8th

27.2K 3.2K 336
                                    

Renjun merenung dalam kegelapan malam, memikirkan kata-kata Jeno tentang apakah ia memiliki hati Jeno atau tidak. Semua terasa buram, samar-samar dan abu-abu, ia tidak pernah mengerti tentang perasaannya dan ia tidak pernah yakin dengan perasaan Jeno.

"Yang Mulia, saya membawakan makan malam anda."

Renjun menoleh dan melihat sosok pelayan khusus yang mengurus makannya.
"Aku tidak lapar."

"Tapi Yang Mulia, anda belum makan apapun sejak pagi dan anda hanya makan sepotong kecil roti kemarin."

"Aku kenyang."

Suara helaan napas terdengar pelan. "Kalau begitu bolehkah saya menyalakan satu lampu untuk anda?"

Renjun hanya menatap bintang-bintang yang bersinar terang di langit malam lalu ia menggeleng.
"Bisakah cahaya Aldebaran yang menerangi kamar ini?"

"A-ah it-"

"Ini kamarnya. Kenapa aku tinggal di kamar ini dan Jeno tinggal di kamar yang ada di paviliun?"

Pelayanannya menunduk dalam. "Maaf Yang Mulia hamba tidak mengetahui apapun."

"Tidak apa-apa. Pergilah!"

Pelayan itu meletakkan nampan berisi makan malam Renjun di nakas dan segera pamit undur diri.

Renjun kembali menatap langit yang dipenuhi jutaan bintang.
"Kau bilang surat mu tak membekas? Lalu sakit apa yang aku rasakan sekarang? Sakit yang aku rasakan saat napas ku tertarik, sakit saat jantung ku berdetak, sakit saat semua baik-baik saja." Renjun menggumam sedih.


"Ketika merpati membawa kabar bahwa kau sakit aku mulai kehilangan arah. Sakit apa yang aku rasakan? Sakit yang aku rasakan saat napas ku tertarik, sakit saat jantung ku berdetak, sakit saat semua baik-baik saja. Kau tahu? Sakit ini adalah sakit mu yang aku rasakan karena aku mencintai mu."


Renjun mengusap air matanya yang menetes secara tiba-tiba, ia menatap bunga teratai yang masih terlihat segar di mejanya.

"Tidak membekas, surat mu tidak pernah membekas karena saat itu semua telah terukir secara permanen-"

"Dihati ku."

"MARK HYUNG!!!!"

Renjun menoleh dan segera berlari keluar kamar dengan rasa panik ia harus menemui Jaemin yang berteriak histeris. Suara gaduh terdengar memenuhi ruang utama istana, tangis sang ratu juga tangis Jaemin yang menyayat hati. Tapi suasana sedih lebih terasa pekat di kamar sang putra mahkota.

"Ada apa?!" Tanya Renjun saat memasuki kamar Mark.

Jeno menoleh dan menatap Renjun datar. "Kau belum tidur?"

Renjun balas menatap Jeno. "Kamar mu benar-benar dingin, tidak ada kehangatan yang aku dapatkan. Aku tidak bisa memejamkan mata ku."

"Mark hyung!! Hiks! Bangun hyung hiks! Hyung!!" Jaemin mengusap wajah Mark berkali-kali, berusaha membuat sang sirius tersadar.

"Hyung!!"

Renjun menatap Jaemin sedih. "Ada apa dengan Mark hyung?"

"Dia hampir tewas saat mengambil lotus biru untuk pengobatan Jaemin."

Tangis Jaemin mengeras saat Jeno berkata seperti itu. Ia merasa semua terjadi karena dirinya yang lemah. Andai ia sehat pasti Mark tak akan mempertaruhkan nyawanya untuk bunga langka itu.

Tubuh Renjun seketika terhuyung kaget dan Jeno dengan sigap menahannya. "A-apa? Lotus biru?"

"Aku pikir Mark hyung tidak-"

"Tidak mencintai Jaemin??"

Renjun mengangguk dan Jeno menghela napas, ia mengeratkan rangkulannya pada pinggang Renjun. "Terkadang cinta tak perlu kata-kata tapi pembuktian."

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang