Altair

10.4K 1.3K 226
                                    

Junkai mengusap permukaan buku penuh debu yang sudah ia sembunyikan lima tahun lamanya, ia rasa ini waktu yang tepat untuk mengembalikan buku yang ia ambil dari bangunan terlarang di selatan istana. Ia telah membaca buku itu sejak usia delapan tahun dan ia baru mengerti bahwa buku itu berisi keburukan.

Rencana-rencana jahat kakeknya, kisah-kisah menyedihkan atas kematian nenek dan kedua kakek Jisung, pengkhianatan, perebutan takhta hingga rencana kakeknya membunuh Junkai dan ayahnya juga ramalan yang membuat kakeknya meledak dalam rasa iri. Ramalan yang menyatakan bahwa Arcturus tidak akan bergeser dari puncak kekuasaan.

Sekarang Junkai paham kenapa bangunan berisi tentang Canopus itu terlarang. Ayah dan ibunya hanya berusaha melindungi Junkai dari keburukan tanpa harus melupakan siapa sosok Johnny, karena bagaimanapun Johnny adalah ayah kandung ibunya.

Hari ini, hari dimana Junkai memutuskan untuk mengembalikan buku itu kepada sang ayah. Junkai siap menerima amarah dan hukuman dari kedua orang tuanya. Karena Junkai butuh ketenangan, bayangan menyeramkan dari kejadian yang tertulis dibuku itu seperti kutukan yang menghantui Junkai.

Sibuk dengan pemikirannya, Junkai tidak sadar kalau adiknya yang nakal itu telah memasuki ruang pribadinya.

"Oyy!"

"Oyy ge!"

Junkai yang duduk membelakangi pintu mendengus keras, memangnya seperti itu tata Krama seorang putri? Tidak sopan.

"Kau tidak diajari sopan santun ya?" Junkai  berkata pedas tepat saat berbalik.

Tian, gadis cilik dengan kecantikan khas Canopus itu tersenyum mengejek.
"Gege tidak diajari tepat waktu ya?"

Lagi-lagi Junkai diuji kesabarannya menghadapi sang adik, bagi Junkai dia iblis dalam tubuh malaikat.
"Baiklah ayo kesana."

Sebagai yang lebih tua Junkai mengalah, akan berbahaya jika anak manja itu memulai drama seolah Junkai yang bersalah. Ia mendekati sang adik lalu mengulurkan tangannya.

Tian segera menggenggam tangan kakaknya, jarang sekali Junkai mau menggandengnya.

Junkai berdecak pelan, "aku mengulurkan tangan untuk minta makanan yang kau bawa, bukan menggenggam tangan mu, Tian."

"Menyebalkan!" Tian segera membagi dua roti yang ia bawa lalu memberikannya pada sang kakak.

Junkai tersenyum lalu menarik tangan adiknya untuk digenggam, "aku bayar dengan gandengan."

Tian mencibir kakaknya yang suka berubah-ubah. Memang seperti inilah hubungan keduanya, antara cinta dan benci, sayang tapi terhalang gengsi.

"Apa yang kau bawa ge?"

"Anak kecil tidak perlu tahu!"

"Cih!"

Sejak kecil dilatih menjadi sosok tanpa suara, langkah mereka begitu tenang seolah tidak menapak di lantai marmer lorong. Haechan dan Yukhei benar-benar memastikan bahwa kedua anaknya pantas menjadi keturunan langkah dewa, menjadi sosok mematikan dalam keheningan.

Tak lama mereka sampai di ruang pribadi keluarga raja. Disana sudah ada Yukhei dan Haechan yang menikmati teh krisan hangat ditemani berbagai kudapan. Ini adalah waktu yang langka, waktu yang hanya dapat dinikmati keluarga kecil mereka satu atau dua bulan sekali karena kesibukan ayahnya dan Junkai tidak akan menyia-nyiakan waktu berharga ini untuk mengakui kesalahan.

"Ayah, ibu."

Junkai dan Tian memberi penghormatan singkat lalu bergabung bersama kedua orang tuanya menikmati teh.

"Bagaimana hari mu, Tian?" Tanya Yukhei lembut.

Tian tersenyum memamerkan gigi rapinya, "sangat baik ayah, aku menyukai dan menikmati waktu belajar ku. Bahkan aku mengalahkan Yiren Jie dalam ujian sejarah."

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang