[1] First

5.3K 181 22
                                    

Aku, aku adalah Tania Nadelia. Biasanya orang-orang terdekatku memanggilku Tania ataupun Nadnad. Ya terserah mereka sajalah.

Aku adalah cucu pemilik sekolah, tepatnya SMA Nadelia. Kenapa namanya persis seperti nama aku? Karena Kakek membangun sekolah ini untukku, karena aku adalah cucu kesayangannya, katanya.

Walaupun sekolah ini milikku, namun aku masih belum diperbolehkan untuk mengutak-atik kekuasaan yang ada sekolah ini. Dan, tak banyak juga siswa atau siswi lain yang tau juga mengenai siapa cucu pemilik sekolah ini, yang nantinya akan memimpin.

Yang mengetahui soal itu hanya sahabatku, Prestana Vika Wijaya dan Delila Ananda, mereka adalah sahabatku. Sahabat yang menerimaku apa adanya, bukan ada apanya. Akupun sudah berteman dengan mereka sebelum mereka mengetahui kalau aku ini adalah cucu pemilik sekolah.

Cukup basa-basinya. Kini aku sedang berjalan menuju kelasku di lantai 1, kelas 10 IPS 2.

"Tania!" teriak seseorang secaea tiba-tiba memanggil namaku. Sontak aku segera mencari di mana orang itu berada.

Di kanan? Tidak ada.

Di kiri? Tidak ada.

Di depan? Apa lagi.

Di belakang? Tidak ada juga.

Di Atas? Tidak- Oh my!

"Galang?" gumamku ketika melihat Galang, si kapten basket andalan sekolah memanggilku.

Kemudian dia berlari menuju ke bawah. "Ada apa?" tanyaku ketika dia sudah berdiri di hadapanku.

"Aku mau kasih kamu ini. Terima ya!" dia memberikanku sepucuk surat, lalu pergi be gitu saja.

"Dasar nggak jelas!" gerutuku.

Kalau biasanya kapten basket itu ganteng, menurutku, dia biasa aja.

Setelah menerima surat dari Galang, aku melanjutkan perjalananku menuju kelas. Dan seperti biasa, pagiku selalu disapa cengiran nggak jelas dari Prestana Vika Wijaya atau yang biasa aku panggil 'Setan'.

"Kenapa, Tan?" tanyaku pada Vika. Dia menggeleng, sesaat matanya tertuju pada surat yang aku pegang. "Surat dari siapa?" tanyanya seraya merebut cepat surat itu dari tanganku.

"Wah, wah, wah!" Ucapnya geleng-geleng kepala setelah membaca surat ditangannya. Aku mengedikkan bahuku tanda tak peduli seraya berjalan ke arah mejaku yang sudah diisi Delila yang asyik mengerjakan tugas.

"Pr apaan?" tanyaku yang melongo ke arah meja Delila. "Matematika." Jawabnya singkat. Mendengar kata 'matematika' membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat.

Rasanya, keringat dingin sudah mulai membasahi beberapa bagian tubuhku, dan sontak aku berusaha merebut buku Vika dari tangan Delila, namun ia menahannya, "antri dong!"

"Gue juga mau-" ucapanku terpotong ketika ada seseorang yang menjulurkan sebuah buku yang bertuliskan 'buku latihan matematika' ke hadapanku.

Galang, orang yang memberiku buku dengan cara yang mengejutkanku. Namun aku segera sadar dari keterkejutanku.

"Nggak usah! Makasih, gue pakai bukunya si Setan aja." Jawabku cuek. "Gue nggak terima dicontekin buat yang kedua kalinya." Ucap Vika tiba-tiba.

Anjir!

"Oke! Gue pinjam buku lo. Tapi kalo Pak Semang ngomelin gue karena ada yang salah, gue nyalahin lo ya?!" dia mengangguk. What! Ini cowok kenapa lagi? Gila kali ya?

"Ambil aja! Pelajaran Pak Semang di kelas gue adanya besok." Jawabnya singkat lalu pergi.

Galang, si kapten tim basket putra, anak kelas 10 IPS 3. Dia kelas 10 pertama yang bisa jadi ketua, keren kan. Kata anak-anak dia ganteng juga pintar. Tapi buat aku? Apa pedulinya aku sama dia. (?)

"Akhirnya kelar!" Aku bernapas lega. "Udah? Kayaknya lo harus baca kertas yang tadi dia kasih deh." Vika memberiku kertas yang tadi ia rebut. Lalu kubuka kertas itu.

Kertas yang bertuliskan,

Selamat Pagi, Tania.
Maaf kalo soal ini gue gak berani ngomong langsung.
Gue suka sama lo.
Terus gue tau kalo hari ini lo belom ngerjain prnya Pak Semang, udah gue kerjain padahal Pak Semang belom nyuruh kelas gue buat ngerjain itu, tapi gue kerjain buat lo.

Dan asal lo tau, kalo lo nerima buku yang gue kasih, artinya lo juga suka sama gue.
Kalo lo ngerjain pr lo pake jawaban dari gue, artinya kita udah jadian.

Selamat ya❤

Apaan sih ini orang! Tau gitu, aku gak ngerjain pr pakai jawaban dari dia. Nyesel ih!

"Eh Setan! Kenapa lo nggak bilangin gue. Tau gitu, mending gue diomelin sama Pak Semang dari pada gue harus jadian sama dia!" omelku dengan sedikit berteriak membuat Vika terkekeh.

"Udahlah terima aja ya jadi Ny. Perdana." Ucapnya mengganti nama belakangku menjadi nama belakang si Galang seraya tertawa.

Hati ini masih saja kesal karena tidak terima, namun beruntungnya jam istirahat berbunyi lebih cepat. Dengan segera aku menghampiri kelas Galang yang terletak di samping kelasku.

Sesampainya aku di sana, aku menggebrak meja Galang. Galang hanya tersenyum simpul seraya memberi kode pada temannya agar pergi ke kantin mendahuluinya.

"Kenapa?"

"Nih buku lo!" teriakku di wajahnya, tiba-tiba aku gugup. Ada apa ini? Tadinya kan aku mau marahin dia, kenapa jadi begini?

"Bilang makasih dong." Dia tersenyum menggoda membuatku semakin kesal dibuatnya.

"Makasih." Ucapku singkat dengan sedikit terpaksa. "Nah, gitu dong! Jadi pacar yang baik harus berani bilang makasih tanpa gengsi." Ucapnya seraya merangkul bahuku.

"Eh?"

Pura-Pura MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang