1st

30.8K 3.5K 632
                                    

Kereta kuda yang membawa Renjun berhenti tepat di tengah halaman istana kerajaan Arcturus, Jeno membuka pintu kereta kuda tersebut dan menemukan Renjun tertidur dengan wajah memerah dan mata bengkak.

Jeno menghela napas dan menarik Renjun untuk masuk kedalam dekapannya. Mata Renjun berkedip sesaat sebelum ia kembali jatuh tertidur dan menggumam.

"Tolong aku."

Jeno melirik Renjun tajam namun ia hanya diam dan melangkah masuk kedalam istana dengan tegas, semua dayang dan prajurit bergegas membantunya dan membungkuk dalam.

"Siapkan segala sesuatu untuknya!!"

"Baik pangeran."

"A-ah tapi pangeran bagaimana dengan kamar tuan muda? Dekorasi seperti apa yang pangeran inginkan?"

Jeno menggeleng lalu menyeringai kesenangan. "Dia akan menghangatkan ranjang ku setiap malam."

Setelahnya Jeno membawa Renjun kedalam kamarnya sambil menunggu para dayang menyiapkan keperluan untuk Renjun.

Jeno bergegas mandi setelah memastikan Renjun aman dan nyaman di kamarnya, ia mendapat panggilan dari ibundanya. Mungkin ibu Jeno ingin berbicara sesuatu yang penting.

Selama Jeno mandi Renjun bergerak gelisah dan akhirnya terbangun dengan napas tersenggal dan keringat membanjiri wajahnya padahal kerajaan Arcturus jauh lebih dingin dibanding kerajaannya.

"Mimpi buruk yang membuat ku hampir mati, dan sialnya ini nyata!" Gumamnya.

Sesaat Renjun tak sadar bahwa ia berada di kamar sang pangeran sebelum ia melihat lukisan besar tergantung di dinding. Lukisan Lee Jeno dengan jubah kerajaan berwarna merah dengan sulaman emas dan perak yang indah. Kamar Jeno bahkan jauh lebih mewah dari kamarnya di Rigel.

Mengingat Rigel membuat hati Renjun berdenyut sakit, ia baru saja pergi tapi rasa rindu sudah mengikatnya hingga sesak.

Renjun menatap lukisan sosok Jeno dengan tatapan yang sarat akan emosi yang terpendam tapi ia akui bahwa Jeno memiliki paras yang amat sangat tampan.

"Kau sudah bangun?"

Renjun hanya diam dan menatap Jeno datar. Jeno terkekeh sinis.
"Bukankah seharusnya kau langsung berlutut pada ku meminta ampun karena telah lancang tidur di ranjang ku?"

Renjun mendengus pelan, seumur hidupnya ia tidak pernah berlutut pada siapapun bahkan orang tuanya.

"Harga diri mu tinggi juga, baiklah aku akan mengurangi suplai gandum, obat dan minyak ke Rigel. Kebetulan sekali kan aku yang ditugaskan mengawasi ekspor komoditi ke kerajaan mu." Kata Jeno dengan penekanan kuat pada dua kata terakhir.

Renjun terbelalak, ia meremas jubahnya marah dan segera turun dari ranjang lalu bersimpuh di hadapan Jeno.
"Y-ya pangeran, maafkan saya telah lancang dan tertidur di kamar anda. Maafkan saya, tolong jangan kurangi bantuan ke Rigel."

Jeno mendekat hingga aroma mint dan cendana memaksa masuk kedalam indra penciuman Renjun. Wajah sombong itu benar-benar ingin Renjun siram dengan minyak kemiri panas.

"Baiklah, sekarang bersihkan diri mu karena tugas mu akan di mulai malam ini."

Renjun mendongak dan menatap Jeno tak percaya. "M-maksud anda?"

"Panggil aku Jeno! Jeno!"

Renjun hanya mengatupkan bibirnya rapat saat Jeno semakin mendekat ke wajahnya bahkan dengan lancang menjilat bibirnya.

"Aku akan menggunakan hadiah ku."

Renjun tersentak dan matanya kembali memanas. "T-tapi Jeno? A-aku pikir kau akan menikahi ku?"

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang