23rd

23.2K 2.6K 524
                                    

Haechan menyerit saat berkas cahaya menyusup masuk dari jendela yang terbuka dan mengganggu tidurnya. Sejenak ia terdiam, memikirkan apa yang telah terjadi pada dirinya dan wajahnya seketika memerah.

"Ya Tuhan dia suami ku.." Gumam Haechan saat melihat wajah Yukhei yang begitu dekat dengan wajahnya, matanya terpejam dengan ekspresi yang polos.

Tangan Haechan terulur menyingkirkan anak rambut Yukhei yang mengganggu.
"Aku mencintai mu hyung.."

Haechan tiba-tiba terkekeh, entah kenapa melihat wajah polis Yukhei mengingatkanya dengan berbagai kelakuan konyol sang Altair.

"Tidurlah yang nyenyak hyung.. Aku mencintai mu." Kata Haechan lalu mengecup kening Yukhei lembut.

Setelah berusaha lepas dari dekapan Yukhei dengan susah payah Haechan beranjak dari ranjang dan mengambil jubah di lantai lalu menutupi tubuh polosnya dengan jubah tersebut. Haechan berjalan ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sendiri tanpa bantuan dayang, sungguh ia tidak ingin para dayang melihat puluhan bercak merah di tubuhnya.

Saat suara pintu kamar mandi tetutup terdengar cukup jelas, Yukhei membuka matanya dan tersenyum hangat, jantungnya berdebar dengan ritme menyenangkan. Sekian lama mengumpulkan niat untuk bangun akhirnya Yukhei duduk bersandar di kepala ranjang, ia mengambil buku di laci meja lalu membacanya walau dengan wajah kusut.

Tak lama Haechan keluar dengan wajah segar dan aroma apel hijau langsung menyeruak memenuhi ruangan hingga Yukhei menoleh untuk melihat istrinya.

"Selamat pagi istri ku." Kata Yukhei dengan senyum yang mampu membuat Haechan malu.

"Selamat pagi Yang Mulia.."

Yukhei terkekeh lalu mengisyaratkan Haechan untuk duduk di ranjang, Yukhei tidak peduli dengan tubuhnya yang hanya ditutupi selimut hingga pinggang.

Tangan Yukhei terulur untuk merapikan rambut Haechan. "Tidak mual?"

Haechan menggeleng pelan lalu menggenggam tangan Yukhei di kepalanya.
"Aku tidak mual, hanya saja perut ku kurang nyaman.."

"Kau butuh tabib?"

Haechan menggeleng lagi, ia menatap Yukhei dengan pandangan yang pasti tidak dapat Yukhei tolak.
"Apa yang kau inginkan?"

Seketika senyum cerah menghiasi wajah Haechan, mungkin setelah menikah dan akan menjadi ayah membuat Yukhei menjadi lebih peka dari sebelumnya.

"Aku ingin sarapan dengan sup ikan buatan mu, hyung!" Kata Haechan ceria.

"Sup ikan? Buatan ku?"

"Iya! Ikan yang hyung pancing sendiri, sayuran yang hyung panen sendiri dan sup yang hyung masak sendiri! Ya! Ya! Ya!"

Yukhei meringis, "aku tidak ingin kau sakit perut dengan memakan masakan ku Haechan-ie.."

"Ah! Bagaimana ini? Calon penerus Centaury akan tumbuh penuh liur jika ayahnya tidak mau membuat sup ikan.."

Yukhei menghela napas lalu tersenyum. "Baiklah tunggu sebentar, aku akan mandi lalu memancing ikan untuk mu lalu memanen sayuran untuk mu dan memasak sup ikan yang entah bagaimana caranya, hanya untuk mu."

Haechan mengangguk semangat sementara Yukhei beranjak dari ranjang dengan tangan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia berperang dengan ratusan prajurit sangatlah biasa tapi jika berperang dengan ikan, sayuran dan alat masak mungkin Yukhei akan mendapat nilai minus sepuluh.

"Bolehkah aku memanah ikannya daripada memancingnya.." Gumam Yukhei pelan.

Haechan merengut saat mendengar gumaman Yukhei. "Tidak boleh! Anak mu tidak mau ada bekas anak panah di tubuh ikannya."

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang