudah mulai memanaskan mesin mobil.
"Siappp Maaa..." seru mereka balik dan aku mulai melihat mereka berlari menuju garasi.
"Tidak ada yang ketinggalan lagi??" tanyaku pada mereka yang bergerak menaiki mobil keluarga yang baru dibeli Kak Julian.
"Tidak Maa..." sahut mereka berbarengan
"Haidar... kalungnya jangan lupa dan jangan sampai ilang yaaa..." peringatku ketika melihat rantai tipis yang melingkari leher anak perempuanku itu.
"Tenang Maa.. kalung ini akan Dar jaga..." jawabnya dengan senyuman yang manis sekali.
"Abbas juga bakalan bantuin jaga itu kok.." sahut Abbas tidak mau kalah.
"Kenapa kalian pengen banget sih jagain kalung ituu.. kan gak ada salahnya juga kalau kalung itu ilang.." ucap Kak Julian menggoda mereka
"Bukan kalungnya yang penting Pa.. tapi cincin yang tergantung disana yang penting... kalau Dar udah gede pasti Dar pasang di jari manis, tapi kan Dar masih kecil.. jadi kata mama di jadiin kalung dulu ajaa.." balas Haidar panjang lebar
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Novela Juvenil'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...