"Sometimes I can't see myself when I'm with you. I can only just see you."— Tiger Lily by Jodi Lynn Anderson
.
.
Setelah menyelesaikan masalah, Rava dan Amaya lantas bergegas untuk meninggalkan hotel. Keduanya harus segera pulang ke villa, kemudian mengejar penerbangan malam dari Lombok.
Bukan tanpa alasan liburan mereka menjadi diperpendek dengan tiba-tiba. Adanya urusan kerja penting yang amat membutuhkan Rava, menjadikan pria itu harus secepatnya berada di Singapura.
Amaya yang tidak dapat menolak, hanya bisa mengikuti saja setiap keputusan Rava dengan pasrah. Wanita itu sekarang sudah berada di dalam mobil. Berada dalam perjalanan pulang dari pelabuhan.
Tidak ada obrolan ataupun canda yang dilontarkan Amaya. Seperti kembali pada titik nol, baik Rava maupun Amaya saling mendiami dan hanya fokus dengan pikiran masing-masing.
Sampai mobil Range Rover itu akhirnya kembali terparkir mulus di halaman villa. Menyadarkan lagi keduanya akan keberadaan masing-masing.
"Aku keluar duluan, ya," ucap Amaya cepat sambil membuka pintu mobil.
Wanita itu sudah keluar lebih dahulu. Berusaha untuk menghindari suaminya tanpa menimbulkan curiga, meski percuma. Tindakan Amaya yang terburu-buru mulai dari mengambil barang bawaannya dalam mobil sampai masuk lagi ke villa sudah menjadi kenjagalan tersendiri yang amat kentara bagi Rava.
Pria itu yang sadar keberadaannya sedang dihindari lantas memutuskan untuk ikut masuk ke villa. Langsung menyusul Amaya sampai ke dalam kamar mereka.
"Kamu menghindar dari aku?" tanya Rava jujur.
Satu tangan pria itu sudah terjulur. Menggenggam lengan Amaya untuk membuat geraknya terhenti.
"Tidak."
"Jangan berbohong padaku. Kamu bahkan sekarang tidak melihat balik diriku."
"Aku tidak menghindarimu, Rav," jawab Amaya sudah berbalik. "Aku hanya merasa canggung dengan hubungan kita saat ini," lanjutnya dengan wajah mendongak.
"Kenapa merasa canggung? Apakah kamu marah karena kejadian tadi pagi?"
"Tidak. Aku hanya jadi tidak bisa bicara nyaman denganmu."
"Aku juga merasa canggung, May. Namun, bukan berarti kita harus lari dan malah menghindar seperti sekarang," jelas Rava sembari terus menatap istrinya itu. Membuat Amaya refleks untuk mengalihkan pandangan.
"Tidakkah menurutmu hubungan kita ini terasa aneh?" tanya Amaya meminta kepastian.
"Aku merasa hubungan kita jauh lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada yang salah saat pasangan bertengkar serius seperti tadi. Hal seperti itu hanyalah sebagian kecil dari pernikahan."
Rava kembali meyakinkan Amaya. Ia bahkan sudah mengambil satu tangan istrinya yang bebas. Lantas menggenggam lembut keduanya dengan teramat hati-hati.
"Tentu ada yang salah, Rav. Apa kamu lupa pernikahan kita berbeda dari pernikahan pada umumnya?"
Suara Amaya meninggi. Degup jantungnya berdebar lebih keras kala ia mengungkapkan seluruh hati pada suaminya itu.
"Amaya lihatlah diriku."
"Tidak."
"Kumohon."
Pinta tulus Rava berhasil mengalahkan ego Amaya. Dengan perlahan wajah wanita itu sudah balik menoleh. Kembali melihat suaminya tepat pada iris abu tersebut.
"Aku tahu dasar pernikahan kita berbeda, tetapi tidak ada yang salah saat semua berubah menjadi lebih baik. Aku dan kamu yang mulai merasa dekat. Tidak ada yang aneh dari hal itu.
"Anggap saja pertengkaran tadi pagi sebagai kegilaan sesaat. Namun, hubungan kita yang membaik bukanlah sebuah kegilaan. Lagi pula, kita memang sudah berjanji untuk selalu bersama, bukan? Jadi sudah sewajarnya jika jarak di antara kita juga menipis. Bicara, tertawa, dan bertengkar. Tidakkah hal-hal itu terasa nyata, May? Kita jadi benar-benar telihat seperti pasangan hidup."
"Seperti pasangan hidup?"
"Benar, seperti pasangan hidup."
Rava sudah menurunkan sedikit tinggi tubuhnya. Lantas memeluk Amaya lembut.
"Mulai sekarang lebih baik kita berusaha untuk lebih terbuka. Lebih banyak mengobrol dan lebih berusaha terlihat seperti keluarga, May," lanjutnya pelan.
"Baiklah," jawab Amaya lirih dengan seulas senyum telah berhasil terbentuk pada wajah mungilnya.
"Ah, dan satu lagi. Kurasa tujuan liburan kita berhasil."
Rava merenggangkan pelukan. Memberi sedikit ruang antara wajahnya dengan Amaya.
"Maksud kamu?"
"Ponselmu hilang dan otomatis pria itu tidak dapat menghubungimu. Lalu, aku yakin selama liburan ini kamu terlalu sibuk memikirkan hubungan kita ketimbang dirinya," jelas Rava bersama tawanya.
Amaya hanya bisa mengiyakan kembali perkataan suaminya itu dan ikut tertawa bersamanya.
"Kegilaan sesaat."
Belum sempat Amaya bertanya maksud pernyataan Rava, dengan tiba-tiba saja pria itu sudah menempelkan bibirnya pada bibir Amaya. Memberikan sebuah kecupan singkat nan manis. Berhasil membuat Amaya kembali diam seribu kata.
.
.
Ditulis oleh: Penulisdsy
Vote, follow, dan komentar jangan lupa
![](https://img.wattpad.com/cover/63683231-288-k261577.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Behind The Wedding
Romance[Romance - 19+] Follow dulu, baru dibaca. -PRIA yang LICIK bagai RUBAH- Dari semua cerita dongeng aku paling benci dengan kisah putri tidur, karena ia mendapat bahagia hanya dengan tertidur. Ingin sekali aku membangunkan dan menyadarkannya bahwa ti...