[37.LongNight]

19 1 0
                                    

***

Perjalanan kembali lanjut, walau suasana tegang sesaat. Andina meringis pelan saat luka goresan yang sudah diperban itu berdenyut. Satria makin merasa bersalah, namun percuma minta maaf, Andina sudah memaafkannya berulang kali.

.

Bis tersebut berhenti disebuah hutan bernama Ruch. Hutan yang terkenal terjamin keamanannya, karena sudah diamankan untuk berbagai kegiatan sekolah.

Mereka mulai turun dari bis, Mereka takjub sesaat melihat pohon-pohon yang menjulang tinggi, serta cahaya matahari yang sedikit tertutupi dibalik pepohonan.

Hal tersebut mengundang banyak siswa yang menyempatkan diri untuk berfoto. Namun, hal yang disebalkan adalah di daerah ini tidak ada sinyal sama sekali.

Mereka mengikuti sang pemandu ke sebuah tanah lapang berpasir untuk mendirikan tenda. Untuk kegiatan tertentu, mereka sudah didirikan kebeberapa kelompok. Tentu saja, kelompoknya mereka tentukan sendiri, asalkan ada kelompok untuk kegiatan tersebut.

"Kalo delapan orang boleh?" ketus Anggia tak suka.

"Tidak boleh." tolak sang pemandu yang menyebalkan menurut Anggia. Sedangkan tujuh gadis dibelakangnya sudah tak sanggup lagi melihat sinar cahaya dari makhluk tuhan yang ada didepan mereka.

"Kenapa gak boleh? Kita mau-nya berdelapan!" Anggia terus memaksa hingga melipat kedua tangannya didepan dada.





Pemandu berbaju merah itu hanya tersenyum kecil, "Tadi saya sudah bilang, satu kelompok tidak boleh lebih dari lima orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pemandu berbaju merah itu hanya tersenyum kecil,
"Tadi saya sudah bilang, satu kelompok tidak boleh lebih dari lima orang." jelasnya dengan suara nan lembut-nya.

Anggia menghela nafasnya,
"Oke, kalo gitu kami bagi dua. Empat-empat. Gimana?"

Pria itu mengangguk pelan. Dan tak mau mengambil masalah. Sudah sepuluh menit Anggia memaksanya soal pembagian kelompok ini, dan ia mulai lelah tegak dihadapannya bak prajurit.

Bukannya berterima kasih, bisa-nya ia dipaksa harus mencari satu orang lagi untuk kelompok mereka, tapi malahan Anggia langsung berbalik dan mengatur teman-temannya untuk membagi dua kelompok. Pemandu bermata coklat itu hanya bisa mengelus dada sabar.

"Kita bagi dua kelompok. Gue, Nabila, Andina, Ria. Dan kalian sisa-nya. Ada yang gak setuju? Ajuin aja. Kita ganti lagi." ucap Anggia.

"Gimana kalo Nabila ikut kami aja, dan Chintiya ikut lo?" usul Vina.

"Gak bisa. Chintiya punya hak medis, dan Ria bisa bantu kalo ada yang luka. Mereka harus pisah ke masing-masing kelompok." ujar Anggia.

"Oke, gak masalah. Jadi gue, Vina, Chintiya, Marshel. Okesip." setuju Nina lalu mengeratkan tali tas-nya.

"Tapi..setiap kelompok daerah tenda-nya beda walau jaraknya gak terlalu jauh." ucap Nabila.

Marshel yang mendengarnya merangkul orang disekitarnya dan mengajak diskusi secara rahasia, seolah olah pemain sepak bola yang mulai mengatur strategi sebelum pertandingan.

Eight✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang