[20] Third

855 46 2
                                    

Setelah kejadian kemarin, kejadian di mana Galang mengaku-ngaku menjadi pacarku. Aku benar-benar merasa bersalah pada Kak Ferdinan yang sepertinya salah paham.

Dan jadilah kini aku ditemani dua sahabatku yang setia menemaniku.

Sampai pada akhirnya Juan datang, "Eh, Tania udah ada temennya?"

Aku mengangguk seraya tersenyum, "Iya nih, tapi kalo kamu mau di sini ya gak apa-apa. Lagian kalo rame kan enak." Juan mengangguk lalu berjalan menuju kasur yang tengah kutempati.

Bukannya mengarah padaku, Juan malah mendekat pada Delila seraya mengusap pelan kepalanya. "Dia ... cantik."

"Juan, nanti Delila bangun!" pekikku memperingatkan. Lalu dia menyudahi kegiatannya barusan.

"Eh, Kak Juan." Ucap Delila yang baru saja bangun.

"Maaf kalau aku ganggu." Katanya salah tingkah. "Enggak, Kak. Niatnya aku sama Vika mau pulang kalo Tania sudah ada yang menemani."

"Kalian di sini aja. Gak apa-apa." Jawab Juan yang mulai salah tingkah.

Tiba-tiba pintu kamar rawatku terbuka, menampakkan seseorang ...

Kak Ferdinan!

"Ah- sorry." Ucapnya langsung menutup pintunya lagi. "Eh Kak Ferdinan! Juan, kejar orang itu, suruh dia masuk!" Juan mengangguk dan segera berlari mengejar Kak Ferdinan.

Tak lama kemudian Juan kembali ke dalam kamar rawatku dengan Kak Ferdinan di belakangnya.

"Ah, tadi kupikir, aku mengganggu." Ucap Kak Ferdinan gugup seraya menggaruk tengkuknya.

"Enggak kok, Kak. Ada apa Kakak ke sini?" tanyaku. Dia berjalan mendekat ke arah ranjangku.

"Aku kerja di sini. Dan kebetulan aku dapat sif siang, sekalian jenguk kamu," aku mengangguk mendengar penjelasannya.

"Dan, aku ke sini juga ingin membicarakan sesuatu denganmu. Berdua." Ucapan Kak Ferdinan bagai sihir, bagaimana tidak? Semua orang yang ada di kamar rawatku langsung keluar, termasuk Vika yang tadi tengah tertidur pulas.

"Ada apa, Kak?"

"Em, aku mau melindungi kamu." Ucapnya takut-takut membuatku tertawa kecil. "Silakan."

"Tapi aku mau punya hubungan lebih."

"Maksudnya?"

"Aku mau kita pacaran."

"Tapi aku gak ada rasa apa-apa sama Kakak."

Wajahnya muram setelah mendengar perkataanku. Apakah terlalu kasar? Sepertinya tidak. Ah, aku ini, berlebihan.

"Bukankah rasa itu akan ada setelah kita jalani bersama-sama? Jadi, mari kita coba."

Aku tak sanggup melihat orang lain terluka karenaku. Biar saja kalaupun aku yang disakiti orang lain, asal jangan mereka yang tersakiti karenaku.

"Baiklah."

"Tapi kalau kamu masih tak bisa juga, kamu boleh menyudahinya. Beri aku kesempatan satu bulan untuk membuatmu menyukaiku."
Aku mengangguk mendengar perkataannya.

◾◾◾

3 Minggu kemudian..

"Nadnad?" panggil seseorang dari belakangku.

Kini, aku tengah duduk disalah satu bangku taman rumah sakit tempat Kak Ferdinan bekerja, atau lebih tepatnya rumah sakit milik keluargaku.

Aku menoleh ke belakang, "iya, Kak?"

"Ini aku ada cokelat buat kamu." Ucapnya seraya menyodorkan sebuket kecil yang berisi cokelat.

Aku tersenyum seraya menerima buket coklat yang Kak Ferdinan berikan.

"Apa ini dari salah satu pasien kankermu, Kak?" tanyaku penasaran, dia menggeleng. "Lalu?"

"Itu dariku."

"Ah, terima kasih, Kak."

"Sama-sama," lalu ia duduk di sampingku. "Em, Tania. Apa kamu akan tetap menungguku bekerja? Jam kerjaku masih empat jam lagi. Apa tak sebaiknya kamu kuantar pulang saja?"

Aku menggeleng, aku masih ingin di sini, menunggu Kak Ferdinan sampai pulang kerja. Karena setelah pulang nanti, aku akan berbicara serius dengannya.

"Aku akan menunggu Kakak. Lagi pula, aku bisa bermain dengan pasien-pasien Kakak." Seruku bersemangat.

Dia terkekeh melihat tingkahku. "Baiklah. Hati-hati ya, aku akan kembali bekerja." Pamitnya seraya mengusap puncak kepalaku.

Setelah jam kerjanya habis, ia menyusulku ke tempat pasien penderita Kanker.

"Tania, ayo pulang." Ajaknya padaku yang tengah bermain dengan anak-anak kecil penderita kanker otak.

"Baiklah,"

"Adik-adikku yang manis, Kakak pulang dulu ya, lain kali, Kakak akan berkunjung ke mari. Cepat sembuh ya, sampai jumpa." Pamitku seraya melambaikan tangan ke arah anak-anak kecil itu. Anak-anak kecil itu pun membalas lambaian tanganku.

Dan kini, kami sudah berdua dalam mobil Kak Ferdinan. Ia tengah bersiap-siap menyalakan mesin mobil, namun lengannya kutahan.

"Ada apa, Tania?"

"Kak, sepertinya aku ... "

"Kenapa?"

"Mulai menyukai Kakak!"

💦💦💦

Tbc

Jakarta, 10 Februari 2018

Pura-Pura MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang