Sirius - MarkMin

29.5K 3.7K 307
                                    

Tubuh ringkih berbalut jubah kerajaan Arcturus berwarna pastel itu berlari pelan menuju area latihan. Wajah manisnya tersenyum begitu cantik dengan kulit berkialuan saat sinar matahari pagi menyinarinya lembut.

Dia Na Jaemin.

Calon ratu kerajaan Arcturus.

"Hyung?"

Seorang laki-laki berjubah hitam merah menoleh ke arahnya. Mata setajam elang itu menatapnya dingin. Dia sang putra mahkota. Putra mahkota yang bersinar paling terang bak sirius.

"Mark hyung."

Seolah tuli laki-laki tampan itu hanya sibuk dengan busur panahnya.

"Mark hyung, ayo sarapan bersama. Aku memasak untuk mu."

"Kau bukan pembantu Jaemin!"

Jaemin tersenyum. "Tapi hyung-"

"Dan nama ku Minhyunng bukan Mark!!"

Senyum Jaemin menipis. "Tapikan nama Mark adalah pemberian ayah ku."

"Faktanya ayah mu Jaehyun itu sudah mati di medan perang! Dan kerajaan mu sudah hilang!"

Jaemin tersenyum tipis sekali. "Tapi Yang Mulia Taeyong menyangga kerajaan ku."

"Itulah alasan kau lemah! Kau bahkan tak mampu menyangga kerajaan mu sendiri! Pergi! Aku malas melihat mu pingsan disini! Merepotkan!!"

Jaemin meremas pinggiran jubahnya dan tetap tersenyum. "Aku akan menunggu hyung di meja makan."

Mark tak menggubris perkataan Jaemin. Jaemin tetap tersenyum tipis walau air matanya siap jatuh.

Jaemin menoleh kepada para dayangnya.
"Minta pada kepala koki untuk menyiapkan makanan untuk yang mulia, dia tidak cerewet dalam hal makanan tapi aku tahu dia tidak suka kacang merah jadi jangan masukan kacang merah kedalam sup dan kuenya. Tambahkan lebih banyak wortel dan kaldu sayuran saja. Dan gunakan coklat dari desa Anthares untuk kuenya."

"Bukankah anda telah memasak untuk putra mahkota? Bahkan menunya sama?"

Jaemin tersenyum dan menggeleng. "Dia akan kelaparan jika hanya ada makanan yang aku masak karena sampai kapanpun Mark hyung tidak akan memakannya."

Para dayang menatap Jaemin sedih, bagaimana mungkin orang sebaik Jaemin mendapat perlakuan sekasar itu? Walau ia adalah putra mahkota tapi tidak seharusnya ia mengkasari calon istrinya.

Jaemin menepuk tangannya senang seolah tak terjadi apapun yang melukainya.
"Ah! Bukankah ini ulang tahun putra kecil mu dayang Min? Ayo kita ke kebun untuk memetik berry segar dan menjadikannya kue yang lezat."

"Yang Mulia."

"Lalu kita akan ke pasar dan membeli hadiah."

"Yang Mulia hamba rasa tidak perlu."

"Oh tentu tidak perlu tapi sangat-sangat perlu."

Setelah mengatakan itu Jaemin kembali menatap Mark. "Hyung, aku pergi dulu, jangan terlalu lelah dan segeralah makan."

Mark hanya melirik Jaemin dan menutup mulutnya rapat-rapat.

......

Aura ruang keluarga kerajaan itu terasa begitu berat saat sang raja sedang menatap tajam sang putra mahkota yang bahkan dengan lancangnya ikut menatap sang raja, ayahnya.

Sang pangeran berdecak dan menyesap anggurnya santai. "Maafkan aku Yang Mulia tapi suasana seperti ini benar-benar tidak menyenangkan."

Taeyong menatap putra keduanya tak kalah tajam. "Aku tidak meminta pendapat mu pangeran Jeno!"

"Ayah." Akhirnya Mark bersuara setelah sekian lama.

Taeyong menatap Mark penuh amarah. "Sekali lagi aku tidak menerima penolakan Mark!!"

"Nama ku Minhyung!!"

"Hargai paman Jaehyun Mark!!"

Brakk..

Jeno dan Taeyong terkejut saat Mark menggebrak meja dengan keras. Tangannya terkepal erat dan wajahnya memerah.

"Nama itu membebani ku!! Aku membenci nama itu!!"

"Paman Jaehyun-"

"Tidak!!! Aku tidak mau mengingatnya lagi!! Semua adalah beban dan aku benci terbebani seperti ini!!"

"Beban kata mu??!!! Kau adalah sirius yang terang!! Dan seharusnya ini bukanlah beban untuk putra mahkota seterang sirius!!" Taeyong berkata tajam.

"Aku pikir aku adalah betelgeause! Terang tapi hampir mati." Balas Mark dingin.

Brakk..

Mark menendang kursi dan berlalu pergi dengan rahang mengeras penuh emosi. Taeyong menatap kursi yang tergeletak di lantai dengan mata berkaca-kaca.

"SAMPAI MATI PUN AKU PASTIKAN KAU MELINDUNGI JAEMIN!!!!!"

"Ayah.. Aku pikir-"

Taeyong menggeleng dengan napas terengah. "Berhentilah berpikir tentang kakak mu dan masalahnya Jeno."

Jeno mengangguk pelan dan pamit untuk pergi menemui kakaknya. Jeno tidak bodoh untuk tahu sebesar apa beban yang kakaknya dapatkan setelah kematian Raja dan Ratu kerajaan Archernar, Raja Jaehyun dan Ratu Doyoung, orang tua Jaemin.

Jaemin kembali meremat jubahnya saat ia bertemu Mark di depan ruang keluarga. Seluruh dayang menunduk saat tatapan tajam Mark terasa lebih menusuk.

"Hyung.."

"Bisakah aku mati sebelum menikahi mu?"


Tolong baca note diakhir

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang