[19.Daddy]

25 2 6
                                        

.

.

"Ih! Apa-apaan sih?! Asal main tarik aja!" Kesal Vina yang makin memuncak. Riko tak menghiraukannya, dan memesan minuman disuatu stand, dan hal itu membuat Vina tambah kesal serta marah.

"Nih minum." Tawar Riko yang ikut duduk disamping Vina.

"Lo apaan sih? Gue tadi dikacangin." Kesal Vina dan tetap menyilangkan tangannya, tak mau menerima minuman itu.

Riko tak peduli, dan menaruh minuman satu-nya disampingnya.

Tak lama Vina menenggelamkan kepalanya, berusaha menenangkan pikiran dan hatinya.

"Kok lo gitu sih, Vin?"

"Emang..gue..salah apa?" Lirih Vina tanpa mendongakkan kepalanya.

Riko kembali menyedot minumannya,
"Omong-omong gue kabur dari audisi lomba cerdas cermat. Gue di ajuin oleh tuh upil samuel, dia temen yang sialan emang. Dia pikir otak gue, otak udang apa?"

"Sama, gue juga." Jawab Vina singkat.

Lalu hening sesaat.

Riko habis menyedot minumannya, lalu melempar gelas plastik itu asal.

"Lo gak tau aja, Kak Alan sama Chintiya itu udah temenan dari kecil. Gue juga termasuk dalam pertemanan mereka dulu. Kak Alan itu orangnya bijaksana, kami sering main kemana-mana dan selalu dijaga sama dia. Pernah juga pas kami main heroman, gue jadi bandit, Chintiya juga. Pas gue jatuh, Kak Alan nolongin gue yang hampir ketabrak orang yang lagi naik sepeda dengan kayuhan pedal yang kuat. Terus, Chintiya bantu dikit-dikit ngobatin gue. Kata-nya, kalo luka-nya dibasuh pakek air, gak akan kena infeksi. Trus, kak Alan juga coba jelasin hal itu ke mama gue dan gue gak jadi kena marah. Biasanya mama akan marah, mangkanya gue waktu itu nangis sebelum kak Alan cerita, tapi pas udah cerita, semuanya jadi lebih baik."

"Vina, wajar kak Alan suka sama temen masa kecilnya. Karena..udah terbiasa. Mungkin dia sayang sama lo, hanya sementara, sebelum dia sadar bahwa sebenarnya dia sayang Chintiya." Jelas Riko.

Hati Vina berdenyut kecil, dia menyesal marah-marah tadi sekaligus kecewa, ternyata kak Alan benar-benar tak menyukainya.

Vina lalu mendongakkan kepalanya dan menghapus sedikit air mata-nya. Riko lalu tersenyum dan memberikan minuman satunya yang masih ia taruh tadi.

"Kadang, kenyataan itu pahit. Takdir itu sudah ditentukan. Lo hanya perlu jalaninnya dengan sadar."

"Ma..makasih." Jawab Vina dan menerima minuman itu.

Deg..deg..deg..

Apa ini?

.

.

"Nggak."

"Dari kecil memang gue suka sama lo."

Chintiya sontak kaget dan membelalakan matanya.
"Apa? Ja..jadi..gue gak salah denger? Kak Cia juga ngomong. Terus hadiah itu kakak juga yang kirim tiap seminggu sekali?"

Alan mengangguk pelan.

Chintiya bingung dan menatap keramaian sekitar, ia tak tahu mau menjawab apa.
"Kak Alan.."

"Kalo mau jujur.." Chintiya menggantungkan ucapannya.

"Gue lebih suka Riko."

Alan tak bisa berkata lagi, dan memiringkan kepala-nya.
"Chin.."

"Kenapa lo harus jujur sekarang?"

Chintiya membuang muka, ia tak berani menyorot wajah Alan, Alan tambah kebingungan sekaligus kecewa akan jawaban Chintiya.
"Kenapa lo suka Riko?"

Eight✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang