Bab 32

24.1K 1.4K 5
                                    

"There is never a time or place for true love. It happens accidentally, in a heartbeat, in a single flashing, throbbing moment."— The Truth About Forever by Sarah Dessen

.

.

Entah karena lelah atau karena merasa nyaman, baik Rava maupun Amaya masih tertidur pulas dengan posisi saling memeluk satu sama lain.

Jika ada orang lain yang melihat mereka, pastilah keduanya akan dianggap sebagai pengantin baru yang sedang dimabuk cinta. Tidak akan ada yang sadar, bahwa sebenarnya mereka hanya menikah karena kepentingan satu sama lain.

Namun, ketenangan itu lantas lenyap saat Hana dan Dava menyerbu masuk ke dalam kamar yang memang tidak dikunci itu. Jerit suara Hana yang terus memanggil langsung menyadarkan Rava dalam seketika, begitu pula dengan Amaya. Alhasil, keduanya jadi saling terbangun dengan terkejut dan canggung.

Terkejut karena teriakan anak-anak yang terus ribut tentang oleh-oleh dan canggung karena mereka terbangun dalam kondisi masih tetap berpelukan. Beruntung, celotehan dan rengekan Hana dapat membuat suasana antara kedua orang itu dapat mencair lebih cepat.

"Asik! Sekarang aku sudah punya kucing yang lebih besar dari ikannya Clara. Pokoknya, besok aku mau pamer ke dia! Aku ingin nantangin Clara!" seru Hana puas.

Anak perempuan itu lantas memeluk boneka kucing yang baru diberikan Rava dengan teramat erat. Besar boneka yang hampir dua kali besar tubuh Hana, membuat Amaya menjadi gemas sendiri melihat tingkah anak perempuannya tersebut.

Sementara Dava memilih untuk diam dan tidak meladeni omongan adiknya. Anak laki-laki itu terlalu sibuk merakit teleskop barunya bersama Rava yang sekarang fokus membaca buku manual.

Tidak ingin mengganggu kesibukan Dava dan Rava, maka Amaya memutuskan untuk menasehati Hana seorang diri. Wanita itu lantas mendekati anak perempuannya dan duduk sejajar bersama.

"Boneka itu tidak bisa memakan makhluk hidup, Hana. Lagi pula, tidak baik untuk menantang teman sendiri."

"Sudah biarkan saja, Bu. Aku juga sudah nasihati, tetapi tetap saja Hana ngotot," timpal Dava masih dengan kedua tangannya sibuk merakit.

"Ih, Kakak sama Ibu tidak paham perasaan Hana, deh. Harusnya Kakak sama Ibu lihat perlakuan Clara saat memamerkan ikan besarnya itu sama aku dan teman-teman. Semua orang sampai takut karenanya. Oleh karena itu, aku ingin balas perbuatan Clara."

"Memang aku ingin membalas bagaimana? Bonekamu itu 'kan tetap tidak bisa memakan ikan milik Clara," sambung Rava tiba-tiba.

"Memang tidak bisa makan, Yah, tetapi nanti aku bisa masukin bonekaku ke dalam aquarium milik Clara. Jadi, nanti ikannya ikut takut, deh."

Dengan bangga, Hana menceritakan idenya itu sampai membuat Rava yang semula membaca lantas terpingkal dengan gelak tawa yang teramat keras. Pria itu sudah melupakan buku manual yang digenggamnya. Membuat Dava merajuk.

"Jangan hiraukan Hana, Yah. Lebih baik Ayah fokus dulu sama teleskop Dava."

Mendapat omelan dari anak laki-laki satu-satunya, membuat Rava langsung mengatur napas. Berusaha menenangkan dirinya. Kemudian, membaca lagi buku manual dan membantu perakitan teropong. Pada akhirnya, pria itu meninggalkan tugas penjelasan untuk Hana pada Amaya.

"Hana, bonekanya nanti sedih, loh. Jangan dimasukkan ke dalam air seperti itu, ya. Ayah juga pasti akan ikut sedih kalau kamu sampai membuat boneka darinya basah," jelas Amaya sembari menatap dalam mata putrinya.

"Kalau begitu, bonekanya aku bawa ke TK saja, Bu. Biar bisa diajak main bersama Lana, Ika, sama Fanya."

"Kalau diajak main itu baru benar. Anak Ibu memang yang paling the best, lah."

Selesai sudah perkara ikan dan kucing. Di sisi lain, Rava dan Dava juga berhasil menyelesaikan perakitan teropong bintang mereka. Wajah Dava sampai berbinar dengan tawa lebar menghiasi saat dirinya tidak lagi sabaran untuk mencoba teropongnya tersebut.

"Aku mau lihat matahari sekarang," ucapnya keras sembari menatap Amaya dan Rava.

Ternyata tidak ada waktu bagi Amaya dan Rava untuk beristirahat. Kedua orang itu mau tidak mau harus terjebak lagi untuk memberikan penjelasan logis pada Dava akan keinginan mustahilnya yang ingin melihat matahari.

Amaya yang tidak lagi memiliki pilihan hanya bisa pasrah sembari mendesah panjang. Sementara anehnya, Rava malah kembali tertawa keras, membuat Amaya menjadi bingung dibuatnya.

.

.

Ditulis oleh: Penulisdsy

Vote, follow, dan komentar jangan lupa

[End] Behind The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang