***
Asap-asap polusi itu mengepul diudara, deru suara kendaraan menggema, dan suara klakson juga tak kalah, padatnya jalan Raya di tengah hari sangatlah menyebalkan. Apalagi bagi pegawai pegawai kantoran.
Namun, hal itu tak menganggu sebuah suasana menyenangkan disuatu toko es krim dipinggir jalan.
Uap dingin dari se-sekop es krim strawberry itu membuat nafsu ingin memakannya bertambah. Tanpa basa-basi Marshel memakannya satu sendok penuh tanpa memperdulikan giginya yang sedang ngilu.
Vina menatap Marshel keheranan, bukankah gadis berkawat gigi itu sedang sakit gigi? Dasar aneh, pikirnya.
Nina berdecih pelan menatap seorang pria yang tengah memarkirkan motornya diluar sana, ia melihatnya dari jendela kaca toko es krim tersebut. Nina langsung berdiri tegak dan berjalan keluar.
"Gue permisi dulu, ya gaes."
Anggia malahan tidak peduli sama sekali. Ia menyuapkan se-sendok es krim coklat dan kembali menatap layar ponselnya, membalas chat chat yang tidak penting dari Daniel.
John memasukkan kedua tangannya kedalam kantong saku jaketnya, ia menghembus nafas pelan menatap Nina yang menceramahinya dihadapannya sekarang. Ini bahkan lebih melelahkan dari ocehan ibunya.
John yang tidak tahan, merasakan telinga-nya sudah panas, ingin meledak.
"Lo itu ya dasar gak tahu diri! Masak lo milih tu cabe buat jadi--hmph!"
John dengan sengaja membengkap mulut Nina. Nina masih meronta, seolah olah ingin berbicara lebih kencang lagi. John lalu mendekatkan wajahnya hingga hembusan nafasnya mengusap lembut wajah Nina.
"diam."
Nina tak mampu berkata-kata lagi dan wajahnya mulai memerah. John melepaskan tangannya lalu menjauhkan lagi kepalanya. Ia membengkap mulutnya sendiri dan memalingkan wajahnya, bagaimana bisa ia melakukan hal ini pada Nina? Untung, tangannya menjadi penghalang. Kalau tidak..
John menggeleng dan mengusap wajahnya. Ia menatap Nina yang yang menunduk dan kelihatan meredam rasa malu.
"Nin, gue milih Tasya untuk hari esok karena dipilih ketua panitia-nya. Ini bukan kemauan gue."
Nina masih diam. Rautnya masih masam, tanpa ekspresi. John ingin rasanya menjambak rambutnya, kenapa wanita itu serumit ini?
"Gue cuma main gitar kok. Dan dia nyanyi. Cuma itu doang. Pas pulang besok kita jalan-jalan yah?"
Nina masih diam. Astagahh, sejak kapan bontet imut imut ini jadi se-sensitif ini terhadapnya. Saat ia berdampingan dengan Amanda saat acara sekolah dua tahun yang lalu ia tidak berkomentar apa-apa.
John membuka sedikit pintu toko es krim itu dan berteriak kepada rombongan yang sibuk dengan tawa yang menggelegar karena tarian aneh oleh seorang gadis berkawat gigi.
"WOY! GUE MINJEM NINA-NYA BENTAR AJA! DIA MARAHAN SAMA GUE!"
Nina terpelonjak kaget dan spontan mengangkat wajahnya.
Ria pun menyahutnya,
"NGGAK PAPA! KALO BISA SAMPE SORE AJA MINJEM-NYA! KATA CHINTIYA, SETIAP BONCENGAN MOTOR DIA BERATIN AJA!!"Chintiya memukul bahu Ria spontan.
"Gak usah macem-macem sama Nina. Nyawa lo ada ditangan gue." ancam Anggia seraya menancapkan kembali sendoknya ke mangkuk es krimnya.
"HATI HATI! SEMOGA PUTUS DIJALAN YAH! NIN, GUE KEMAREN LIAT JOHN BARENGAN TASYA KE INDOMARET." celetuk Marshel tanpa dosa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eight✔
Romanzi rosa / ChickLit[Apapun masalahnya, apapun keadaannya, kita akan selalu bersama dan saling mendukung satu sama lain -Eight, 26 Sep 2016-] Sahabat, musuh, perselisihan, masalah, trauma, cemburu, cinta sudah biasa disini. Saling menasihati, memotivasi sesama adalah k...