Bab 15

61.6K 3.6K 34
                                        

"Saat permainan telah berakhir, kamu yang terus bersembunyi kembali menyapaku untuk memulai lagi permainan yang baru. Tapi bagaimana jika permainan yang kita mainkan memiliki awal yang berbeda? Akankah kamu yang menemukanku? Atau diriku yang melupakanmu?"

*****

Hari yang ditunggu tiba. Tidak lagi menunda, maka setelah melakukan pertemuan terakhir, Rava bersama keluarganya segera mengurus pernikahan dengan amat cepat. Membuat Amaya takjub saat semua undangan telah benar-benar tersebar bersama dengan persiapan lainnya. Sampai sekarang mereka berada. Telah berdiri sejajar di atas pelaminan dengan diapit oleh keluarga masing-masing.

Namun, bukan terasa sakral, pernikahan itu justru terasa membebani bagi Amaya. Jadwal padat ditambah dengan antrian tamu yang tiada henti benar-benar membuat kepala Amaya sakit. Akibat pernikahan yang tidak membuatnya bahagia itu, memaksa dirinya harus selalu tersenyum pada setiap tamu yang ada. Berdiri di pelaminan selama dua jam dengan segala riasan dan gaun pernikahan super ketat yang menyiksa.

"Sebenarnya berapa undangan yang kamu sebar?" tanyanya pelan sembari terus menyalami satu per satu tamu yang hadir.

"Harusnya tanyakan pertanyaan itu pada Ayahmu dan Kakekku," balas Rava lirih pada Amaya.

Merasa lemas, maka Amaya tidak lagi membalas. Ia sudah kehilangan banyak tenaga. Pada akhirnya, wanita itu lebih memilih untuk diam dan mengikuti saja sisa acara dengan sabar.

.

.

"Kamu tidur di sofa," perintah Amaya pada Rava.

"Jangan mengajakku bertengkar. Aku benar-benar lelah sekarang," balasnya sembari membaringkan tubuh di atas tempat tidur.

"Aku tidak mau tidur denganmu."

"Kalau begitu kamu saja yang tidur di sofa. Beres."

Mengabaikan Amaya, maka setelah menyahut, Rava lantas menutup kedua mata. Tidur dengan lelapnya bagai putri tidur.

Rava brengsek. Tega sekali dia padaku. Aku istrinya dan dia menyuruhku tidur di sofa. Dasar, buaya egois!

Amaya menggerutu dalam hati sembari dua iris matanya menatap tajam suami yang sedang tertidur manis tersebut. Tidak lagi memiliki pilihan, pada akhirnya Amaya memutuskan untuk melangkah ke sofa. Dengan pasrah tidur di sana pada malam pertamanya.

.

.

"Wanita keras kepala. Dia serius tidak mau tidur denganku dan memilih tidur di sofa, bahkan tanpa selimut," gumam Rava dari tempatnya berdiri.

Pria itu sudah terbangun di tengah pagi karena merasa tidak nyaman dengan badan lengket akibat belum mandi setelah acara pernikahan.

"Padahal jika sedang tertidur seperti sekarang, ia terlihat manis," lanjutnya dengan seulas senyum terbentuk.

Merasa tidak tega dengan wanita yang sedang tidur dengan posisi aneh tersebut, membuat Rava lantas mengangkat tubuh Amaya dan merebahkannya dengan hati-hati ke atas tempat tidur.

"Tidurlah, wanita galak," lanjutnya sembari satu tangan terangkat. Tanpa sadar sudah mengusap lembut puncak kepala Amaya.

Baru setelah beberapa saat berlalu, ia memutuskan untuk kembali melangkah. Menuju kamar mandi agar bisa segera membersihkan tubuhnya yang kotor.

Ting!

Suara notifikasi ponsel membuat gerak kaki itu terhenti. Refleks, Rava menoleh ke arah nakas, memperhatikan layar ponsel Amaya yang menyala dengan terangnya.

[End] Behind The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang