Yukhei turun dari kudanya setelah melewati ribuan rakyat yang bersorak penuh kebanggaan, ia menerima rangkaian bunga dan usapan penuh rasa haru dari sang ibu walau setelah itu ia mendapat ceramah panjang akibat kenekatannya untuk kabur dan berperang di saat sakit.
Langkah Yukhei begitu tegas saat memasuki istana, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut yang dipenuhi bunga tulip biru, tidak ada sosok yang ia cari dan hanya ada dayang-dayang serta menteri yang bersujud.
"Kau mencarinya?" Tanya sang ibu.
Yukhei menoleh lalu mengangguk pelan membuat Yuan terkekeh.
"Dia di kamar.""Enggan menyambut ku?" Tanya Yukhei lebih pada dirinya sendiri.
Yuan menghela napas lalu menepuk bahu putranya, "temui dia."
Tanpa berkata apapun Yukhei segera melangkah menaiki tangga menuju kamarnya dan sang istri. Istana benar-benar berpesta saat ini, Yukhei yakin karena tiap sudut di penuhi bunga dan lilin beraroma mawar.
Yukhei menghembuskan napasnya pelan saat tiba di depan pintu kamarnya, para dayang dan prajurit yang berjaga hanya dapat membungkuk hormat.
Tok..
Tok..
Tok...
"Siapa?"
Yukhei mengepalkan tangannya saat suara Haechan terdengar berbeda.
"Aku Yukhei.."
"......"
"Haechan.."
"Katakan pada diri mu untuk tidak perlu repot-repot menemui ku dan Junkai."
Yukhei menghela napas pelan, "sayang.. Hei! Dengarkan aku dulu ya.."
"Apa yang harus kami dengarkan?"
"Haechan!"
Dengan segera Yukhei membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk, ia melihat Haechan sedang berdiri menghadap jendela sambil menimang Junkai.
"Bisa kembali, eh?" Kata Haechan sarkas.
Yukhei kembali menghela napas saat mendengar Haechan berbicara tajam tanpa menatapnya.
"Ini kewajiban ku, Haechan."Haechan menoleh dengan tatapan kecewa. Ia meletakkan Junkai di keranjang bayinya lalu kembali menatap Yukhei. "Apa kabur termasuk kewajiban?"
"Hei.."
"Maksud ku, apa pergi diam-diam adalah kewajiban prajurit Centaury untuk ikut berperang?" Tanya Haechan dengan mata berkaca-kaca.
Yukhei sadar apa salahnya sekarang. "Maafkan aku."
Haechan menggeleng, "aku belum selesai!"
Yukhei memilih diam dan mendengarkan isi hati sang istri.
"Apa susahnya membangunkan aku untuk berpamitan? Hyung takut aku melarang? Apa aku pernah mengekang pergerakan hyung? Melarang kewajiban hyung? Apa aku pernah berusaha menghilangkan gelar tiga prajurit bintang? Melarang hyung menjadi penerus sang langkah dewa?!!"
"....."
"Jawab?!!!"
Yukhei menciut, dari ribuan orang yang ia bunuh, mulai dari penjajah bermata biru, prajurit pemberontak, raja, panglima bahkan ia juga pernah memusnahkan sebuah kerajaan, ini pertama kalinya Yukhei merasa bersalah.
"Tidak." Jawabnya penuh rasa menyesal.
"Apa aku begitu sudah di bangunkan??!! Apa mengucapkan kata izin sangat sulit??!! Apa aku tidak pantas mendengar pamit mu??!! Apa aku bukan istri mu?!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Arcturus
FanfictionKetika Langit Arcturus Menjadi Saksi Bahwa Aku Mencintai Mu. NoRen - MarkMin - YukHae 19 Januari 2018 - 05 Juni 2020