[39] Surat dari Arvan

626 36 1
                                    

Setelah Arbani pergi meninggalkanku yang mengigil kedinginan, Juan datang dan langsung memakaikan jaketnya untukku. Kemudian menggendongku menuju mobil yang dikemudikan Zidan.

"Gue tau lo sedih, tapi orang-orang terdekat lo bakal lebih sedih kalo lihat lo kayak gini." Ucap Zidan tiba-tiba, ketika sedang lampu merah.

"Iya, Tan. Jangan kayak gini lagi." Juan membenarkan ucapan Zidan membuatku tersenyum karena pada akhirnya aku bisa membalas perasaan Arvan.

Sesampainya aku di rumah, aku langsung bergegas berganti baju lalu membuka surat yang Arbani berikan padaku.

Arvan? Meninggal sejak dua tahun yang lalu? Jadi, selama ini aku pacaran sama hantu?

Kubuka surat dengan lembaran kertas yang mulai berdebu. Kulihat tulisan khas anak lelaki yang masih SMP. Tulisan yang masih sangat bisa dibilang kayak 'ceker ayam'.

Tania, kamu ingat gak kalau kita pernah satu taman bermain?

Ini aku, Tan, Arvan.
Kamu pasti lupa ya karena setelah lulus  dari taman bermain, aku di ajak orang tuaku untuk pindah ke Lampung.
Tapi waktu kelas 4 SD, aku berhasil membujuk orang tuaku untuk kembali ke Jakarta.
Dan mulai sejak itu aku baru bisa mengawasimu sampai sekarang ini.

Aku buat surat ini sebagai tanda cinta dan rindu aku untukmu.
Walau ku pikir ini hanya cinta monyet.
Tapi ku rasa, mana ada cinta monyet yang terus-terusan berlangsung?

Tania, ingin sekali aku menyatakan langsung perasaan yang sudah kupendam selama ini padamu.
Tapi aku tak kuasa menahan malu jika bertemu denganmu.
Aku hanya bisa menjagamu dari kejauhan.
Aku benar-benar menyukaimu.

Tak hanya sampai disitu, ada lagi tulisan di bawahnya, namun lebih rapi dari yang di atas. Dan tinta merah membedakan kedua tulisan itu.

Ini tulisan yang aku tulis lagi sebelum aku memutus urat nadiku dua hari lagi.
Tania, aku bahagia bisa bersama denganmu. Walau aku tau, kamu pasti tersiksa.
Sekarang, kamu sudah bebas.
Kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau tanpa larangan-larangan dariku.

Kamu wanita yang istimewa Tania. Walau kamu pernah disakiti, namun itu bukan jadi alasanmu untuk menjadi lemah.

Tania sayang, setelah kepergianku nanti, aku harap kamu jangan berlarut-larut dalam kesedihan.
Aku mau lihat kamu bahagia tanpaku.

Aku tau kalau kamu sebenarnya suka sama sahabatku, Arbani.
Dua hari lagi, kamu akan bebas untuk menyukainya.
Aku merestui hubungan kalian setelah pergi nanti.
Dan aku harap, kalian bisa bahagia bersama.

Pesanku untukmu Tania,
jadilah wanita yang kuat, jangan rendahkan dirimu di hadapan orang lain. Namun, tetaplah rendah hati.
Aku sudah tak dapat menjagamu secara langsung lagi.
Dua hari lagi, aku hanya bisa melihatmu dari atas sana.

Jangan tangisi kepergianku.
Dan tolong lupakan aku.

Aku akan selalu mencinta dan menyayangimu.

Salam dari Kekasihmu,
Arvan.


Setelah membaca surat dari Arvan, aku lebih memilih untuk tidur dan mencoba mengistirahatkan otak dan mataku yang lelah.

◽◽◽

Sepertinya aku tidur terlalu lama, tubuhku rasanya pegal sekali.
Namun, mataku, mataku tak bisa terbuka. Gelap! Bagaimana ini?!

"Bunda! Ayah!" teriakku panik.

Ah! Aku benci kegelapan.

"Ada apa, Tania?" tanya Ayah panik.

"Mataku tak bisa dibuka." Jawabku tak kalah paniknya.

Kudengar derap langkah kaki mereka mendekat terburu-buru. "Coba pelan-pelan." Ucap Ayah menuntunku.

"Tetap, gak bisa!"

💦💦💦

Tbc

25 Feb '18

Pura-Pura MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang