[28] Penolakan

734 38 0
                                    

Lapangan Wijaya group futsal hari ini penuh dengan perempuan-perempuan yang entah datangnya dari mana.

"Van, kok banyak cewek ya?" bisikku pada Arvan yang kini menatap jengah cewek-cewek yang tengah menatapnya.

"Gak tau, pada mau nonton gue latihan kali." Jawabnya dengan tingkat percaya diri yang ketinggian. Aku menoyor kepalanya. "Kalo gak sampe, gak usah noyor-noyor." Ledeknya membuatku kesal.

"Yaudah, sono lu main. Gue mau pulang!" gerutuku seraya melangkahkan kakiku ke arah pintu keluar. Tiba-tiba baju belakangku tertarik, "Eh anak bawang, lo udah janji mau nemenin gue latihan juga."

"Enak aja! Gue gak bilang janji!" teriakku kesal, dia membekap mulutku dengan tangannya yang besar.

"Berisik banget sih, anak bawang. Liat noh, lo diliatin sama cewek-cewek itu tuh." Ucapnya melirik ke arah perempuan-perempuan yang tengah berdiri di semua sisi samping lapangan futsal.

Aku memberontak, mencoba melepaskan tangan besarnya dari mulutku. "Tangan lo bau jengkol!" dia mencium tangannya yang tadi membekap mulutku. "Perasaan gue gak pernah makan jengkol. Lagian tangan gue bau lip balm yang tadi lu pakai di mobil."

"Terserah!"

"Yaudah, ayo temenin gue ke teman-teman gue." Ajaknya.

◾◾◾

"Ko, siap-siap nanti ya." Bisik Arvan pada Riko di depanku.

"Siap-siap apa?" tanyaku membuat celah di antara Arvan dan Riko.

"Anak bawang kepo aja!" seru Arvan yang langsung pergi dari hadapanku. "Arvan memang gila." Bisik Riko padaku, membuatku bergidik ngeri.
Masa iya, aku berteman dengan orang gila? Kan orang gila pasti berteman sama orang gila. Dan aku? Orang gila juga?

"BUAT ANAK-ANAK YANG LAGI MAIN DI LAPANGAN, MOHON UNTUK BUBAR. KARENA RENCANA YANG SUDAH DI BUAT AKAN DI MULAI." Suara speaker yang nyaring membuat semua orang yang tengah menggunakan lapangan tiba-tiba menyingkir.

"UNTUK YANG BERNAMA TANIA NADELIA, DI MOHON UNTUK BERDIRI DI TENGAH LAPANGAN." Speaker itu bersuara lagi. Eh, aku? Dipanggil?

"Udah Tan, sana ke tengah lapangan." Ucap seseorang mendorong bahuku pelan. Dan ternyata dia Vika, sang pemilik tempat futsal.

"Emangnya mau ngapain sih?" tanyaku bingung seraya menatap dua insan yang tengah bergandengan tangan.

"Banyak tanya lo, sana pergi." Usir Razi geregetan.

Dengan rasa penasaran yang memuncak, akhirnya aku berjalan menuju tengah lapangan. Dan di tengah lapangan, aku malah diberikan tatapan sinis serta cemoohan-cemoohan para perempuan yang berdiri di pinggir-pinggir lapangan.

Ada apa sih sebenarnya? Berasa kayak orang tolol berdiri di tengah lapangan futsal terus diliatin sama mata-mata yang rasanya pengen kucolok satu persatu.

Tiba-tiba Vika ikut masuk ke dalam lapangan seraya membawa sebuket bunga mawar kuning di tangannya. "Nih."

"Ada apaan sih, Vik?" tanyaku bingung. Dia malah mengedikkan bahu lalu pergi.

Dari pintu sebelah kanan, masuk laki-laki dengan perawakan yang sangat kukenal, namun aku tak tau karena wajahnya tertutup boneka winnie the pooh yang besarnya lebih kecil dari pada boneka yang ada di kamarku.

Tunggu, jaketnya itu berwarna kuning gelap. Dark Yellow? Arvan?

"A-arvan." Panggilku terbata.

Dia mendekat, lalu menurunkan boneka itu. "Tan," panggil Arvan.

"Kita mau ngapain di sini?" tanyaku bingung.

"Aku mau bilang sesuatu."

"Apa?"

"Aku cinta sama kamu."

What?!

"Aku udah pernah kan nyatain perasaan aku ke kamu sebelumnya? Tapi kamu tolak." Aku mengangguk. "Dan kamu pasti tau apa jawabanku."

"Dan yang juga harus kamu tau, di boneka ini terdapat pisah yang sudah kuasah hingga setajam mungkin. Guna dari pisau itu adalah jika kamu menolakku, lebih baik kamu bunuh saja aku biar aku tak merasakan sakit lagi. Atau, biar aku yang bunuh diriku sendiri." Jelasnya membuatku refleks langsung memeluknya dengan boneka yang berada di tengah-tengah pelukanku.

"Jangan, Arvan!" teriakku. Di sisi lain aku merasakan bagian tubuhku perih. Namun aku tak peduli, yang penting Arvan jangan bunuh diri.

"Lepaskan pelukanmu, Tania. Kamu melukai dirimu sendiri." Ucapnya tanpa ada rasa takut.

"Maksud kamu?"

"Pisaunya ... "

💦💦💦

Tbc.

20 Feb '18.

Pura-Pura MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang