Tak terasa tinggal 2 minggu lagi hingga hari pernikahanku. Walaupun aku sudah mempersiapkan hati untuk itu, namun tetap saja aku merasa sangat gugup. Untung saja kesibukanku seminggu pertama sangat menyita perhatianku sehingga aku tidak perlu memikirkan apa pun terkait acara tersebut. Seminggu ini benar-benar ku fokuskan untuk pekerjaanku sebelum akhirnya aku mengambil jadwal cuti yang belum pernah kuambil ditahun ini.
Untung juga Mba Ika dan Mba Ina mau membantuku mempersiapkan kesiapan acara tanpa harus merepotkan ku ataupun Kak Julian. Ngomong-ngomong soal Kak Julian, semingguan ini aku tidak terlalu sering mendengar kabarnya, kabar terakhir yang kudengar adalah dia sibuk mengurusi tender yang baru di terimanya minggu lalu. Memang dia masih menyempatkan diri untuk memberi kabar yang langsung kutanggapi, tapi setelah itu kami tidak mengirim kabar apapun.
Setelah senin sampai kamis aku memutar otak bagaimana menyelesaikan proyek ini atau pun menyelesaikan bagian ku sehingga ketika aku cuti nanti aku tidak akan kerepotan dengan tugas yang kutinggalkan, hari jumat aku berhasil mendapatkan cuti yang kuinginkan.
"Cieee yang abis dapet jadwal cutii.." ledek Fino ketika aku kembali ke mejaku
"Yaa gitu dehh.." ucapku santai
"Cuti dari kapan emang? Ampe kapan?" tanya Riko yang saat ini sedang berada di kubikel Fino. Mereka sedang mengerjakan tugas bagian mereka.
"Dari senin besok.. Alhamdulillah dapet cuti 2 minggu.." jawabku dan menyender di kubikel Fino
"Wuihh.. minggu depan udah jadi istri orang aja.. diantara kita berlima ternyata malah lu duluan yang nikah yaa.. lu kapan nyusul Ko? Kasian tuhh Arini di gantungin mulu.." ucap Fino sambil memainkan pulpen ditangannya
"Yaa.. gue juga kan gak ada kepikiran kesana.. tiba-tiba aja muncul rezeki.. kalau ditolak malah dosa kan.." jawabku sambil cengengesan
"Yee.. dasar wanitaa.. pengennya yang pasti-pasti yaa.." ucap Riko yang langsung berdiri dari kursinya
"Kemana lu??" tanya Fino yang bingung dengan temannya tersebut
"Pantry.. mau ngopi gue.. ikut?" ajaknya yang langsung kami setujui. Kami butuh break dari laporan dan tugas yang ada di depan mata ini.
"Kalian mau kemana?" tanya Qori yang sepertinya baru kembali dari kamar mandi
"Ngopi.." jawab Fino dan Riko berbarengan.
Sesampainya di pantry mereka bertiga, Qori akhirnya ikut nimbrung, langsung menyeduh kopi favorite mereka dan duduk di meja bundar. Aku langsung bergabung begitu selesai menyeduh green tea sasetan yang kusimpan di lemari pantry.
"Jadi gimana persiapan acara lu Rin?" tanya Qori ketika aku sibuk memperhatikan langit biru yang terlihat.
"Alhamdulillah udah hampir selesai.. tinggal persiapan pribadi aja lagi.. makanya gue ngambil cuti seminggu sebelum acara dan semingu setelah acara.." jawabku sambil sesekali meminum green tea ku
"Kok cuman ngambil 2 minggu? Kenapa gak ngambil sebulan aja? Emangnya kalian mau bulan madu dimana?" tanya Fino
"Karena masih ada tanggung jawab gue di kantor ini.. kalau ngambil sebulan bisa-bisa proyeknya gak jalan.. walaupun Riko yang jadi pemimpin proyek kali ini, gue kan tetap anggota kelompok ini.." jawabku santai
"Berarti lu gak bulan madu dulu dong?" sambung Qori
"Kayaknya gak mi.. soalnya Kak Julian juga ntah bisa ngambil cuti ntah tidak.." jawabku
"Stop calling me mami Rin.. berapa kali sih harus gue bilang.." gerutunya dan aku hanya menanggapinya dengan tawa ringan.
Suasana santai dan ringan tersebut berlanjut hingga jam selesai kantor.
"Rin.. kakak tunggu di lobi ya.." begitu isi pesan dari Kak Julian bertepatan dengan aku yang memasuki lift bersama Fino. Riko menyusul Arini di lantainya, sedangkan Qori memilih untuk tinggal sebentar menunggu magrib.
"Hai kak.. maaf lama nunggu.." ucapku begitu berdiri didepannya.
"Tak apa.. sebaiknya kita segera pulang sebelum terlalu macet.. bye Fin.." ucapnya dan kami meninggalkan gedung.
"Gimana? Kamu dapat cuti?" tanya Kak Julian beberapa saat kemudian
"Alhamdulillah dapat.." jawabku menikmati pemandangan diluar mobil
"Berapa hari?"
"2 minggu dimulai dari senin besok.."
"Kok cepet banget? Kenapa gak minta sebulan aja?"
"Karena masih ada proyek yang harus Rin urus.. kakak sendiri dapet cuti?" tanyaku
"Cuman dapat 3 hari setelah acara.. proyek dikantor lagi banyak banget.. maaf ya gak bisa langsung bulan madu.." ucapnya meminta maaf
"Santai aja kak.. lagian bulan madu bisa kapan-kapan.." ucapku menyembunyikan maksudku. Kalau tidak bisa bulan madu secepatnya berarti kemungkinanku untuk hamil sangat kecil. Bukan apa-apa hanya saja aku malas kalau disuruh berhenti kerja hanya karena alasan seperti itu.
"Perjanjian kita yang kemarin masih berlaku ya Rin.. begitu kamu hamil kamu langsung berhenti dari kerjaan kamu.." ucapnya dengan nada serius begitu tiba di depan kontrakan
"Rin pikirkan dulu ya kak.." jawabku sebelum akhirnya turun dan masuk ke dalam kontrakan.
Selama seminggu ini Kak Julian memang jarang menghubungiku karena masalah kesibukan masing-masing, tapi setiap kami berhubungan dia tidak pernah lupa untuk menyinggung masalah itu. Bukannya aku tidak setuju untuk berhenti kerja ketika menjadi ibu, tetapi yang tidak ku setujui adalah sikap Kak Julian yang cenderung memaksa, masa iya baru ketahuan positif hamil aja langsung di suruh berhenti. Yang benar saja.
###
Sabtu dan minggu kuhabiskan seluruhnya di rumah menyiapkan persiapan untuk hari H minggu depan. Mulai dari fitting baju, make up, hingga persiapan kamar pengantin di rumah baru nanti. Persiapan itu terdiri dari membeli perlengkapan-perlengkapan rumah tangga yang belum terbeli sebelumnya. Ketika senin tiba, rumah masih belum rapih sepenuhnya dan aku berinisiatif untuk pergi sendiri membeli perlengkapan yang kecil-kecil terlebih dahulu. Namun niat tersebut terhenti ketika Kak Julian mengirimkan Kak Rian untuk menemanimu ke supermarket. Selama berbelanja Kak Rian lebih banyak hanya menemaniku dan membawakan barang-barangku, hal tersebut membuatku geli dan sesekali menertawakan sikap canggungnya ketika membawa banyak barang tersebut.
Hari selasa aku kembali mengunjungi Mba Ina di kantornya untuk pemantapan acara. Hari rabu aku mengunjungi salon pengantin bersama dengan Mba Nana dan bunda. Hari kamis aku bersama Mas Kiki mengunjungi hotel tempat acara besok dilaksanakan untuk memesan kamar dan merapihkan kamar pengantin di hotel ini.
"Mas.. kamar yang di hotel ini juga dihias?" tanyaku pada Mas Kiki yang sibuk memilih dekorasi kamar pengantin di hotel ini
"Iya dong.. harus.. biar moodnya ada..." jawabnya dengan nada iseng yang kutahu apa arti dibalik nada itu.
"Gak usah ajalahh.. ngapain sihh.. bahkan kalau perlu kami gak usah sekamar aja.." ucapku meledek berusaha untuk menghilangkan pikiran aneh yang mulai bersarang di otakku.
"Hayooo.. mikirin apaan tuhhh..." ledek Mas Kiki dengan cengiran lebar di bibirnya yang ingin rasanya ku tepok, tapi sayang aku masih takut dosa. Hehehe.
Selesai dengan memesan kamar, 3 kamar tamu dan 1 kamar utama lengkap dengan hiasan khas kamar pengantin tersebut, aku dan Mas Kiki berkendara pulang. Hari jumatnya suasana rumah semakin sibuk dan satu persatu temanku datang kerumah untuk memberiku selamat sekaligus mengadakan shower bridal yang sangat sederhana. Biasanya teman-teman calon pengantin wanita akan mengadakan acara shower bridal seminggu sebelum acara dan mereka melakukannya secara bergantian antara lingkungan pertemanan yang satu dengan yang lainnya. Namun aku paling malas untuk menghadiri acara semacam itu, sehingga aku mengundang semua teman-temanku yang ingin mengadakan acara shower bridal dan melaksanakannya di rumahku selama seharian penuh. Mungkin lebih mirip pesta bujang. Selain itu juga Mba Ina mendatangkan artis henna yang akan menghias tangan dan kakiku untuk acara besok.
つずく
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Teen Fiction'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...