Bab 47

74.4K 2.7K 32
                                    

"And I've realized that the Beatles got it wrong. Love isn't all we need—love is all there is."— Second Chance Summer by Morgan Matson

.

.

Bibir hangat itu membuat jantung Amaya berdebar-debar. Lumatan yang dilakukan Rava, membuatnya menahan napas bahagia. Belum lagi sentuhan tangan pria itu yang membuat badannya dapat meleleh seketika.

Mereka pergi. Amaya dan Rava memutuskan untuk kembali ke rumahnya—rumah mereka. Tidak peduli dengan hari yang masih terang-benderang, ataupun jam kantor yang masih tersisa, mereka hanya ingin pulang. Pulang dan meluapkan rasa cinta yang masih tertahan. Bahkan selama perjalanan, seluruh lampu lalu lintas berwarna hijau seakan memberi arti yang sama pada hubungan mereka, yaitu kelancaran cinta keduanya.

Amaya tidak mengatakan apa-apa sampai masuk ke dalam rumah. Begitu pula dengan Rava yang terus diam saat menggandeng tangan Amaya untuk dibawa masuk ke dalam kamarnya.

Tidak ada yang berubah dari kamar itu. Masih sama seperti saat Amaya meninggalkannya setahun lalu. Hanya ada satu yang berbeda, terlalu banyak pakaian lama wanita itu yang berserakan di kamar, seakan pemiliknya sengaja mengacak-acak kamar tersebut.

Rava berbalik menghadap wanita itu. Mata abu-abunya menatap dalam Amaya, terjebak dalam mata hitam wanita itu. Jantung Amaya serasa hampir meledak melihat tatapan Rava. Keinginan itu benar-benar terpancar jelas di bola mata Rava. Bahkan, tanpa pria itu berkata, Amaya sudah sangat paham bahwa sekarang Rava ingin memilikinya.

Tangan Rava yang terus menggenggam Amaya, kini menarik pelan tangan wanita itu ke arahnya. Teramat lambat, membuat jantung Amaya semakin tak karuan. Rava menekan tubuh Amaya erat, dan menekankan kenjantanannya yang sudah keras dan panas.

Amaya hanya bisa memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan, saat bibir Rava melumat bibirnya. Lumatan yang awalnya terasa ringan, perlahan semakin dalam dan menuntut. Amaya tidak lagi merasa malu. Saat, tangan Rava yang hangat menekan bokongnya, dan kejantanan pria itu menekan perutnya, Amaya mengerang.

"Ah, Rava ...."

Satu kalimat pendek itu, berhasil melepas pertahanan Rava. Membuat pria itu kehilangan kendali dan menjadi gila. Ciuman yang diberikan Rava semakin bergairah dan panas, lidah dan bibir bergerak dengan liar, tangan mereka semakin sibuk melucuti pakaian masing-masing, dan Rava semakin mendorong istrinya itu hingga terjatuh tepat di atas tempat tidur.

Amaya semakin menekankan tubuhnya ke tubuh Rava, membuat pria itu ikut mengerang nikmat. Rava mengangkat kaki Amaya dan menarik mulus celana dalam berwarna cokelat yang dikenakan wanita itu. Kini di antara mereka tidak ada lagi yang mengenakan pakaian. Tidak ada satu pun helai kain yang membatasi cinta mereka.

Kepala Rava tertunduk ke bawah, sementara kepala Amaya terkulai lemah di atas ranjang. Kabut gairah menyelimuti pasangan itu. Tanpa menunggu lagi, Rava menjatuhkan ciumannya di payudara Amaya yang telanjang dan penuh. Lidah Rava melingkari puncak payudara wanita itu. Sesekali giginya ikut bermain, mengigit puncak yang sudah mengeras itu, membuat desahan nikmat terlontar dari bibir ranum Amaya.

Amaya menginginkan lebih. Ia menarik lebih dalam kepala Rava, masuk ke dalam dadanya yang haus akan sentuhan. Pria itu sadar akan kebutuhan Amaya, dan terus mempermainkan puncak tubuh wanita itu, berpindah ke arah payudara Amaya yang lain yang juga sama laparnya.

Di dalam tubuh Amaya, sensasi aneh mulai terbangun, membuat selangkangan wanita itu perlahan mendekat dan menggesek kejantanan Rava yang keras. Rava kenikmatan dan menggigit terlalu keras puncak payudara Amaya, membuat wanita itu meringis. Sakitnya hanya terasa sebentar, karena ciuman Rava pada sekujur tubuhnya, membuat wanita itu lupa.

Tangan Amaya mulai bereksplorasi. Meremas, membelai, hingga menangkup kenjatanan pria itu, membuatnya kembali mengerang. Perlahan jari lentik wanita itu bermain di atas kejantanan Rava yang bengkak, membuat Rava terkesiap dan mengangkat kepalanya.

Amaya tersenyum. Senyum manja yang terlihat sangat menggoda dan membokar sesuatu dalam tubuh pria itu.

Rava melepas tangan Amaya dari kejantanannya, dan dengan satu gerakan cepat ia menggeser pinggulnya ke pangkal paha Amaya, mencari dan menemukan, lalu dalam satu hentakan masuk, ia menghujami wanita itu dengan cinta. Kedua orang itu saling menggumamkan desahan nikmat, memanggil nama masing-masing, membawa mereka dalam gelombang kenikmatan hingga menuju puncak.

Terus seperti itu berulang kali. Tidak ada yang saling mengalah. Masing-masing saling membagi kenikmatan dan cinta yang dirasakan. Hingga melupakan dunia luar yang perlahan sinarnya berubah menjadi senja.

.

.

Amaya bangun dari tidurnya dan memandang Rava yang juga tertidur di sampingnya. Memikirkan apa yang dilakukan dirinya bersama Rava tadi, membuat pipi wanita itu kembali bersemu merah.

Masih teringat jelas di benaknya, desahan pria itu dan ucapan cinta yang terus diungkapkan kala mereka bercinta. Dengan tatapan sayang, wanita itu membelai lembut wajah tenang prianya. Pria yang masih menjadi suaminya itu.

"Ibu! Ayah! Ibu di mana?!" teriakan keras yang berasal dari lantai bawah mengagetkan Amaya

Rava yang awalnya tertidur pulas pun menjadi bangun karena suara berisik anak-anaknya. Mata kaget Amaya yang terbelalak lebar, kini menatap Rava. Perlahan seulas senyuman menghiasi wajah cantik wanita itu, membuat pria yang ditatapnya ikut tersenyum geli.

"Kapan mereka tahu?" tanya wanita di hadapannya.

"Entahlah, mungkin Mbak Yuni yang memberitahu mereka."

"Ayo, pakai bajumu cepat!" pinta wanita itu sembari beranjak dari tempat tidur untuk mencari pakaiannya.

Sebuah tangan menghentikan gerakannya. Rava menarik cepat Amaya, mengecup bibir wanita itu.

"Aku mencintaimu," lirihnya pelan.

"Aku tahu," balas Amaya dengan tawa di wajah.

Mereka hampir kembali bergulat dalam hasrat, sampai akhirnya sebuah gedoran pintu berhasil menyadarkan kegilaan pasangan. Membuat keduanya saling terkikik geli. Lantas dengan cepat berusaha memungut satu-persatu pakaian.

.

.

Ditulis oleh: Penulisdsy

Vote, follow, dan komentar jangan lupa

[End] Behind The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang