Tak terasa waktu berjalan begitu cepat untuk Jeno, hari ini adalah hari dimana ia akan menjadi raja Rigel. Seumur hidup Jeno, ia tidak pernah berpikir tentang naik takhta, ia adalah seorang pangeran yang artinya tidak akan mendapatkan takhta. Takdir memang tidak pernah diketahui siapapun, termasuk dirinya.
"Jeno.."
Jeno membalikan tubuhnya saat suara sang ibu terdengar. Ia tersenyum dan segera memeluk satu-satunya orang tua yang sekarang ia miliki.
"Apa kau gugup?"
Jeno mengangguk pelan. "Aku sangat gugup, selama hidup ku, aku tidak pernah diajari cara menjadi raja yang baik."
Ten tersenyum melihat kegugupan anaknya, "kau akan menemukan jalan mu, Jeno. Cukup ingat satu hal.. Kau memimpin ratusan ribu rakyat Rigel dan Canopus, kesejahteraan mereka, keamanan mereka dan kehidupan mereka bergantung dari cara mu memimpin."
"Aku akan mengingatnya."
Ten melepaskan pelukanya lalu menepuk bahu si bungsu. "Jadilah seperti ayah mu, jadilah seperti hyung mu.. Lalu lampaui mereka."
Jeno mengangguk tegas, "walau tidak ada darah Rigel ataupun Canopus dalam diri ku, aku akan mengasihi mereka seperti aku mengasihi rakyat Arcturus."
Ten tertawa pelan, "mengasihi? Apa kau bercanda, nak? Selama ini yang mengasihi banyak orang adalah hyung mu dan kau hanya mengasihi ibu dan Renjun."
Jeno mendengus kesal, "aku akan belajar mengasihi mereka semua.. Aku akan mengurangi arogansi ku, ibu."
"Ya kau harus!"
Ten dan Jeno mendongak, mereka menemukan Renjun sedang berjalan menghampiri mereka dengan Chenle di gendongannya.
"Kau harus mengurangi sifat arogan mu Yang Mulia atau aku akan menarik rambut mu."
Jeno terkekeh pelan, ia menatap Renjun penuh arti, "baiklah, aku sudah terbiasa dengan cinta mu yang kasar."
Renjun merengut, namun tak lama ia ingat tujuan awalnya memasuki kamar rias raja.
"Ibu, mama mencari ibu dan sekarang menunggu di tempat upacara."Ten terjekut, "astaga! Aku lupa.. Baiklah aku akan kesana.."
Seluruh dayang segera mengikuti langkah Ten meninggalkan kamar rias. Suasana cukup hening saat Ten dan belasan dayangnya meninggalkan ruangan.
"Kau tidak lelah hmm?"
Renjun menggeleng, namun ia menyerahkan Chenle kepada Jeno, bayi manis itu menggeliat pelan sebelum kembali tertidur nyenyak.
"Lihatlah.. Kenapa dia semanis diri mu?"
Renjun tersenyum manis, "karena dia tahu bahwa babanya menyukai sesuatu yang manis."
Jeno tertawa lalu mencubit gemas hidung Renjun, "aku hanya menyukai manisnya diri mu dan Chenle."
"Eyy.. Jangan merayu ku. Menggelikan."
Tawa Jeno semakin keras mendengar protes dari Renjun, namun karena tawa itu Chenle menggeliat kuat lalu menangis keras.
Renjun tertawa lalu mengambil alih Chenle dari gendongan Jeno, ia menimang sang putra sambil bersenandung kecil."Dia sama seperti mu.."
Renjun melirik Jeno sekilas, "ya, dia sama seperti ku yang tidak menyukai tawa mu yang sangat berat."
Jeno mendengus lalu menarik pipi Renjun, "katakan itu saat kau ingat masa kehamilan mu Renjun-ie.. Siapa yang menangis tersedu saat ku tinggal, padahal hanya pergi berlatih."
Renjun tertawa malu, namun tak berusaha membantah apapun. Jeno menatap Chenle yang berangsur-angsur tenang.
"Tidur yang nyenyak Tiánměi.." Bisik Jeno sebelum mengecup kening sang putra.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Arcturus
FanfictionKetika Langit Arcturus Menjadi Saksi Bahwa Aku Mencintai Mu. NoRen - MarkMin - YukHae 19 Januari 2018 - 05 Juni 2020