[12.Girlfriend(?)]

33 2 0
                                    

.

.

Sudah sepuluh menit berjalan, dan tak satupun yang berbicara. Bukan ini yang diinginkan Nina. Ia ingin menjelaskan semuanya, namun bagaimana bisa dikeadaan yang se-canggung ini?

"Ah, maaf."

Tak sengaja John malah membuat beberapa bola basket tergelinding alias jatug dari tempatnya. Nina yang kakinya terkena bola basket itu langsung menoleh,

"Hm. Gak apa apa." Jawab Nina dingin. Suasananya berubah, tidak seperti dikelas tadi, Nina yakin John sengaja melakukannya dan Nina mengerti, itu tandanya ia ingin membicarakan sesuatu hanya dengan berdua. Tapi, dia malah terlihat diam dan tak ingin membicarakan apapun.

John-pun memperbaiki baut yang lepas dan kembali menaruh beberapa bola basket ke tempatnya. Nina hanya diam, sibuk menyapu tanpa arah didalam ruangan berdebu tersebut.

"Maaf."

Nina terkaget dan menoleh, John hanya mengatakannya sekali sambil menaruh beberapa bola basket ke tempatnya.

"Gue tau lo pasti benci dan gak mau temenan lagi sama orang kayak gue." Ucap John tanpa mengalihkan pandangannya.

Nina hanya terdiam, seraya masih dalam keadaan menyapu.
John tertawa sendiri,

"Tuh kan, gue itu memang bodoh. Musuh tetaplah musuh. Maaf, gue lancang suka sama lo. Lo boleh jijik, benci sama gue.."

"Tapi, setidaknya hargai gue."

Jantung Nina berdebar tak karuan. Matanya kosong menatap ke depan. Hatinya gelisah, pikirannya kosong. Ia tak tahu harus berbicara apa. Disisi lain, ia harus seperti ini agar terhindar dari resiko. Disisi lain juga, ia tak ingin mengecewakan John, terlebih lagi dirinya sendiri menyukainya juga.

Apa ada pilihan lain dari itu?

"Ya, gue hargai."

"Gue juga suka sama lo."

Tidak mengecewakan dan menghindar dari resiko, Nina rasa pilihan itu masih ada.

"Kalo seandainya, Nina suka sama lo juga, lo bakalan mau ngapain? Pacaran gitu?"

John terhenti dalam perbuatannya menaruh bola basket ke tempat-nya.

"Ohya, btw yang ngerjain lo waktu lo masuk ke kamar mandi cewek itu salah gue, gue minta maaf."

John lagi-lagi terdiam. Antara kesal dan bahagia. Dia tak tahu apa yang ia rasakan. Ia mendongakkan kepalanya, Nina tersenyum ke-arahnya. Jantungnya tak bisa dikendalikan, mereka berdua sama sama menatap kedalam bola mata hitam pekat itu.














"Ekhem!" Nabila dan Rion berjalan berdampingan lewat didepan gudang olahraga didekat tangga tersebut.

"Eh? Kita dipanggil lagi ke kelas XI.5 ya? Padahal kakak tadi nyuruh balik ke kelas." Ucap Rion.

"Tau,ah. Kakak kelasnya resek." Ucap Nabila.

"Yang penting kita bisa liat bibit bibit cinta disini, yuk, ah.. gak mau jadi nyamuk." Sindir Rion.

"Hoho..Iya, entar syuting dramanya gagal. Kita mah figuran." Timpal Nabila. Mereka-pun berjalan tanpa rasa bersalah, dan membuat John serta Nina kesal setengah mati.

Ish, nggangu. Resek, tau ah. Untung sabar. Batin John.

Tuh badan cungkring, awas aja gue sembelih nanti pulang. Batin Nina.

.




.

"Jadi?" Tanya John mengangkat alisnya.

Eight✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang