Renjun bergerak gelisah diatas karpet bulu yang ia duduki, wajahnya basah akan keringat dingin dan bibirnya terus bergumam ketakutan. Malam semakin larut tetapi Jeno belum menunjukan batang hidungnya di kamar dan itu tidak membuat Renjun tenang, ia semakin was-was dengan apa yang akan dilakukan pangeran Arcturus itu.
Tak lama pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok Jeno yang berbalut jubah kerajaan penuh debu, lumpur yang mengering dan daun kering yang menempel. Renjun beringsut mundur saat Jeno mendekatinya diikuti para dayang.
"Kau menunggu ku ya?"
Renjun menggeleng panik membuat Jeno semakin mendekatkan tubuhnya. Renjun hampir menjerit ketika aroma mint dan cendana masih tercium dari tubuh kotor Jeno.
"Kau kotor sekali!!"
Jeno terkekeh mengejek. "Aku kotor karena terlalu bersemangat menyiapkan kayu untuk pembakaran."
Renjun menelan salivanya gugup. "P-pembakaran?"
"Ya, pembakaran untuk mu."
"Kau bohong! Menyiapkan kayu tidak akan sekotor ini!"
"Sudah aku bilang karena aku terlalu bersemangat."
"Jeno-"
Jeno meletakan telunjuknya di depan bibir Renjun dan menggeleng pelan. "Ssttt!"
"Jangan bicara apapun sebelum aku membersihkan diri ku ya. Aku akan memakai mu malam ini dan besok pagi kau akan kembali ke Rigel-"
Jeno mengusap air mata yang mulai membasahi wajah Renjun.
"Dalam bentuk debu." Lanjutnya sinis.Jeno beranjak meninggalkan Renjun yang terisak ketakutan.
"Kau berubah!!" Renjun menatap punggung Jeno sedih.
Jeno menghentikan langkahnya, tatapannya semakin dingin. "Aku tak pernah berubah, inilah aku. Lee Jeno."
Jeno melanjutkan langkahnya seolah tak mendengar isakan Renjun. Para dayang segera memecah menjadi dua kelompok, sebagian masuk kedalam kamar mandi dan membantu Jeno membersihkan diri sementara sisanya menemani Renjun. Mereka tersenyum tipis melihat Renjun dan berpikir bahwa Jeno benar-benar orang yang menyebalkan.
"Yang Mulia."
"Hiks! Tak perlu memanggil ku Yang Mulia karena besok aku sudah terbakar menjadi debu."
Sang dayang ketua terkekeh. "Pangeran Jeno hanya bercanda Yang Mulia, beliau tidak menyiapkan apapun untuk kremasi."
"Tapi dia begitu kotor dan berkata kotoran itu ada karena ia terlalu bersemangat untuk menyiapkan pembakaran ku."
"Yang Mulia, Arcturus tidak menyimpan kayu di dalam lumpur jadi kotoran itu ada karena pangeran memetik teratai putih."
Renjun menggeleng pelan. "Tak perlu menghibur ku. Seorang pangeran aldebaran sepertinya tidak akan mau masuk kedalam lumpur hanya untuk memetik teratai disaat ia memiliki ratusan dayang untuk mengambilkanya."
Sang dayang menggenggam tangan Renjun. "Tidak Yang Mulia, Pangeran Jeno sungguh-sungguh memetiknya sendiri untuk pertama kalinya."
Renjun menoleh dan menatap wajah teduh sang dayang. "Untuk apa?"
"Untuk Yang Mulia tentu saja." Jawabnya disertai senyum hangat.
Renjun menunduk dan tertawa miris. "Tidak mungkin!"
"Bukankah Yang Mulia menyukai teh hijau yang diseduh bersamaan dengan kelopak bunga teratai putih?"
Renjun terdiam beberapa saat sebelum bergumam. "Ya aku suka."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Arcturus
FanfictionKetika Langit Arcturus Menjadi Saksi Bahwa Aku Mencintai Mu. NoRen - MarkMin - YukHae 19 Januari 2018 - 05 Juni 2020