42nd

15.2K 1.8K 557
                                    

Jeno melangkah menuju paviliun miliknya dengan langkah ringan, ditangannya terdapat sepuluh tangkai bunga teratai putih kesukaan Renjun yang masih segar. Ia sungguh tak sabar menghabiskan waktu berdua dengan Renjun setelah berhasil dibujuk Jaemin untuk meninggalkan Chenle bersamanya di gazebo.

Jeno memang cukup sibuk belakangan ini, bendungan yang menjadi pemasok utama air pertanian jebol dan merendam habis pertanian Rigel termasuk tanaman racun mereka dan itu berhasil membuat Jeno bekerja sedikit lebih keras agar rakyatnya tidak kekurangan pangan.

Di saat ia memiliki waktu untuk Renjun dan Chenle, Jeno tidak akan melewatkannya. Sebenarnya Jeno ingin menghabiskan waktunya bersama Renjun dan Chenle tetapi perkataan Jaemin di gazebo mampu menohok hatinya. Jaemin mengatakan tanpa sungkan bahwa Jeno adalah ayah yang terlalu mengatur dan protektif pada Chenle, itu mungkin saja membuat Chenle tidak dapat mengungkapkan apa yang sebenarnya ia inginkan, hanya menuruti Jeno saja.
Misalnya keinginan Chenle belajar menyulam harus kandas saat Jeno melarangnya dengan alasan 'nanti Chenle tertusuk jarum' dan karena terlalu sering dilarang Chenle mulai enggan mengeluarkan isi hatinya.

Terima kasih pada Jaemin yang telah mengomel hampir satu jam lamanya, Jeno sadar kalau ia harus mengikhlaskan Chenle tumbuh dan berkembang di lingkungannya sendiri.

Tak terasa Jeno telah sampai di paviliun, ia segera melangkah masuk. Senyumnya merekah saat pemandangan pertama yang ia lihat adalah Renjun, ratunya itu sedang duduk menikmati semilir angin sambil membaca buku obat-obatan tak lupa ditemani Yakgwa dan teh.

"Renjun.."

Renjun menoleh, mengalihkan seluruh perhatiannya dari buku pada Jeno. Senyum manis terbentuk di bibir delima Renjun membuat Jeno ikut tersenyum.

"Dimana Chenle?" Tanya Renjun, putra manisnya itu lebih penting dibanding Jeno.

Jeno menggaruk pelipisnya lalu menatap Renjun dengan tatapan jenaka.
"Aku tinggalkan di gazebo."

Renjun menyerit tidak mengerti, "kau meninggalkan Chenle?"

Jeno tertawa melihat wajah bingung Renjun, ia menghampiri Renjun lalu duduk di samping submisif manis itu.
"Dia sedang belajar menyulam bersama Jaemin di gazebo, sebagai baba yang baik aku ingin dia mahir dibidang yang ia gemari.. jadi aku meninggalkannya disana."

Renjun menatap Jeno tak percaya, "serius? Jeno kau tidak sedang demam kan? Anak mu, Chenle kita yang manis? Yang bahkan membuat mu memanggil tabib hanya karena dia digigit semut merah.."

Jeno menatap Renjun tidak mengerti, "memang apa salahnya?"

"Tidak ada yang salah, hanya saja ini keajaiban.. kau saja ketakutan saat melihat Chenle memegang jarum sulam karena takut Chenle tertusuk jarum, sekarang menyuruhnya belajar menyulam? Wah.. angin apa yang membuat mu berubah pikiran?"

"Aku tidak berubah pikiran.. hanya ingin memberikan sedikit kelonggaran pada Chenle, dia pasti ingin belajar banyak hal."

Renjun menatap Jeno penuh kelegaan, masih tidak percaya bahwa ayah kelewat protektif seperti Jeno mau memberi Chenle kelonggaran. Renjun menatap Jeno yang sedang menatapnya serius.
"Ada apa?"

Jeno berdeham pelan lalu menyodorkan bunga teratai yang ia bawa kepada Renjun.
"Untuk mu."

Renjun menaikkan satu alisnya lalu mengambil bunga teratai putih yang diberikan Jeno, "sepertinya banyak yang terjadi pada mu hari ini, Jeno.. tapi terima kasih bunganya." Kata Renjun disertai senyum manis.

"Sudah lama sekali aku tidak memberi mu bunga." Balas Jeno lembut.

Renjun terkekeh pelan, ia menghirup aroma bunga teratai yang samar-samar, aroma bunga lembut yang ia sukai dan semakin ia sukai karena Jeno yang memberinya.
"Apa kau memetiknya sendiri?"

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang