[41] Ketikung? Pacar baru?

666 34 2
                                    

"Tan, gue sama Arbani ikut ke makam Arvan ya. Ada yang mau gue bicarakan sama dia." Ucap Aklea bersemangat. Aku hanya mengangguk seraya melanjutkan kegiatan memasukkan buku-bukuku ke dalam tas.

Kami berempat berjalan menuju pemakaman tempat di mana Arvan di makamkan dengan mobil Zidan.

Setelah sampai, aku berjalan di depan teman-temanku. Lalu aku tersenyum di samping makam Arvan dengan bunga mawar yang kubeli sebelum masuk ke pemakaman.

Sebelum memulai percakapan yang tak mungkin Arvan dengar, kami lebih dahulu berdoa agar dia diterima dengan baik di sisi-Nya.

"Hai, Van, ini aku bawakan bunga buat kamu." Ucapku seraya meletakkan bunga itu di atas makam Arvan.

Aklea memberiku kode, karena dia akan berbicara dengan Arvan. "Van, maaf ya, gue baca surat lo duluan daripada Tania. Gue udah tau isi suratnya, tapi malah gue duluan yang jadian sama sahabat lo.

Sorry ya Van, please jangan menghantui gue. Gue sebelumnya gak tau kalau Tania sempat suka sama Arbani, dan gue juga gak bisa putusin Arbani gitu aja. Gue sayang sama dia." Ucap Aklea pada nisan Arvan.

"Gak masalah, Kle, kalo lo bahagia sama Arbani, kenapa gue harus sedih? Gue bisa lebih bahagia kok." Ujarku pelan, karena rasanya tenggorokan ini terlalu sulit untuk mengeluarkan kata-kata lebih banyak.

Aklea mengusap pelan pundakku, "sorry ya, Tan. Sebelum ini gue gak bermaksud-"

"Nope, Kle. Lagian gue juga bisa sama Zidan kok, iya kan, Dan?" tanyaku seraya menoleh ke arahnya yang tiba-tiba menegang.

"Lo kenapa, Dan?" tanya Aklea pada Zidan yang ada di sebelahku.

"Wajahnya memerah." Ucap Arbani tiba-tiba, membuatku langsung menengok ke arah Zidan.

"Dan, are you ok?" tanyaku penasaran, dia mengangguk ragu.

"Hm, Tania, saya sama Aklea pamit pulang duluan ya." Pamit Arbani yang ku angguki. Kemudian mereka berjalan pergi dari pemakaman.

Aku masih terdiam seraya menatap nisan Arvan, aku rindu padanya.

"Dan, lo kalo mau pulang, pulang duluan aja. Nanti gue bisa pulang sendiri." Ucapku pada Zidan yang sedari tadi berdiri lalu kembali jongkok, dan itu dilakukan berulang kali.

"Eh, enggak kok. Gue cuman kesorean aja, gue mau antar Umi gue ke rumah Eyang soalnya." Jawab Zidan. Aku ikut berdiri, "yaudah, pulang duluan aja."

"Tan, kalo lo pergi sama gue, lo pulang juga harus sama gue. Em, lo udahan? Ikut gue ke rumah yuk! Nanti gue antar pulang." Ajaknya seraya menarik tanganku, dan aku belum sempat berpamitan dengan Arvan.

Sebelum kami sampai ke mobil Zidan, kami berhenti sejenak, memperhatikan tiga orang yang tengah bertengkar di pintu masuk pemakaman.

"Zidan, ke sana dulu yuk!" ajakku.

"Loh, Aklea, Bani? Tadi katanya mau pulang, kok masih di sini?" tanyaku bingung. Kulihat wajah Aklea yang sudah pucat pasi.

"Ada apa ini?" tanyaku lagi. Tiba-tiba Aklea berlari memelukku, "gue bingung, Tan."

"Bingung kenapa?"

"Gue-"

"Aklea, ayo ikut saya pulang!" Tiba-tiba Arbani menarik Aklea pergi meninggalkan aku dan Zidan yang tengah bertatapan bingung dengan Jordan, adik kelasku.

"Ada apa sih?" tanyaku pada Jordan yang menunduk. "Gak ada apa-apa, Kak. Gue balik dulu ya." Ucapnya, lalu pergi. Begitu juga dengan Zidan yang langsung menarikku menuju mobilnya.

◽◽◽

"Assalamualaikum, Umi. Zidan pulang." Teriak Zidan yang berjalan masuk ke rumahnya, aku mengekorinya sampai ke dalam rumahnya.

"Wa ‘alaikumsalam, eh ada tamu." Jawab Umi Zidan.

"Kamu siapanya Zidan?" tanya Uminya Zidan tiba-tiba. "Saya Tania, teman sekelasnya Zidan, Tante." Jawabku gugup.

"Oh, yaudah. Zidan, kamu antar teman kamu pulang dulu aja. Kita ke rumah Eyangnya nanti malam saja." Ucap Uminya Zidan cuek. Lalu Zidan mengajakku keluar dari rumahnya.

"Maafin Umi gue ya, Tan." Ucapnya. Aku tersenyum, "Nope, Dan. Paling juga Umi lo ngerasa baru aja sama gue." Jawabku.

"Em, Tania," panggil Zidan sesaat sebelum aku masuk ke dalam mobilnya. "Iya?"

"Lo mau gak jadi kekasih gue?"

💦💦💦

Tbc

26 Feb '18

Pura-Pura MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang