"Bintang jatuh tak pernah memilih tempatnya untuk singgah. Ia hanya mengikuti arah ke mana gravitasi membawanya untuk berlabuh."
*****
"Bagaimana? Sudah ketemu?" tanya Rava pada Amaya.
"Belum. Aduh, kira-kira dimana, ya? Padahal tadi ada di dalam tas."
"Jangan-jangan tertinggal di kursi bandara."
Ucapan Rava sontak membuat tangan Amaya berhenti mencari. Dengan wajah terkejut, Amaya balik menatap suaminya sembari mendesah frustasi.
"Sepertinya kamu benar. Aku baru ingat sempat menaruh ponselku di kursi tunggu bandara. Bagaimana ini? Tidak mungkin aku kembali lagi ke Jakarta," racau Amaya tanpa jeda.
Kedua orang itu memang sudah tiba di Lombok untuk melakukan perjalanan bulan madu mereka. Namun, karena terlalu disiapkan dengan buru-buru, membuat Amaya jadi terlalu pusing sampai menjadi ceroboh seperti sekarang.
"Kita sudah meninggalkan bandara lebih dari dua jam, jadi tidak mungkin ponselmu masih ada di sana. Relakan saja, May."
"Tidak bisa. Banyak data dan nomor-nomor penting di dalamnya."
"Lalu kamu mau bagaimana?"
"Pinjam ponselmu. Biar aku mencoba untuk menghubungi."
Dengan pasrah Rava menuruti Amaya dan langsung menyerahkan ponselnya. Tidak membuang lagi waktu, maka setelah menerima ponsel suaminya itu, Amaya langsung menghubungi. Berharap agar keberuntungan masih berpihak padanya.
Untuk beberapa saat wanita itu menunggu. Terus mendengar dering sambungan dengan tetap berdoa. Sampai seseorang akhirnya menjawab panggilan Amaya. Menyahut dengan lembut suaranya.
[Halo]
[Halo? Apa ini dengan orang yang menemukan ponsel saya?] tanyanya bodoh.
[Kalau yang kamu maksud itu adalah iphone dengan case langit hujan di belakangnya, berarti jawabannya adalah iya. Aku ini memang orang yang menemukan ponselmu.]
[Ah, syukurlah. Kukira sudah hilang. Oh, iya, jika boleh tahu sekarang kamu ada dimana, ya?]
[Aku ada di Yogyakarta. Tadi, setelah aku menemukan ponselmu, aku langsung take off ke sana.]
[Lalu, kira-kira bagaimana, ya? Aku sekarang ada di Lombok untuk beberapa hari. Apa kamu bisa mengirimkan ponselku ke sini?]
[Mengirimkan ponsel dengan paket sepertinya tidak cukup aman. Memang kamu tinggal dimana?]
[Aku? Aku tinggal di Jakarta.]
[Kalau begitu, kita bertemu di Jakarta saja. Aku juga di sini hanya untuk dinas kerja. Nanti, kamu bisa ambil ponselmu di kantorku.]
[Wah, kebetulan sekali, ya. Terima kasih banyak. Oh, nomormu. Bolehkah aku memintanya?] lanjut Amaya cepat sembari satu tangannya meraih Rava. Lantas mencubit lengan suaminya itu yang sedari tadi menunggu dengan acuh tak acuh.
"Apa?" tanyanya meringis.
"Aku minta kertas," pintanya sedikit berbisik.
Namun, bukan memberi kertas, Rava malah mengambil ipad dari dalam ransel dan menyodorkannya pada Amaya.
[Jadi, berapa nomornya?] tanya Amaya sekali lagi yang langsung dijawab oleh wanita di ujung sambungan.
[Atas nama siapa, ya?]
[Kintan.]
[Kintan.] Refleks, Amaya mengulang nama yang baru disebutkan.
[Iya, Kintan. Nanti, saat kamu tiba langsung saja hubungi aku.]
![](https://img.wattpad.com/cover/63683231-288-k261577.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Behind The Wedding
Romansa[Romance - 19+] Follow dulu, baru dibaca. -PRIA yang LICIK bagai RUBAH- Dari semua cerita dongeng aku paling benci dengan kisah putri tidur, karena ia mendapat bahagia hanya dengan tertidur. Ingin sekali aku membangunkan dan menyadarkannya bahwa ti...