Canis Major

21.3K 1.6K 693
                                    

Mata Jisung menyipit, membidik seekor rusa gemuk yang berdiri dua puluh lima meter dari tempatnya bersembunyi. Busur digenggam erat dan anak panah ditarik kuat, lidah panasnya bergerak membasahi bibir saat target terkunci bidikan, konsentrasinya penuh pada titik kehitaman yang menatap awas sekeliling.

"Milik ku.." Desis Jisung posesif.

Syutt..

Jisung berdecak bangga atas bidikannya yang tidak pernah meleset, tepat di mata dan menembus kepala.

Remaja sembilan belas tahun itu segera keluar dari balik pohon tempatnya bersembunyi, wajahnya cerah dan senyum penuh kebanggaan terbit dari bibirnya.

"Anda memang luar biasa Yang Mulia."

"Terima kasih, Dejun Hyung."

Dejun, putra dari panglima kepercayaan Mark yang menjadi sahabat Jisung di lingkungan istana itu terkekeh, "kenapa anda begitu bersemangat hari ini?"

Jisung tersenyum malu, wajahnya bersemu dan jemarinya menggaruk pelipisnya gugup.
"Chenle.."

"Ah! Saya paham.. jangan diteruskan jika anda tidak ingin memerah seperti tomat matang." Potong Dejun disela kekehan gelinya.

Jisung berdecak pelan saat Dejun meledeknya, ia dengan kesal mencabut anak panah yang menancap di mata rusa buruannya tanpa ragu menimbulkan ringikan sakit sang rusa.
"Berhenti tertawa Hyung, cepat ikat rusa ini!"

Bukannya takut Dejun malah semakin mengeraskan tawanya dan itu berhasil membuat Jisung kesal. Sirius muda itu berjalan meninggalkan Dejun dan memilih duduk di bawah pohon tak jauh dari tempat rusa buruannya tergeletak tak berdaya.

Jisung memejamkan mata sambil menyandarkan tubuh jangkungnya di pohon. Bayangan senyum manis Chenle yang menyambut antusias kepulangannya dengan rusa segar membuat hatinya berdebar.

"Jangan tersenyum di bawah pohon, kau seperti kerasukan setan."

Secepat kilat Jisung membuka matanya, ia menatap sosok tangguh yang menjulang di sampingnya. Memang sosok itu tidak setinggi Jisung tapi kalau dilihat dari bawah, sosok itu cukup menyeramkan.

"Junkai Hyung! Sejak kapan Hyung disini? Kenapa menyusul ku?"

Junkai menatap Jisung yang duduk di bawahnya, ia menggigit apel yang dibawanya dari istana lalu mengunyahnya tanpa peduli pertanyaan Jisung.

"Kau harus melatih kepekaan mu terhadap sekitar, Jisung." Katanya setelah berhasil menelan kunyahan apelnya.

Jisung menghela napas, "itulah yang sedang aku latih, Hyung. Sudah banyak berkembang, tapi aku belum bisa merasakan hawa keberadaan keturunan langkah dewa, kalian seperti mustahil dideteksi."

Junkai tertawa pelan lalu mengusap rambut Jisung dengan brutal, "kau tidak akan bisa, bocah! Bahkan belum pernah ada yang bisa merasakan keberadaan langkah dewa.. bahkan para leluhur terdahulu."

Jisung berdecih, ia menampik tangan Junkai yang merusak rambut yang ditata ibunya.
"Aku pasti bisa, suatu saat."

Junkai tersenyum lalu menaikkan bahunya tak terlalu memikirkan ucapan Jisung. Ia melihat Dejun yang telah selesai dengan rusa buruan Jisung.

"Ada angin apa kau berburu di musim gugur seperti ini?"

Jisung berdiri lalu membersihkan pakaiannya dari dedaunan kering. "Mencarikan Chenle daging segar." Jawabnya ringan, tanpa tahu raut wajah Junkai berubah.

Junkai menatap Jisung sejenak sebelum kembali memperhatikan Dejun.
"Aku rasa kedekatan mu dengan Chenle lebih dari seorang saudara sepupu." Katanya mengambang.

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang