Bab 17

61.7K 3.8K 25
                                    

"Mereka yang mengingkari hidup sebenarnya tidak ingin hanya terus berlari, tapi mereka sebenarnya hanya ingin ditemukan oleh orang yang tepat"

*****

Sarapan pagi itu terasa sangat tenang. Hanya Hana dan Dava saja yang sibuk berbicara, sedangkan Amaya dan Rava hanya sesekali menyahut jika ditanya. Mereka masih tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Kondisi ini terus berlanjut hingga Rava telah sampai mengantar Amaya tiba di kantornya.

Saat Amaya hendak keluar dari mobil, Rava tiba-tiba saja menghentikannya, membuat Amaya menoleh. Balik melihat Rava dengan bingung di wajah.

"Nanti aku akan menjemputmu. Ada yang ingin kubicarakan."

Aku tahu. Tentu saja ada yang ingin ia bicarakan denganku, terlebih setelah aku menceritakan masalah Ragil, batin Amaya dalam diam.

"Baiklah. Aku akan mengabarimu."

Ia pun keluar dari mobil Rava segera setelah membalas singkat ucapan pria itu. Dengan tatap lurus, Amaya terus melangkah sampai kakinya berhenti. Menunggu di depan lift dengan perasaannya yang kacau.

"May!"

Satu teriakan nyaring itu lantas membuat Amaya tersadar. Wajahnya segera menengadah. Mencoba untuk mencari pemilik suara yang tidak lain adalah Helen.

"Kenapa lari-lari begitu, sih, Len?"

"Aku panik, May."

Untuk sejenak, wanita berambut bob itu mengatur napas dahulu. Kembali bersua saat telah mendapat lagi oksigen.

"Ragil balik, May. Pria itu sudah di Jakarta."

Namun, bukan terkejut, sebaliknya Amaya hanya diam. Memutuskan untuk meninggalkan Helen dan masuk terlebih dahulu ke dalam lift saat pintunya terbuka.

"May, jangan kabur, sih."

"Aku tidak kabur. Aku hanya merasa tidak perlu lagi mendengar berita itu."

"Maksudmu?"

"Aku sudah tahu Ragil kembali. Kemarin ia bahkan menemui diriku."

"Hah?! Kamu tahu dan tidak cerita padaku?!"

Ting!

Suara Helen meninggi bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Membuat Amaya bisa langsung kabur seketika. Berlari secepat mungkin dari Helen yang masih mengejarnya dengan heboh.

"Berhenti, May! Aku lagi hamil tahu!"

Baiklah, Amaya mengalah. Wanita itu langsung menghentikan langkah. Memutar tubuh dan balik melihat Helen yang sudah ikut berhenti.

"Sekarang ceritakan."

"Apa lagi yang perlu kuceritakan? Aku bertemu dengannya dalam keadaan seperti ini. Jadi, aku memintanya untuk pergi dari hidupku. Selesai."

Hening untuk sesaat. Kedua wanita itu hanya melihat satu sama lain. Berdiri di tengah lorong kantor.

"Ragil terima?"

"Ia harus menerimanya, Len."

"Lalu kamu? Apa kamu menerima semua ini?"

Satu kalimat dari Helen mampu membuat hati Amaya tersentak. Perasaan sedih yang berusaha dipendamnya kembali menguasai. Namun, ia harus kuat agar bisa melindungi kedua anaknya.

"Sama sepertinya, aku juga harus belajar untuk menerimanya," lirihnya dengan seulas senyum yang tidak terlihat bahagia.

.

[End] Behind The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang