11th

31.2K 3.1K 575
                                    

Yukhei menatap surat yang dikirimkan Jeno dengan pandangan datar, pembahasan yang ditulis Jeno memang cukup serius tapi ia benar-benar tidak ingin bereaksi apapun.

"Apa kau sudah siap ke Rigel?" Tanya Jungwoo saat melintas di dekat Yukhei.

Yukhei mengangguk pelan dan melipat suratnya. Ia segera menyimpan pedang miliknya dan bersiap meninggalkan area latihan.

"Mau kemana?!"

"Mandi." Jawab Yukhei singkat. Datar. Tak peduli dan dingin.

"Kau sudah selesai berlatih?"

"Ini tengah malam."

Jungwoo menghela napas. "Aku tak menyentuh Haechan mu seujung kuku pun!! Aku mengasingkan dia di perbatasan Rigel."

Yukhei menatap ayahnya datar dan melanjutkan langkahnya yang tertunda.

"Yukhei!!!"

"Aku tidak peduli."

"Haechan mungkin saja di Rigel."

Yukhei menghentikan langkahnya sejenak dan menoleh untuk menatap ayahnya datar.
"Sudah aku katakan aku tidak peduli."

Jungwoo terdiam, ia hanya dapat melihat punggung Yukhei yang semakin mengecil dan akhirnya hilang dibalik lorong paviliun.

"Apa kau pikir aku begitu kejam?"

Pengawal Jungwoo ingin berteriak 'iya' tapi ia hanya menggeleng dan membungkuk ringan.
"Hamba tahu anda tidak ingin kejadian yang menimpa anda terulang pada Yang Mulia Yukhei."

"Ya. Hanya itu, aku benar-benar tidak ingin membuatnya menyesal seperti ku. Jika ia tetap menikahi Haechan, selir Han akan naik tingkat menjadi ibu suri dan aku tidak ingin mereka dipisahkan seperti aku dulu. Lebih baik berpisah sekarang sebelum ada pewaris yang terlahir."

"Ya Yang Mulia."

Jungwoo melanjutkan langkahnya, "Tapi aku pikir cara ku terlalu menyakitinya."

"Ah sudahlah! Anggap saja cinta adalah takdir Tuhan yang diperjuangkan manusia."

......

Renjun menggeliat saat Jeno menjilati lehernya dan memberikan banyak gigitan berbekas. Tubuh keduanya basah akan peluh, tanpa kain yang menutup, tanpa ranjang empuk ataupun privasi.

"Jenhh.."

Renjun hampir gila saat Jeno tak berhenti memainkan miliknya, melecehkan lubangnya tanpa ampun. Jeno benar-benar ingin membuatnya menyesal.

"Eummpphh.."

Jeno meraup kasar bibir Renjun yang telah membengkak dengan titik darah di sudut bibirnya, mengecap rasa manis dan kenyal yang begitu ia dampa. Pergulatan lidah memanas hingga Renjun hanya mampu mengerang pasrah.

"Akh! Akh! Jenhh.."

"Sshhh.. Kau begitu hangat."

Jeno menyeringai dan mempercepat gerakan jarinya hingga Renjun kehilangan akal sebelum mencapai puncak nikmat fana yang ada di dunia.

"Aku bahkan belum merusak mu!"

Renjun tertawa pelan saat kesadarannya mulai terkumpul. Tatapannya menggoda dengan binar panas yang semakin menyulut sisi gelap Jeno.
"Kalau begitu rusak aku sesuka mu."

"Brengsek!!"

Jeno segera membuka lebar kaki Renjun, ia tidak dapat menahan apapun lagi, ia menggila saat 'miliknya' dijepit begitu erat dan hangat.

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang