Bab 45

54.7K 2.5K 31
                                    

"Cahaya putih meluap dalam embun. Hanya gelap yang tersisa dalam ruang. Kenangan mengalir dalam duka. Terbawa lenyap bersama hujan. Tanpa semi hanya gugur. Tanpa hangat hanya dingin. Rasaku mati bersama angin."

*****

Amaya sudah pergi. Meninggalkan Rava, anak-anak, dan seluruh kenangannya di Jakarta. Seperti angin, wanita itu pergi tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Hanya Helen dan Ayahnya yang tahu keberadaan wanita itu sekarang.

Perceraian dengan Rava tetap berlanjut. Prosesnya berjalan, walau putusan akhir belum dikeluarkan. Secara resmi mereka masih menikah. Namun, nyatanya mereka sudah tidak bersama kurang lebih setahun lamanya.

Ya. Tanpa terasa waktu sudah berlalu cukup lama. Terasa cepat bagi sebagian orang, tapi tidak bagi Rava. Selama setahun setelah kepergian Amaya, hidupnya terasa bagai dalam neraka.

Bayang wanita itu selalu menghantuinya. Rava benci, juga merindukannya. Sangat rindu, hingga setiap malam pria itu harus meminum obat tidur untuk menekan rasa rindunya.

Kepergian Amaya terasa sangat berat. Tidak ada yang bisa ia lakukan dengan benar. Semua terasa salah dan menyakitkan. Beruntung, masih ada anak-anak di sisinya. Jika tidak, Rava tidak tahu apa yang akan terjadi padanya. Setidaknya, sekarang ia tetap hidup, walau bagai mayat hidup.

Kondisinya yang sekarang sudahlah sebuah kemajuan. Pada bulan pertama setelah perginya Amaya, kondisi Rava jauh lebih buruk. Ia tidak melakukan apa-apa dan hanya mengurung diri di apartemennya.

Bukan tanpa alasan, ia tidak pulang ke rumah. Tentu saja karena Rava tidak mampu. Rumah itu penuh sosok Amaya. Berada satu hari dalam rumah saat itu bisa membuatnya benar-benar gila. Bahkan, menjauh dari rumah itu tidak membuat keadaan jauh lebih baik. Kondisi Rava tetap naas.

Hilmi adalah orang pertama yang berhasil menembus masuk apartemen pria itu. Rava sangat lemah. Kritis tepatnya. Ia kekurangan makan dan minum. Wajahnya pucat dan seluruh barang-barang dalam apartemennya hancur. Untuk pertama kalinya, Hilmi mengasihani sahabatnya itu.

Hana dan Dava adalah sosok yang dilihat Rava pertama kali saat membuka mata. Untuk sesaat ia lupa, bahwa masih ada anak-anak yang membutuhkannya. Pria itu menangis, menunjukkan sisi rapuh pada kedua anak kecil di hadapannya. Mereka memeluk hangat Rava, sambil ikut menangis. Saat itu, Rava tahu, ia harus tetap hidup untuk anaknya.

Bulan kedua berlalu, ia pergi ke kantor, walau hanya melamun. Selanjutnya, Rava hanya kembali ke rumah. Ia tidur di ruang tamu. Hal itu terus berjalan hingga bulan ketiga.

Rasa rindu menguasai. Pria itu membutuhkan Amaya. Ia sadar dan memilih untuk menghadapinya. Ia kembali tertidur dalam kamarnya. Bahkan setiap malam, ia memeluk dan menghirup dalam-dalam setiap aroma yang tertinggal pada pakaian dan barang-barang Amaya lainnya. Saat itu, Rava tinggal bersama kenangan yang tersisa.

Bulan keempat, Kintan kembali menemui Rava. Meminta bersama yang dijawab amarah oleh pria itu. Ia mengancam tegas wanita itu. Menumpahkan seluruh amarah dan emosi yang tersisa dalam hatinya.

Kintan sadar. Sosok Rava telah berubah. Seluruh ancaman pria itu benar-benar akan terjadi jika dirinya masih memaksa. Rava bisa dengan mudah menghancurkannya. Untuk pertama kali, Kintan menyerah. Memilih untuk menyelamatkan diri, sebelum semua terlambat.

Bulan kelima, Rava membuat sebuah ruangan khusus. Ruangan tempat ia memutar ulang semua kenangan bersama Amaya. Ruangan untuknya. Tidak heran jika dalam ruang itu dipenuhi seluruh foto wanita itu. Rava selalu menghabiskan waktunya dalam ruang kecil itu.

Semua berlalu hingga bulan keenam. Ada suatu momen ketika Rava masuk ke kamar mandi, melihat kaca, dan tidak mengenali sosok sedih yang memandang dirinya sendiri dengan tatapan kasihan. Semakin lama ia melihat sosok itu, semakin kuat hatinya ingin berteriak.

Buk!

Rava menghancurkan kaca tersebut dengan tinjunya. Dengan darah yang masih terukir jelas pada tangannya, ia menangis. Bukan karena perihnya serpihan kaca, tapi karena sakit yang mengorek dada hingga membuatnya ingin mati.

Hingga masuk pada bulan ketujuh dan semua menjadi lebih jelas. Pada akhirnya, cinta terasa bagai kutukan yang mengalir dalam darah pria itu. Sama seperti yang terjadi pada Ayah dan Ibunya.

Ternyata sejak awal, pernikahan mereka hanyalah karena perjodohan. Ayahnya yang jatuh cinta pada Ibunya, memaksa untuk menikah, walau tahu bahwa saat itu Ibunya telah jatuh cinta pada pria lain.

Pada akhirnya, semua menjadi sia-sia. Ibunya tetap tidak mencintai Ayahnya dan pergi bersama kekasih yang dicintainya. Dan selanjutnya, semua berakhir sesuai kisah awal. Ibunya yang meninggal karena cinta dan Ayahnya yang juga menyusul karena cinta.

Tidak mau membuat Rava berakhir sama seperti Ayahnya, membuat Kakeknya itu menceritakan semuanya pada Rava. Kakeknya tidak sadar bahwa semua ceritanya justru semakin membuat semakin termakan sedih karena cinta yang pahit.

Kondisinya memburuk hingga bulan kedelapan. Pada akhirnya, Rava memilih untuk cuti dari pekerjaan. Sekarang, bersama anak-anak adalah priotas terpenting. Lagi pula, bagaimana bisa ia dikatakan bekerja, jika seharian yang dilakukan olehnya hanya memandang ke luar kaca. Melihat bangku kosong Amaya yang sudah tidak terisi.

Rava berusaha, baik itu sebagai Ayah maupun sebagai manusia. Ia menjalankan semua sebagaimana mestinya. Berjalan, bernapas, makan, tidur, begitu seterusnya. Hingga selanjutnya, ia kembali menyibukkan diri di bulan kesembilan.

Diambilnya semua proyek yang ada dan seluruh perjalanan bisnis yang menuntut waktunya. Lebih baik seperti itu. Biarlah ia terfokus pada kenyataan dibanding hidup dalam kenangan yang setiap detik memakan jiwanya.

Saat melalui salah satu perjalanan bisnisnya di Amerika, ia bertemu pria itu. Ragil.

Apakah pria itu bersama Amaya?

Pertanyaan itu jelas terbesit dalam benaknya. Dan seakan menjawab apa yang dipikirkan Rava, pria itu datang menghampirinya, menyapa, dan memberi kabar bahwa ia pun tak tahu di mana wanita itu sekarang.

Pria itu sadar bahwa dirinya dulu terlalu egois. Ia memutuskan untuk menata ulang hidupnya kembali dan sesekali mengabari Amaya lewat e-mail, yang tentu tidak dibalas. Selanjutnya, kedua orang itu pun berpisah. Membuat Rava paham, mungkin sejak awal dirinya pun terlalu egois dan inilah hukuman yang harus dijalaninya.

Musim berganti memasuki bulan kesepuluh, harinya tetap sama. Sosok Amaya tetap berbekas jelas dalam hidupnya bahkan untuk bermimpi pun terasa menyakitkan. Rava masih menjalani hidup bagai dalam neraka.

Apakah wanita itu juga menderita sama sepertiku? Apakah dia tahu hidup seperti apa yang kujalani? Semua kesakitan yang kualami? Keinginanku untuk memilikinya? Apakah ia sadar? Inikah rasa sakitnya dibuang sendiri? Aku harap ia juga merasakan hal yang sama. Merasakan seluruh kegilaan ini dan kembali padaku. Aku mohon. Kembalilah.

Pikiran-pikiran itu terus terbesit dalam benaknya. Membuatnya kembali menangis sejadi-jadinya. Tenggelam semakin dalam pada sosok Amaya yang seakan terus hidup dan membelit dirinya. Bahkan untuk kabur, Rava tak mampu dan tak berdaya.

Semua berjalan sama. Seperti sebuah siklus. Waktu berjalan hingga tepat setahun dan Rava tetap setia menjadi Rava yang sama saat Amaya meninggalkannya. Rava yang malang.

.

.

-Di Tempat Berbeda-

Saat itu, semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Mengantar kepergian, mengurus tiket perjalanan, hingga menanti penumpang yang akan kembali. Kondisi bandara Jakarta masih tetap sama. Penuh dan sesak. Tidak, kondisi seperti sekarang sama di semua bandara. Membuat wanita itu tak nyaman dan memilih untuk segera duduk di salah satu bangku tunggu.

Badannya masih lelah. Efek jet lag masih menguasai dirinya. Sejujurnya, ia takut kembali. Namun, ia merindukan pria itu. Dirinya sudah siap. Ia harus menghadapi semuanya dan bukan lari bagai pengecut. Tangan kanannya masih menggengam secarik kertas yang penuh tulisan. Tampak seperti surat yang entah dikirim oleh siapa. Pada akhirnya, wanita itu kembali. Amaya. Wanita itu memilih untuk hidup kembali dalam mimpinya.

.

.

Ditulis oleh: Penulisdsy

Vote, follow, dan komentar jangan lupa

[End] Behind The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang