Use your earphone🎧
Thank you.***
Marshel tengah melihat kobaran api dihadapannya. Tapi ia tak sendiri. Ada sahabat-sahabatnya disekitarnya. Beberapa kakak kelas bahkan keanggotaan pramuka berlalu lalang, sedangkan adik-adik kelas memang saat ini disuruh duduk diam karena mereka akan mengatakan sesuatu.
Leon berdeham, lalu mulai berbicara dihadapan semuanya. Namun, Marshel tak peduli. Matanya melihat kearah yang lain. Yaitu langit malam.
Bagaimana bisa langit setenang itu ketika penduduk dibumi ini bersenang-senang di malam hari? Apa langit tidak marah bahwa malam hari bagi bumi ini menjadi tidak bisa tenang?
Ntahlah pemikiran klise macam apa itu. Itu hanya terlintas dikepala Marshel.
Lalu kemudian ia kembali berpikir, kali ini soal Rayhan. Bagaimana bisa pria jelek itu tiba-tiba menyatakan perasaannya lagi? Tapi Marshel juga berpendapat, bahwa kali ini kakak kelasnya itu mengatakannya secara tulus.
Marshel menggelengkan kepalanya. Ini tidak mungkin.
Bagaimana kalau pria itu memberikan harapan yang palsu lagi baginya? Bagaimana jika pria itu menyakiti hatinya lagi?
Jika saja didunia ini tidak ada yang namanya cinta, maka cerita kehidupan itu takkan serumit ini.Tapi manusia selalu diciptakan, dilahirkan untuk berpasangan nantinya.
Aish, Marshel tak tahu apa yang dipikirkannya ini. Namun nama Rayhan selalu memenuhi pikirannya akhir-akhir ini apa lagi semenjak pernyataan itu. Ini membuat hatinya bingung. Ia selalu ingin membuat masalah dengan Nina hanya untuk melupakan hal ini dari kepalanya, supaya ia bisa mengalihkan pikirannya kesesuatu yang lebih bisa membuatnya melupakan hal itu.
"Shel?"
Marshel terlonjak kaget dan menoleh kesamping.
"Lo ngelamun? Mikirin apa sih?" tanya Vina.
"Ng..nggak..itu..gue--" kok jadi gugup gini sih?
Vina mengernyitkan keningnya heran.
"Lo gak ndenger apa yang diomongin kak Leon barusan?"Marshel menoleh ketempat posisi kak Leon tadi berdiri, namun kak Leon tak berada lagi disana.
"Loh?" Marshel bingung.
"Tuhkan, lo bengong sih!" ketus Vina.
Andina menyahut dari sebelah kirinya,
"Jadi, kita itu malam ini bebas mau ngapain, asal gak diluar batas area yang udah ditentukan.""Jadi kita main truth or dare!" cerocos Nina.
Mereka membenarkan posisi duduk menjadi sebuah lingkaran.
"Kita milih benda apa sebagai penentu orangnya?" tanya Nabila.
Ria menoleh ke suatu benda yang menggelinding kearahnya. Entah dari mana asalnya, Ria tak mementingkan hal itu dan mengambilnya.
"Kita pakai botol ini saja!" antusias Ria.
"Boleh-boleh!" setuju Nina lalu mengambil botol tersebut. Botol itu ditaruh ditengah-tengah mereka dan diputarkan. Botol itu terus berputar..dan berhenti tepat di Andina.
"Truth or dare?"
"Dare." jawab Andina santai.
"Eh beneran lo pilih dare, din?" tanya Anggia.
"Beneran kok." jawabnya lagi-lagi santai dan setenang ombak dipantai.
"Lo pilih siapa yang mau ngasih lo dare?" tanya Anggia lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eight✔
Chick-Lit[Apapun masalahnya, apapun keadaannya, kita akan selalu bersama dan saling mendukung satu sama lain -Eight, 26 Sep 2016-] Sahabat, musuh, perselisihan, masalah, trauma, cemburu, cinta sudah biasa disini. Saling menasihati, memotivasi sesama adalah k...