41st

15.6K 1.8K 357
                                    

Mark menapaki anak tangga menuju pintu utama kuil yang dibangun khusus untuk peribadatan keluarga kerajaan Arcturus, sekaligus tempat yang menyimpan abu kremasi para Raja terdahulu, termasuk abu kremasi kedua orang tua Jaemin. Sebelumnya Mark berencana meletakkan abu kremasi Johnny di kuil ini namun mengingat Haechan lebih berhak menyimpan abu ayahnya maka Mark dan Yukhei memutuskan untuk menyimpan abu Johnny di Centaury.

Mark tersenyum tipis saat melihat bunga segar dan dupa yang hampir terbakar habis di atas meja kayu ebony, diatas meja tersebut terdapat sebua kotak kayu yang dibuat khusus menggunakan kayu Blackwood yang halus dan kuat, kotak yang di setiap sisinya dilapisi emas murni.

Mark menarik napas lalu mengusap permukaan kotak kayu blackwood yang diukir indah itu.
"Tidak terasa ayah telah pergi begitu lama." Gumamnya.

"Sudah tujuh tahun sejak kepergian ayah.. rasanya aku masih tidak percaya kalau ayah tidak pernah menggendong Jisung." Mark terkekeh sambil menatap bunga Lily yang ia bawa.

"Ayah tahu? Jisung tumbuh dengan baik, diusianya yang baru enam tahun dia sudah pandai memanah dan seni pedang. Dia juga sudah pandai menulis kaligrafi dan sangat pandai bernegosiasi.." Mark bercerita dengan mata berkaca-kaca, ia mendongak untuk menatap lukisan sang ayah.

Mark selalu berusaha menghilangkan bayangan Taeyong yang terbujur kaku di peti mati namun usaha itu selalu gagal, bayangan itu seolah enggan untuk pergi dan terkadang masih menghantui mimpi-mimpinya.
"Aku tidak akan bersedih ayah, tapi tujuh tahun masih sangat singkat untuk menyembuhkan rasa kehilangan diri mu sepenuhnya."

Mark meletakkan bunga yang ia bawa di sebuah guci keramik berhias naga emas disisi kanan dan kiri kotak abu sang ayah, lalu mengambil dua buah Hio (dupa) dan membakarnya, saat asap Hio mulai berbaur dengan udara Mark segera berdoa untuk kedamaian ayahnya di surga.

Sebenarnya keluarga kerajaan telah mengadakan ibadah untuk memperingati hari kematian sang ayah bahkan Jeno dan Renjun datang khusus untuk ikut memperingati hari kematian Taeyong, namun karena Mark sedang dalam perjalanan pulang dari kerajaan Doradus dan tidak dapat tiba tepat waktu maka terpaksa ia harus beribadah sendiri.

Setelah Mark memberikan penghormatan sebuah tangan kecil terulur untuk meletakkan setangkai bunga Lily putih.

"Jisung.."

Jisung tak menjawab panggilan ayahnya dan memilih menangkupkan kedua tangannya dan berdoa untuk kedua kalinya hari itu. Ia berdoa untuk kakek yang begitu ia hormati walau tak pernah berjumpa.

"Kenapa kau disini? Kemana dayang dan pengawal mu?" Tanya Mark saat putranya itu selesai berdoa.

"Menemani ayah berdoa untuk Daewang mama." Jawab Jisung.

Mark tersenyum, "kau kabur dari pelajaran seni pedang kan, Jisung?"

Jisung ikut tersenyum lebar hingga menampilkan gigi serinya yang kurang satu buah.
"Jisung ingin belajar bersama ayah saja."

Mark berlutut untuk menyamakan tingginya dengan sang putra, "kau sudah besar Jisung, kenapa tidak bisa lepas dari ayah? Dan jangan suka kabur seperti Roki nanti ibu mu marah."

Jisung menangkup wajah Mark lalu mengecup kening ayahnya penuh kasih sayang, "karena Jisung sayang ayah, ibu sayang kita, jadi ibu tidak akan marah."

Mark tersenyum semakin lebar, "astaga putra tampan ayah, kenapa Jisung semakin tampan dan pintar."

Mark segera membawa Jisung kedalam pelukan hangatnya, mengusap penuh sayang helaian hitam sang putra yang tertutup guan bercorak naga.
"Jisung kembali jadi bayi saja ya? Agar ayah dapat menggendong Jisung." Kata Mark gemas.

The ArcturusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang