32nd

21.7K 2.2K 460
                                    

Renjun membuka matanya perlahan, sinar matahari yang telah meninggi membuatnya kehilangan mimpi indahnya. Senyumnya merekah saat ia melihat Jeno terlelap di pinggir ranjang sambil menggenggam tangannya.

"Jeno.."

Jeno tersentak kaget, ia menegakkan tubuhnya dan langsung menatap Renjun.
"Renjun.. Kau sudah sadar? Ada yang sakit?"

Renjun menggeleng pelan dengan senyum tipis, Jeno balas tersenyum lega.

"Dimana anak kita, Jeno?"

Jeno terkekeh pelan, ia beranjak dari duduknya lalu menuju keranjang bayi yang tergantung di samping ranjangnya.

Jeno mengangkat pelan sang putra, menggendongnya dengan hati-hati. Chenle menggeliat pelan dalam tidurnya membuat Jeno tersenyum gemas.

Mata Renjun menatap bayi mungil dalam dekapan Jeno dengan mata berbinar, hatinya bergetar hangat dan ledakan bahagia memenuhi jiwanya. Tanpa ia sadari air matanya menetes pelan saat bayi mungil berkulit merah muda itu berpindah ke dekapannya.

"Jeno, anak kita.." Gumamnya tak percaya.

Jeno tersenyum manis, tangannya mengusap lembut rambut Renjun lalu mengecup puncak kepala sang istri.

"Terima kasih, Renjun. Kau melengkapi hidup ku.."

Renjun tersenyum di sela tangis bahagianya, ia menerima satu kecupan manis di bibirnya. Renjun mengusap wajah mungil putranya yang manis.

"Selamat datang sayang.." Bisiknya sebelum mengecup pipi bulat sang putra.

"Siapa namanya, Jen?"

Jeno tersenyum, ia mendudukan dirinya di sisi Renjun lalu ikut mengusap helaian rambut sang putra. "Namanya Chenle.."

Renjun menatap putranya penuh binar bahagia, "selamat datang Chenle sayang.. Malaikat mama dan baba.."

Chenle kembali menggeliat pelan, matanya terbuka sedikit demi sedikit membuat Renjun kembali menitihkan air matanya.

"Sayang.. Ini mama."

Chenle tersenyum samar walau Renjun yakin Chenle belum dapat melihat dan mendengar dengan jelas.

"Lihatlah.. Dia secantik diri mu, seperti tidak ada aku di dalamnya."

Renjun mengangguk pelan, "tapi alisnya seperti milik mu dan sepertinya dia akan memiliki kulit sepucat diri mu, Jen."

"Aku tidak masalah jika kalian seperti pinang dibelah dua."

Renjun terkekeh, "harus ada diri mu yang terlihat, apapun itu asal bukan sifat arogan mu."

Jeno tertawa pelan membuat bibir Chenle melengkung dan alis tipisnya menukik, setelahnya tangis keras terdengar memenuhi kamar keluarga kecil sang Aldebaran. Mungkin si kecil kurang menyukai suara tawa sang baba.

"Jeno??"

Jeno terkekeh, "Dia senang bertemu dengan mamanya dan dia ingin meminta makan."

Renjun mengangguk mengerti, jemarinya bergerak menyentuh dagu mungil sang putra membuat bayi kecil itu mencari-cari jemari Renjun untuk dia hisap.

"Anggrek bulan mama lapar yaa.."

Dengan gemas Renjun mengecup pipi Chenle yang memerah. Ia membuka kancing jubah tidurnya lalu menempelkan bibir Chenle di putingnya, bayi mungil itu dengan semangat menghisap makanan paginya.

Jeno berdeham pelan saat melihat Chenle menghisap puting sang ibu, benda mungil yang biasanya hanya menjadi aset Jeno.

"Mulai sekarang baba harus berbagi dengan Chenle yaa.. Jangan iri." Kata Renjun saat tahu arah pandang Jeno.

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang