Sirius

12.8K 1.5K 267
                                    

Jisung maju selangkah lalu mengayunkan pedang platina milik Lee Taeyong, kakeknya. Pedang yang kini menjadi pedang kesayangan Jisung itu terayun dengan sempurna walau memiliki bobot yang cukup berat untuk anak seusianya.

Trang..

Pedang Jisung terlempar dan menancap miring di tanah. Jisung menatap mata ayahnya yang sekarang tengah mengacungkan pedang tepat di depan lehernya.

"Kau lengah."

Jisung hanya diam, dalam arena latihan ayahnya adalah musuh dan ia harus berpikir cepat bagaimana cara mengalahkan laki-laki dewasa yang menjabat sebagai rajanya itu.

Jisung menendang udara tepat di depan perut Mark hingga perhatian ayah satu anak itu teralihkan, "kau meleset-"

Belum sempat Mark menyelesaikan ucapanya, kaki kiri Jisung menapak tanah dan tubuhnya berputar menghantarkan kaki kanannya untuk menghantam tubuh sang ayah.

Bugh..

Tendangan Jisung cukup keras untuk anak berusia tiga belas tahun. Kakinya yang panjang berhasil mencapai bahu ayahnya dan membuat Mark limbung, dengan cepat Jisung kembali berputar dan menendang tangan kanan ayahnya hingga pedang berembos naga itu terhempas ke tanah seperti pedang miliknya.

"Ayah lengah.."

Satu tendangan lagi Jisung layangkan pada Mark hingga sang Sirius terbatuk pelan. Jisung menghentikan gerakannya saat berhasil mengunci tubuh Mark dengan tangan dan kakinya.

Mark tertawa, ia bisa saja melepaskan diri dengan mudah, tapi ia sadar tenaga Jisung masih belum sebesar dirinya karena Jisung masihlah anak-anak. Melihat kecepatan, strategi dan kepintaran Jisung, mungkin Jisung dapat dengan mudah mengalahkan Mark saat dewasa nanti.

Yang Mark butuhkan sekarang adalah melatih ketahanan tubuh dan kekuatan putranya, seni pedang, bela diri dan kehebatan memanahnya sudah sangat baik untuk anak berusia tiga belas tahun.

Jisung meletakkan tangannya di leher sang ayah lalu membuat gerakan seolah menggorok leher musuh.

"Ayah kalah." Bisik Jisung tepat di telinga ayahnya.

Mark tertawa pelan lalu menjulurkan lidahnya, bersandiwara seolah ia memang mati tergorok. Melihat ayahnya yang bercanda Jisung tertawa renyah. Inilah yang ia sukai saat berlatih bersama Mark, rasanya ia semakin kuat tanpa rasa tertekan.

"Jisung lelah, ayah berat sekali.. ayo kita hampiri ibu." Jisung berusaha mendorong ayahnya menjauh.

Mark bergeming, masih nyaman menyandarkan tubuh besarnya ke tubuh Jisung.

"Ayah..."

"Ayah sudah mati, tidak bisa berjalan kesana." Balas Mark masih dengan mata terpejam.

Jisung mendengus pelan lalu menutup hidung ayahnya gemas, "bagus, Jisung akan naik takhta sekarang, lalu mencari ayah baru."

Mark merengut lalu menampik tangan Jisung. Ia bangun lalu duduk tepat di depan Jisung. "Anak kurang ajar."

"Terima kasih, semua berkat didikan ayah." Jawab Jisung dengan cengiran meledek. Ia segera bangun dari duduknya dan memilih berlari cepat kearah sang ibu.

Mark ikut bangun dan mengejar Jisung, bayi kecilnya sudah tumbuh sehebat ini, rasa bangga melingkupi hati Mark.

"Ibuu!! Ayah kalah! Ibu ayah kalah!" Jisung berlari sambil mengeluarkan teriakan hebohnya.

Jaemin yang menunggu dua kesayangannya di pinggir arena latihan hanya tertawa pelan, ada-ada saja tingkah mereka.

'meong..'

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang