"And in her smile, i see something more beautiful than the stars."— Across the Universe by Beth Revis
.
.
"Apa yang salah dengan diriku? Sepanjang hari ini, aku seperti bertingkah menjadi orang lain," gumam Rava pada diri sendiri.
Pria itu sekarang sedang memandang kosong ke arah dinding. Menunggu Amaya berganti pakaian sembari mengingat lagi akan kenangan bersama istrinya itu.
Lamunan Rava terganggu saat mendengar pintu kamar mandi terbuka. Dari balik pintu itu muncul sosok Amaya mengenakan gaun selutut berwarna peach dengan rambut terurai menutup bahunya yang terbuka.
Sebuah pita yang tampak seperti bando ikut mempercantik tampilan Amaya saat itu. Refleks membuat kedua mata suaminya langsung membulat sempurna. Merasa tidak mampu untuk memalingkan pandangan dari Amaya.
"Kenapa bengong seperti itu? Aku terlihat aneh, ya?" tanyanya beruntun menyadarkan Rava.
"Tidak. Kamu terlihat manis," balasnya sontak membuat kedua pipi Amaya langsung merona merah.
Berusaha mengubah arah pembicaraan, maka dengan cepat wanita itu mengalihkan pandangan. Kemudian, mengangkat satu tangan untuk mengipas-ngipas pipinya yang terasa panas dan lantas berucap, "Gombal sekali, ya. Dasar, playboy."
"Aku tidak ahli menggoda. Aku hanya ingin bersikap sewajarnya denganmu sebagai istriku. Memang tidak boleh?"
"Jangan memojokkan aku seperti ini. Aku jadi tidak tahu harus menjawab apa padamu."
"Kamu tidak perlu menjawabku sekarang," lanjut Rava sembari mengulurkan satu tangannya. "Untuk sekarang lebih baik kita nikmati saja sisa liburan seperti pasangan pada umumnya."
"Kamu benar. Ayo, kita jalani saja liburan hari ini tanpa beban."
Amaya menyambut uluran tangan Rava. Membentuk kembali genggaman tangan yang perlahan menjadi sebuah kebiasaan. Tanpa canggung dan hanya menyisakan kehangatan di antara keduanya.
.
.
Pasangan bodoh itu akhirnya tiba di sebuah pesta pantai yang cukup meriah. Beberapa meja yang dibuat dari bambu menghiasi beberapa sudut di atas pasir. Kebanyaan meja tersebut digunakan untuk menyajikan berbagai makanan khas lokal. Namun, ada juga meja dengan ukuran lebih besar digunakan sebagai bar.
Di tengah kemeriahan itu, terdapat sebuah panggung kecil dengan dua orang dj sibuk memainkan berbagai musik yang berdentum keras. Menarik perhatian para pengunjung untuk ikut menari bersama alunan yang ada.
"Wah, serunya," decak Amaya sembari mengedarkan pandangan. "Bagaimana kalau kita ikut menari di sana, Rav?" lanjutnya sudah menoleh dengan iris berbinar.
"Aku lapar. Kamu juga belum makan, 'kan. Lebih baik sekarang kita ambil beberapa makanan dan duduk di salah satu sudur bar."
"Kamu mau minum?"
"Hanya sedikit. Aku sudah lama tidak minum setelah sibuk bertengkar denganmu."
Tidak menunggu lagi jawaban, Rava sudah kembali melangkah dan menuntun Amaya untuk mengambil beberapa makanan. Keduanya hanya mengambil secukupnya dan langsung duduk bersisian pada ujung bar.
Sesekali Amaya menghentikan makannya dan menoleh ke arah lantai dansa. Menikmati muda-mudi yang sudah terbuai dan sibuk meliukkan badannya.
"Kamu ingin menari?" selidik Rava tiba-tiba.
"Tidak perlu. Aku cukup di sini saja bersamamu. Sepertinya, aku akan langsung kaku seperti patung jika ditaruh di sana," balas Amaya cepat dan langsung menikmati lagi makanannya.
"Aku juga lebih suka di sini. Mengobrol denganmu sambil menikmati bir seperti sekarang."
Gerakan Amaya terhenti begitu mendengar ungkapan jujur dari suaminya itu. Pandangnya lantas menoleh. Sudah mendapati Rava yang meminum perlahan gelas birnya.
Pria ini ternyata tidak sekejam yang dipikirkan orang lain. Pasti ada alasan di balik sikapnya yang dingin itu, batinnya menduga.
"Kamu ingin bir?" tanya Rava setelah sadar terus ditatap oleh Amaya.
"Aku tidak bisa minum alkohol."
"Bagaimana kalau mocktail ? Rasanya manis dan tidak ada alkohol."
"Boleh. Aku minum itu saja."
Rava lantas memesan pada bartender setelah mendapat setuju dari Amaya. Keduanya sekarang sudah menikmati minumannya masing-masing. Kembali mengisi waktu dengan mengobrol satu sama lain.
Banyak hal yang mereka bicarakan saat itu. Mulai dari jenis minuman, macam club yang pernah didatangi Rava, sampai pada pengalaman mabuk Amaya yang pernah menyiram salah seorang tamu dan membuat Helen membayar ganti rugi.
Rava hanya bisa tertawa saat menanggapi cerita Amaya sambil ikut menceritakan juga pengalaman mabuknya yang pernah hampir muntah untuk pertama kali.
Cerita demi cerita terus mengalir bersama malam yang semakin larut. Keduanya tampak enggan untuk melepas diri, seperti sebuah gravitasi yang saling berpijak dan menarik satu sama lain. Menjadi bahan tatapan dari para pengunjung lainnya yang ikut merasakan keromantisan mereka.
Drrt! Drrt!
Suara bunyi ponsel Rava tiba-tiba memecah obrolan dengan Amaya. Lantas pria itu meminta izin untuk menjawab panggilan kerja dan pergi sebentar mencari tempat yang agak sepi.
Panggilan yang awalnya dikira hanya membutuhkan beberapa menit, menjadi perbincangan panjang yang menyita waktu Rava hampir dua puluh menit. Oleh sebab itu, setelah berhasil memutus sambungan, buru-buru pria itu lari. Ingin segera menghampiri Amaya kembali.
Namun, betapa terkejutnya Rava begitu menemukan istrinya sudah tidak ada di meja bar. Panik langsung menjalar ke seluruh tubuhnya. Dengan seksama pria itu mengedarkan pandangan ke seluruh sudut pesta. Hingga akhirnya irisnya mampu menangkap siluet Amaya yang sedang asik menari dengan liar di lantai dansa.
Khawatir yang semula menerkam berubah menjadi marah yang tidak mampu Rava tahan. Terlebih saat pria sadar sudah ada lebih dari dua pria yang sekarang berusaha untuk menghimpit tubuh istrinya itu.
Tidak lagi bisa mengontrol emosi, pada akhirnya Rava langsung mendatangi Amaya. Lantas menarik wanita itu pergi keluar dengan satu gerakan cepat.
Seakan tahu kesalahannya, Amaya hanya bisa pasrah dan mengikuti saja langkah suaminya itu berjalan. Sesekali ia bergumam tidak jelas, tetapi diabaikan Rava. Hingga akhirnya keduanya berhasil sampai dengan selamat ke dalam kamar hotel.
Pintu kamar sudah kembali tertutup dengan otomatis. Rava sudah melepas pegangan. Kemudian tanpa menunggu lagi, pria itu lantas menoleh dan mulai memarahi Amaya.
.
.
Ditulis oleh: Penulisdsy
Vote, follow, dan komentar jangan lupa
![](https://img.wattpad.com/cover/63683231-288-k261577.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Behind The Wedding
Romance[Romance - 19+] Follow dulu, baru dibaca. -PRIA yang LICIK bagai RUBAH- Dari semua cerita dongeng aku paling benci dengan kisah putri tidur, karena ia mendapat bahagia hanya dengan tertidur. Ingin sekali aku membangunkan dan menyadarkannya bahwa ti...